Pemerintah Diharapkan Kaji Ulang Kebijakan Penerbangan di Masa Pandemi

Pekanbaru | Jumat, 27 Agustus 2021 - 15:40 WIB

Pemerintah Diharapkan Kaji Ulang Kebijakan Penerbangan di Masa Pandemi
Narasumber foto bersama usai diskusi panel bertajuk Saturasi Oksigen Aviasi Indonesia yang digelar oleh Serikat Karyawan PT Angkasa Pura II (Sekarpura II), Kamis (26/8/2021).

PEKANBARU, (RIAUPOS.CO) - Pemerintah diharapkan dapat mengkaji ulang kebijakan atau regulasi terkait pergerakan masyarakat khususnya pengguna transportasi udara dalam masa pandemi Covid-19. Sejak mewabahnya Covid-19 di Tanah Air, regulasi yang mengatur persyaratan bagi masyarakat pengguna transportasi udara khususnya penerbangan domestik sangat cepat berubah.

Hal ini disoroti oleh Pengamat Penerbangan Alvin Lie dan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi dalam diskusi panel bertajuk Saturasi Oksigen Aviasi Indonesia, Kamis, (26/8) yang digelar oleh Serikat Karyawan PT Angkasa Pura II (Sekarpura II).


"Di awal pandemi, penumpang pesawat diminta menyertakan hasil negatif Covid-19 dengan metode rapid tes antibodi. Tidak lama kemudian menjadi swab antigen. Namun, setelah vaksinasi digencarkan, kini penumpang pesawat wajib melakukan tes PCR sebagai salah satu syarat selain vaksinasi," ucap Alvin Lie dalam diskusi yang bertepatan di Hari Ulang Tahun (HUT) Sekarpura II ke-22 tahun 2021 ini.

Alvin Lie mengatakan bahwa ada aturan yang terkesan diskriminatif terhadap transportasi udara. Salah satunya adalah persyaratan hasil negatif Covid-19 dengan metode PCR Test dan wajib vaksin bagi penumpang pesawat.

"Saya kira yang pertama harusnya syarat untuk perjalanan udara disamakan dengan moda transportasi lain. Moda tranportasi yang paling banyak yang digunakan itu kan (tranportasi) darat, tapi justru paling longgar, tidak disiplin," kata Alvin Lie.

Ia mengungkapkan, pemerintah juga seharusnya mengapresiasi juga bahwa transportasi udara selama ini paling ketat dan paling disiplin. Juga alat angkutnya ini, sebelum pandemi juga sudah dilengkapi HEPA filter kemudian ada peraturannya penerbangan dibawah 2 jam tidak boleh makan, tidak boleh bicara, harus pakai masker. "Ini kok masih ditambahin PCR lagi," jelasnya.

Ia menuturkan, selain menyamakan persyaratan bagi pengguna transportasi udara, pemerintah juga diharapkan untuk mengampanyekan bahwa terbang itu aman. Karena, dengan adanya sejumlah persyaratan untuk penumpang transportasi udara terkesan bahwa terbang tidak aman.

"Dengan regulasi yang diskriminatif ini justru menambah kesan publik bahwa terbang itu tidak aman. Percuma saja menteri pariwisata mempromosikan daerah wisata tapi tidak mempromosikan penerbangan. Padahal daerah-daerah wisata itu membutuhkan tranportasi udara," tuturnya.

Namun demikian, ia mendukung penuh program vaksinasi yang tengah digencarkan oleh pemerintah. Senada dengan Alvin Lie, Ketua YLKI Tulus Abadi mengatakan bahwa pemerintah terkesan diskriminatif terhadap sektor transportasi udara yang sangat merugikan konsumen.

"Seharusnya memang pemerintah tidak seharusnya memberikan satu kebijakan yang diskriminatif pada sektor udara. Karena toh, ketika sektor udara dibatasi dengan ketat khususnya dengan tes PCR dan segala macam kemudian sektor lainnya tidak, mobilitas juga sama saja," ujarnya.

Tulus Abadi mengatakan, adanya kebijakan untuk membatasi mobilitas masyarakat dengan melakukan pembatasan penerbangan tidak mempengaruhi atau tidak membatasi mobilitas masyarakat lain karena pengawasannya berbeda.(anf)

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook