Atasi Banjir, Perlu Empat Waduk Baru

Pekanbaru | Kamis, 24 Oktober 2019 - 11:51 WIB

PEKANBARU (RIAUPOS.CO)  -- Persoalan banjir di Kota Pekanbaru masih belum terselesaikan. Sejumlah pihak menilai banjir disebabkan oleh tempat penampungan air yang ada tak pernah cukup menampung debit air. Juga karena sistem tata ruang yang salah.

“Kalau kita bisa melihat, bagaimana menyikapi banjir di Kota Pekanbaru kemudian kerusakan yang  terjadi di kawasan kota, minimal diperlukan empat waduk baru,” kata pengamat kebijakan publik Tengku Ariful, Rabu (23/10).


Kata Ariful, posisi waduk harus menyebar di kawasan yang diperlukan, yang juga bisa difungsikan saat musim kemarau. Lokasi pertama menurut Ariful yang harus dibangun waduk adalah di kawasan Jalan SM Amin.


Menurutnya, daerah tersebut harus disiapkan waduk yang sangat besar, karena akan menampung aliran air dari Tobek Godang. Meskipun saat ini sudah memilki kolam retensi di kampur Unri, tetapi itu tidak cukup menampung debit air di daerah tersebut.

“Kawasan itu banjir dan kekeringan menjadi langganan utama. Saat hujan tidak terlalu lama tetap saja menimbulkan genangan,” kata dosen Unri itu.Kemudian kata Ariful, lokasi pembuatan waduk baru itu sekitaran Jalan Hang Jebat, Kecamatan Sail. Juga waduk di Rumbai Pesisir dan Marpoyan Damai. Menurut Ariful, waduk itu harus dibuat dengan kapasitas yang cukup dan lahan yang luas. Juga perlu diperhatikan kedalaman waduk, aliran air harus betul-betul diperhatikan berdasarkan neraca air.

“Neraca air menggambarkan bagaimana menyeimbang di lapangan berdasarkan jumlah air yang akan tertampung dan lama air yang tersimpan,  tidak boleh melawan hukum alam, aliran air harus mengikuti pola pola yang betul,” ujarnya. Kenyataan saat ini kata Ariful, apakah tersedia lahan itu, tentu tidak. Solusinya harus dilakukan adalah pembebasan lahan. “Kemudian kalau misalnya terjadi pembebasan lahan, jawabannya harus bisa, karena ini menyangkut keselamatan masyarakat untuk dimasa akan datang,” ucapnya.

Ia mengatakan, kalau lah itu di realisasikan, maka persoalan banjir yang selama ini menjadi langgaanan maka akan terjawab secara tuntas, namun dibalik itu katanya, hal pertama yang dibuat itu adalah, sistem perencanaan yang betul-betul permanen.

“Jadi kita merancanakan sesuatu itu, betul-betul melihat dari kecukupan lokasi, teknis di lapangan yang betul-betul berbasis neraca air, kemudian pengamanan agar tidak terkontaminasi oleh sampah,  kemudian hal yang membuat kedangkalan dan pengawasan. Kalau kondisi ini bisa diakomodir secara baik, maka persoalan banjir akan menjadi tuntas,” akuinya.

Ariful juga menjelaskan, ketika waduk itu di fungsikan, hal pertama yang dilakukan, air harus difungsikan untuk berbagai keperluan, artinya harus jadi multifungsi seperti untuk penyemaian ikan, untuk sumber  air bersih dan untuk berbagai kepentingan lainnya seperti wisata. “Jadi kalau ini bisa terapkan, akan bisa memberikan hasil yang beragam, yang dapat digunakan untuk kesejahteraan masyarakat. Jjuga kemudian sekaligus, kalau kita memperhatikan kondisi di lapangan, banyak aliran air yang tertutup, yang tidak tahu lagi kemana air itu di alirankan lagi saat musim hujan,” ujarnya.

“Intinya harus dibuat perencanaan yang matang, kalau seandainya jika diperlukan pembangunan jalan atau perluasan jalan, harus mengikuti tata kota yang betul-betul untuk berbagai keperluan di masa yang akan datang,” imbuhnya.

Tengku Ariful juga berpendapat, bahwa trotoar harus bebas dari hambatan-hambatan air, di tempat aliran air harusnya memakai paving blok, karena jika memakai simenisasi ataupun keramik, serapan air agak terhambat.

“Kemudian hak publik jangan di rampas, kita bisa melihat mulai dari sore hari hingga ke malam, trotoar dan badan jalan digunakan untuk berdagang oleg pedagang kaki lima (PKL), tentu persoalan sampah lagi. Ini harus menjadi catatan penting dari pandangan saya sebagai pengamat,” tuturnya.

Di sisi lain lain, kata Ariful, banyak trotoar saat ini di jadikan untuk tempat berjualan yang di pakai oleh pedagang kaki lima, bahkan badan  jalan di pakai untuk mobil-mobil berparkir, ini juga menjadi persoalan karena tidak bisa mengontrol masyarakat membuang sampah di dalam aliran air.

“Kemudian, persoalan sampah di Pekanbaru sudah boleh dikatakan sebagai membiaran, dimana-mana terjadi tumpukan sampah, jadi ketika musim penghujan akan masuk di daerah aliran air dan kemudian menyumbatnya,  penyumbatan itu akhirnya menganggu aliran air dan terjadi banjir,” katanya.

Ariful berharap, Kota Pekanbaru harus menjadi kota yang ikonik, aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan.(*9)

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook