PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Terkait adanya aduan penganiayaan dari pelapor S (26) warga Rumbai Pesisir, pihak penyidik dari Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Pekanbaru pun unjuk bicara. Riau Pos yang menghubungi Kasatreskrim Polresta Pekanbaru AKP Juper Lumban Toruan. Dikatakannya, sudah dilakukan gelar.
"Untuk laporan korban telah kami gelarkan. Hasil gelar, agar ada saksi lagi yang harus didatangkan dari Air Tiris, Kampar. Dikarenakan tidak adanya saksi yang melihat langsung kejadian pemukulan di dalam mobil," sebutnya.
Menurutnya, dalam kasus ini memang ada saksi yang melihat korban masuk ke mobil dan merekamnya.
"Namun, perlu dihadirkan juga saksi yang berada di Air Tiris, Kampar, saat korban diajak nikah sirih. Itu penting. Karena, apakah benar korban dipukul saat sebelum pergi ke sana atau setelah balik dari sana. Biar jelas apakah sudah ada luka dibagian yang dimaksud," terangnya.
Ditanya, apakah dalam hal ini korban yang menjemput saksi? Juper menyebut, karena korban yang tau rumah saksi di Air Tiris. Untuk itu agar saksi dibawa dan dihadirkan untuk diperiksa.
"Dari pemeriksaan saksi itu nantinya, jika benar korban sudah mengalami luka lebam misalnya jadi jelas. Sehingga bisa dilakukan penjemputan pemanggilan pemanggilan terlapor kembali. Sebagai saksi terlebih dulu apakah bisa ditetapkan sebagai tersangka atau tidak," katanya.
Diberitakan sebelumnya, laporan itu disampaikan korban kepada Polresta Pekanbaru pada 26 September 2020 kemarin. Dalam laporan tertulis itu bahwa korban dianiaya pacarnya berinisial A pada 24 September 2020 di Jalan Umban Sari, Rumbai, Pekanbaru. Artinya sudah dua bulan belum ada penjemputan paksa kepada pelaku.
Pemukulan itu terletak pada wajah bagian tulang hidung sebanyak sekali. Kemudian, di bagian lengan sebanyak dua kali. Sudah dilakukan visum ke RS Bhayangkara Polda Riau.
Hal itu disampaikan korban S yang didampingi Pengacara korban M Yunus Pane kepada Riau Pos. Sejak dilakukan pelaporan ke Polresta Pekanbaru hingga Rabu (25/11), pelaku mengganggu korban terhitung sebanyak dua kali. Sehingga korban merasa ketakutan dan terganggu psikologi dirinya dan orangtua.
"Pihak korban menginginkan agar dilakukan penjemputan kepada pelaku untuk kepastian hukum, karena melakukan intimidasi berulang-ulang. Contohnya, buat keributan malam hari di rumah korban yang diketahui RT RW setempat," jelasnya. (sof)