PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau bersama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS-TK), melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor). Rapat ini dilaksanakan terkait pengusulan penganggaran perlindungan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek) melalui alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) di Provinsi Riau.
Asisten I Sekretariat Daerah Provinsi (Setdaprov) Riau Masrul Kasmy mengatakan, rapat ini juga merupakan tindak lanjut dari pembuatan peraturan kepala daerah (Perkada) tentang DBH Sawit.
Namun menurutnya, ada opsi lain untuk menindaklanjuti pembuatan Perkada. “Opsi tersebut yakni melakukan revisi Peraturan Gubernur (Pergub), dengan menambah dua pasal di dalamnya. Hal ini dilakukan agar peraturan tersebut lebih cepat terjadi, mengingat bulan November setidaknya sudah dikeluarkan,” ujarnya.
Masrul berharap, tahun ini proses penyusunan Perkada bisa selesai dan dilaksanakan dengan data yang benar. Kesalahan pemberian dan pengambilan data kebijakan bisa merepotkan bukan hanya di dunia, namun juga di akhirat.
“Jangan sampai yang harusnya menerima, memperoleh bantuan malah tidak menerimanya. Sebaliknya juga, yang tidak seharusnya menerima, malah memperoleh bantuan,” jelas Masrul.
Masrul melanjutkan, Kabupaten Kepulauan Meranti tidak mendapatkan pembagian dana bagi hasil yang rata. Dikarenakan Kepulauan Meranti belum punya Permendagri tentang batas DBHNamun, lanjut Masrul, dari peraturan yang ada, daerah penghasil dapat memberi bantuan kepada daerah sekitarnya. Daerah yang berbatasan langsung dengan Kepulauan Meranti ada Kabupaten Siak, Kabupaten Pelalawan, dan Kabupaten Bengkalis.
“Agar Permendagri tentang DBH ini terwujud, Pemprov Riau sedang menyusun peraturannya. mudah mudahan Meranti bisa dapat bagian tahun depan,” harapnya.
Kepala Kantor Wilayah BPJS-TK Sumbar Riau-Kepri, Eko Yuyulianda mengatakan, Rakor ini dilaksanakan karena Provinsi Riau memiliki cukup banyak pekerja sawit yang mempunyai risiko tinggi namun banyak yang belum terlindungi. Hal ini dapat menjadi salah satu faktor terjadinya kemiskinan ekstrem.
“Kita samakan persepsi agar seluruh pekerja terlindungi. Rakor ini untuk menyamakan persepsi, kami diskusikan langkah yang harus dilakukan dan kendala terkait penyusunannya,” ujarnya.
Eko melanjutkan, kecelakaan kerja sangat mungkin terjadi di sektor perkebunan, terutama di sektor perkebunan sawit. Sehingga Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek) harus ada.
“Jamsostek harus diupayakan tetap ada. Kami sendiri sejak Januari 2023 sudah membayar klaim kurang lebih Rp76.1 miliar. Ini membuktikan kecelakaan kerja sangat mungkin terjadi,” paparnya.(gem)
Laporan SOLEH SAPUTRA, Pekanbaru