PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Pasar kaget sudah menjadi persoalan lama bagi Pemko Pekanbaru. Pasar yang tidak resmi alias tidak memiliki izin ini menjadi masalah karena disinyalir menjadi salah satu penyebab mati surinya pasar-pasar tradisional resmi yang kebanyakan dikelola pemko.
Menjamurnya pasar kaget ini tak berdampak pada meningkatnya retribusi pajak dan pendapatan asli daerah (PAD) karena statusnya yang ilegal. Meski demikian, tidak adanya tindakan tegas dari pemko membuat pasar kaget terus menjamur hampir di semuawilayah kecamatan se-Pekanbaru.
Ada banyak kelebihan yang ditawarkan pasar kaget kepada masyarakat. Di antaranya, lokasinya dekat dengan permukiman penduduk. Tak perlu biaya naik oplet atau bus kota. Ke pasar kaget yang dekat bisa ditempuh dengan sepeda motor, sepeda kaki, bahkan bisa berjalan kaki.
Kelebihan lainnya, harga barang yang dijual tidak jauh berbeda dari harga di pasar tradisional. Bahkan lebih murah karena pedagang di pasar kaget tidak dikenakan banyak biaya. Tak ada biaya sewa kios, biaya keamanan, dan lain-lain. Tak heran jika masyarakat lebih memilih berbelanja di pasar kaget.
Di sebagian wilayah, pasar kaget digelar sepekan sekali di satu titik lokasi. Tapi di beberapa wilayah lainnya, ada pasar kaget yang buka dua sampai tiga kali sepekan di satu titik.
Seperti di Kelurahan Labuhbaru Barat, Kecamatan Payung Sekaki. Di sini ada dua titik pasar kaget. Di simpang Jalan Fajar dengan Jalan Suntai dan di Jalan Dharma Bakti.
Pasar kaget di simpang Jalan Fajar buka setiap Rabu dan Ahad sore. Sedangkan di Jalan Dharma Bakti, hari Selasa, Kamis, dan Sabtu sore.
"Terbantulah dengan adanya pasar kaget ini. Dekat sih dari rumah.Harganya juga sama saja dengan harga yang di pasar tradisional," kata Upik, warga Jalan Dharma, kemarin.
Upik mengaku ke pasar tradisional yang biasanya buka pagi hari kalau ingin membeli daging dan ikan segar. "Sudah ada tempat langganan di Pasar Pagi Palapa. Kalau beli di sana masih segar dan kita juga merasa aman kualitasnya," sebutnya lagi.
Ada juga pasar yang buka hanya sepekan sekali. Seperti pasar kaget di Jalan Bangau Sakti, Panam. "Ini pasarnya setiap Selasa sore. Sepekan sekali. Rame," kata Nur, salah satu pedagang buah-buahan di pasar kaget depan Jalan Bangau Sakti, Panam, kemarin.
Secara serempak, pedagang buah berjejer di jalan masuk ke pasar kaget itu. Nur dan beberapa rekannya berjualan aneka macam buah. Seperti manggis, rambutan, jambu, labu, tomat dan sebagainya.
Dagangannya tersebut lumayan laris karena posisinya yang strategis berada di pelataran jalan masuk ke lokasi pasar. Biasanya, mereka hanya berjualan di momen pasar pagi saja.
Selama berjualan, dalam sehari keuntungan Nur tidak terlalu banyak. Hanya saja pendapatan itu dirasa dia cukup untuk memenuhi keperluan belanja di rumah. "Dagangan kita juga gak banyak macamnya. Ya omzet paling ratusan ribu lah. Tergantung situasi dan kondisi pasar. Kalau ramai bisa banyak," katanya.
Selain di lokasi itu, pasar kaget juga ada yang berada di wilayah Kualu dan areal Jalan Pahlawan Kerja, Kelurahan Maharatu. Di wilayah Maharatu, pasar kaget buka di hari Rabu sore. Jumlah pedagang puluhan orang dengan membuka lapak-kapak kecil di pinggir jalan.
Sama halnya dengan pasar tradisional pada umumnya, pasar kaget tersebut juga menyediakan beragam kebutuhan sandang-pangan.
Meme, salah seorang pembeli yang menjajaki pasar kaget itu mengaku sedikit terbantu dari keberadaan pasar itu. "kalau kita belanjanya kebutuhan harian. Ya, disini juga serba ada," katanya.
Imel, warga Jalan Kartama juga mengaku sedikit terbantu dengan keberadaan pasar kaget tersebut. Menurut dia, barang-barang harian dan sandang pangan ada dijual di lokasi.
