PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Kejaksaan Tinggi Riau menyatakan tidak menemukan kerugian negara dalam perkara dugaan penyelewengan kredit PT Perkebunan Nusantara V dalam pembangunan lahan perkebunan Kredit Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA) Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa-M).
Dengan begitu, Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Riau, Raharjo Budi Kisnanto, dalam keterangannya di Pekanbaru, Kamis mengatakan perkara yang dilaporkan LSM Indonesia Law Enforcement Monitoring (Inlaning) tersebut telah dihentikan.
"Terkait laporan terhadap PTPN V, setelah kami telusuri ternyata sudah dilakukan pengumpulan data dan keterangan oleh Bidang Tindak Pidana Khusus. Hasilnya tidak ditemukan unsur kerugian keuangan negara," katanya.
Ia mengatakan justru dari penelusuran jaksa didapati bahwa PTPN V yang harus menanggung beban kredit akibat KOPSA-M tidak menunaikan kewajibannya membayar cicilan.
"Justru PTPN V ini yang menanggung kredit karena dari koperasi tadi banyak yang menunggak. Jadi unsur kerugian negara tidak terpenuhi," tegas dia.
Sebelumnya Inlaning menuding PTPN V telah merugikan negara sebesar Rp100 miliar, diantaranya berasal dari penyalahgunaan keuangan kredit KKPA dalam pembangunan kebun atas kredit sebesar Rp54 miliar pada Bank BRI Agro Pekanbaru dan kerugian lainnya terkait tuduhan penggelembungan pembangunan kebun Kelapa Sawit di Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar.
Selanjutnya, laporan tersebut ditindaklanjuti Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Riau. Hasilnya, Korps Adhyaksa menyatakan tidak menemukan kerugian negara seperti yang dilaporkan Inlaning. Justru, KOPSA-M yang diketahui telah melakukan penunggakan pembayaran sehingga PTPN V harus menanggung pembayaran kredit ke Bank.
"Sekali lagi unsur kerugian negara tidak terpenuhi sehingga tidak dapat ditingkatkan ke tahap berikutnya," ujarnya lagi.
Sementara itu, peneliti sosial M Kojin menilai bahwa narasi yang selama ini dihembuskan dan menyudutkan PTPN V merupakan bentuk upaya menutup dugaan korupsi yang justru dilakukan oknum pengurus Kopsa-M Pangkalan Baru.
Menurutnya, begitu banyak dugaan penyalahgunaan wewenang terutama terkait penggunaan anggaran koperasi yang diduga tidak transparan. Seperti pembelian unit alat berat, pupuk, hingga hasil panen tandan buah segar. Dugaan itu semakin kuat ketika ketua Kopsa-M menolak campur tangan PTPN V sebagai avalis dalam kontrol produksi kebun.
"Masyarakat diberi hasil panen hanya beberapa rupiah, sementara oknum hidup dalam kemewahan. Membayar pengacara, menyuruh orang-orang untuk melakukan dugaan intimidasi ke anggota, hingga jabatannya tetap langgeng," ujarnya.
Untuk itu, ia berharap PTPN V kembali membantu Kopsa-M untuk kembali memegang kendali kepengurusan koperasi. "Sebaiknya PTPN V kembali membantu Kopsa-M untuk mengurus perkebunan. Sejak koperasi ketuanya di kelola orang luar justru tambah hancur," ujarnya.
Lebih jauh, Kojin yang juga peneliti gerakan Kaukus Global Transparansi itu menyarankan PTPN V sebagai BUMN harus melaporkan Kopsa-M atas dugaan korupsi uang petani.
"Dan sebaiknya kejati Riau mengusut dugaan korupsi dana masyarakat yang diduga disalahgunakan oleh oknum ketua koperasi yang sekarang," tukas Kojin.(ali)