JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Hari ini (30/7) jamaah haji menjalani wukuf di padang Arafah. Hampir bisa dipastikan tidak akan ada pemandangan Jabal Rahmah yang memutih dipadati jamaah haji seperti tahun-tahun sebelumnya. Sebab di tengah pandemi Covid-19 yang masih terjadi di Arab Saudi, jumlah jamaah haji dibatasi hanya seribu orang.
Jumlah jamaah haji tersebut tentu sangat sedikit bila dibandingkan tahun lalu. Jumlah jamaah haji tahun ini hanya 0,04 persen dari total jamaah haji tahun lalu. Seperti diketahui tahun lalu jumlah jamaah haji mencapai rekor tertinggi yakni 2.489.406 orang. Konsul Haji KJRI Jeddah Endang Jumali menjelaskan pada 8 Zulhijah (29/7) subuh seluruh jamaah bergerak ke miqat. Para jamaah haji mengambil miqat atau titik awal niat ikhram di Qarnul Manazil di Thaif. Setelah itu jamaah bergerak ke Makkah untuk menjalankan tawaf qudum di Masjidilharam.
Dari video yang beredar, pelaksanaan tawaf qudum diatur sedemikian rupa. Jamaah haji wajib berjalan sesuai dengan garis yang sudah ditentukan. Garis mengitari Kakbah itu berjarak sekitar dua meter dari garis berikutnya. Jamaah yang tawaf sesuai garis juga harus menjaga jarak dengan jamaah di depan atau di belakangnya.
Tidak ada pemandangan jamaah berebut mencium hajar aswat. Maupun jamaah yang berebut untuk bisa salat di Hijir Ismail yang berada di samping Kakbah. Setelah menjalani tawaf qudum, jamaah menginap di Mina untuk menjalani Tarwiyah pada 8 Zulhijah. "Besok pagi (hari ini, 30/7, red) jamaah bergerak di Arafah," kata Endang saat dihubungi, kemarin (29/7).
Karena jumlah jamaah yang sangat sedikit, pergerakan ke Arafah dilaksanakan pada 9 Zulhijah bertepatan dengan hari wukuf. Sementara dalam keadaan normal, jamaah Indonesia sudah mulai bergerak dari Makkah menuju Arafah dini hari di tanggal 8 Zulhijah atau H-1 wukuf. Pertimbangannya adalah jumlah jamaah yang besar dan keterbatasan armada bus.
Lebih lanjut Endang mengatakan pada 25 Juli lalu jamaah sudah mulai tiba di Jeddah. Misalnya dari Madinah sebanyak 230 orang dan dari Riyadh ada 171 orang. Endang menuturkan dari seribu jamaah itu, sebanyak 13 orang di antaranya adalah warga negara Indonesia (WNI) yang bermukim di Arab Saudi. Para WNI itu di antaranya dari Jeddah dan Makkah sebanyak masing-masing empat orang. Kemudian dari Madinah dua orang. Lalu dari Riyadh, Yanbu’, dan Khobar masing-masing satu orang.
Pemerintah Arab Saudi memberikan fasilitas yang baik dalam pelaksanaan haji tahun ini. Sebab pelaksanaan haji dilakukan di tengah wabah Covid-19. Di antaranya adalah jumlah jamaah dalam bus dibatas sekitar 12 sampai 15 orang. Kemudian setiap jamaah menempati satu kamar. Pemerintah Arab Saudi menggunakan hotel Four Point di wilayah Aziziyah untuk tempat menginap jamaah. Di setiap kamar sudah disiapkan sejumlah perlengkapan. Seperti payung, masker, dan sejenisnya.
Sementara itu, kendati Pemerintah Saudi mengumumkan bahwa jamaah yang diizinkan berhaji hanya sekitar seribu orang, beberapa media lokal mengatakan bahwa jumlah jamaah tahun ini bisa mencapai 10 ribu. Sebanyak 70 persen dari total jamaah merupakan ekspatriat yang tinggal di Arab Saudi.
"Kami tak punya masalah keamanan. Tapi, isu kami adalah melindungi para jamaah dari wabah," ungkap Direktur Keamanan Umum Arab Saudi Khalid bin Qarar Al Harbi kepada Agence France-Presse.
Upaya otoritas untuk menjaga higienitas lokasi yang bakal dikunjungi jamaah haji memang luar biasa. Pekerja medis sudah lebih dulu mensterilkan alat mereka. Jamaah yang terpilih lewat seleksi online sudah diuji Covid-19 dan dikarantina di Makkah terlebih dahulu. Mereka juga harus melalui proses karantina seusai menunaikan ibadah haji.
Setiap jamaah diberi gelang elektronik agar lokasi mereka bisa dilacak. Mereka juga dibekali kerikil yang sudah disanitasi lebih dulu untuk ibadah lempar jumrah. Masker, sajadah, dan kain ihram sudah pasti disediakan juga. Namun, jamaah tak boleh sembarangan minum air zamzam. Air tersebut bakal dikemas otoritas untuk keperluan jamaah. Mereka juga dilarang menyentuh atau mencium Kakbah. Otoritas sudah menyiagakan staf untuk terus membersihkan dan menjaga area sekitar Kakbah.
Meski begitu, jamaah yang terpilih tetap bersyukur bisa beribadah haji tahun ini. Sebab, mengecilnya jumlah jamaah berarti risiko logistik dan kesehatan lainnya bakal berkurang. Biasanya, suasana ibadah yang penuh sesak dan panas membuat banyak jamaah tumbang.
"Saya ingin berterima kasih kepada pemerintah Arab Saudi atas kesempatan di masa sulit ini," ujar Zelkin, imigran asal Azerbaijan yang tinggal di Jubail, seperti yang dilansir Arab News.
Di sisi lain, banyak warga dan ekspatriat yang memprotes hasil seleksi jamaah. Mereka merasa bahwa proses tersebut tak transparan dan tak mempunyai tolok ukur yang jelas. Hingga saat ini, akun Twitter Kementerian Haji terus dibanjiri calon jamaah yang marah.
Menteri Haji Arab Saudi Mohammad Benten mengatakan bahwa mereka memilih dengan dasar kesehatan jamaah. Dia mengatakan, warga dari 160 negara berlomba untuk bisa menjadi jamaah haji tahun ini. Hanya, berapa total jumlah pengajuan tak disebut. Kerajaan Arab Saudi sendiri sebenarnya tak senang harus membatasi jamaah haji. Saat ini sumber pendapatan utama negara tersebut, industri migas, sedang anjlok. Sedangkan bisnis seputar haji merupakan salah satu kontributor ekonomi besar dengan pendapatan 12 miliar dolar AS (Rp174 triliun) per tahun.(wan/oni/bil/jpg)