Sehingga, hal tersebut juga membantu masyarakat untuk berbelanja lebih dekat. "Kalau keuntungannya sama kita ya gak jauh mau belanja, itu saja sih," kata dia.
Dewi, pedagang di pasar kaget Jalan Pahlawan Kerja mengaku mendapatkan keuntungan yang lumayan saat berjualan di pasar kaget yang buka setiap hari Rabu sore itu. "Untungnya lumayan, yang kami jual pakaian," katanya.
Rata-rata, pendapatannya tersebut jika dikalkulasikan di satu lokasi pasar kaget mencapai tiga hingga empat ratusan ribu rupiah.
Sementara pedagang kain lainnya, Mela juga mengakui hal serupa. Namun menurutnya, namanya berdagang tentu ada untung dan ruginya.
"Kalau keuntungan gak menentu, pas rejeki bagus ya banyak. Kalau lagi seret paling laku beberapa potong kain saja," tuturnya.
Dari pengakuannya, dirinya sudah mulai menjajakan dagangan di pasar kaget tersebut sejak setahun lalu.
Menjamurnya pasar kaget ini sedikit banyak berdampak kepada pasar resmi yang dikelola pemerintah. Lambat laun pasar resmi ditinggal pembeli dan pedagang.
Pantauan Riau Pos, beberapa pasar resmi pemerintah sepi. Seperti Pasar Senapelan yang sepi pengunjung. Masyarakat lebih banyak membeli dari pedagang yang berjualan di pinggir Jalan Teratai. Pasar Higienis Madani milik pemko di Jalan Teratai malah kosong melompong.
Dahlan, pedagang barang harian di Pasar Cik Puan mengatakan, keberadaan pasar kaget sangat merugikan para pedagang pasar tradisional. Karena dengan adanya pasar kaget yang hampir ada setiap hari ini otomatis membuat pasar tradisional menjadi sepi terutama pada siang hingga sore hari. Untuk itu, keberadaan pasar kaget bisa ditertibkan, apalagi pasar kaget itu tidak memiliki izin.
"Keberadaan pasar kaget jelas sangat merugikan. Keberadaan pasar kaget harus ditertibkan. Kalau pasar tradisional kan resmi. Kami harus membayar sewa kios, bayar uang ritribusi ke pemerintah sebesar Rp 46 ribu setiap bulannya. Dan bayar uang ronda,"ucap Dahlan warga Jalan Nenas, Kecamatan Sukajadi Pekanbaru, Kamis (16/1).
Pedagang buah di Pasar Selasa atau Pasar Simpangbaru Panam, Jalan HR Soebrantas bernama Jakimin. Ia mengatakan, keberadaan pasar keget membuat mati keberadaan pasar resmi seperti Pasar Simpangbaru. Pasalnya, harga di pasar kaget lebih murah dibanding dengan harga di pasar tradisional. Kenapa lebih murah? Jakiman mengambil contoh penjual sayur-sayuran atau buah-buahan yang di pasar kaget rata-rata petaninya langsung.
"Langsung petaninya yang berjualan, makanya murah. Kalau di pasar tradisonal kebanyakan bukan petani langsung yang berjualan. Tetapi mereka mengambil lagi dari petani dan menjualnya ke pasar. Selain itu, keberadaan pasar kaget jauh lebih banyak dan dekat dengan pemukiman masyarakat," katanya, Kamis (23/1).
Tapi pedagang di pasar tradisional tak mau kalah. Mereka terkadang ikut berjualan di pasar kaget. "Memang banyak juga pedagang pasar tradisional yang berjualan di pasar kaget. Kalau pasar kaget itu bukanya kan sore. Sementara pasar tradisonal pagi. Jadi, setelah berjualan di pasar tradisional, meraka berjualan juga ke pasar kaget sore harinya,"ujar Jakimin yang tinggadi di RT 04, Kelurahan Tuah Karya tersebut.
Ia mengatakan, keberadaan pasar kaget yang jumlahnya banyak dan terdapat di dekat permukiman masyarakat tersebut memang tidak resmi. "Ada lahan kosong di tengah-tengah permukiman, langsung bisa dijadikan pasar kaget. Tentu warga lebih dekat berbelanja ke pasar kaget dengan harga yang murah, dibanding dengan pergi ke pasar tradisional di tempat -tempat yang telah disediakan pemerintah. Kalau tempat tinggalnya jauh dari pasar tradisonal tentu warga lebih baik belanja ke pasar kaget yang lebih dekat," katanya.(*1/dof)
Laporan: TIM RIAU POS