Kasus Kekerasan Anak Masih Tinggi

Pekanbaru | Jumat, 20 Oktober 2023 - 11:27 WIB

Kasus Kekerasan Anak Masih Tinggi
Dosen Psikologi UIN Suska Riau Ricca Anggraeini

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Kasus kekerasan terhadap anak masih kerap terjadi. Baik dari lingkungan keluarga, hingga lingkungan yang menghambat pertumbuhan anak, seperti lingkungan sosialnya. Kasus kekerasan anak memiliki aspek kehidupannya, yakni fisik, emosional, seksual dan sosial seperti dalam hal pengasuhan.

Berdasarkan catatan Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Pekanbaru, terdapat 79 kasus kekerasan terhadap anak dari Januari - Juni tahun ini. Itu belum termasuk kasus pencabulan pada Agustus dan pelaku kekerasan jalanan dengan pelaku anak pada September yang ditangani Polsek Tampan.


Mirisnya, sebanyak 28 kasus kekerasan tersebut merupakan kekerasan seksual. Termasuk, kasus kekerasan seksual pada anak berusia 13 tahun yang dicabuli oleh 2 pemuda dengan cara merayu dan memberikan uang di Kecamatan Limapuluh. Hal serupa juga terjadi di Kecamatan Tenayan Raya Pekanbaru, seorang ayah mencabuli anak tirinya yang masih berusia 9 tahun.

Dosen Psikologi UIN Suska Riau Ricca Anggraeini mengatakan, salah satu penyebab seseorang untuk melakukan tindak kekerasan tersebut adanya perilaku agresi. Yakni seseorang memiliki perasaan yang selalu marah atau bertindak kasar. Hal ini sering muncul ketika mengalami frustasi berat, yang menyebabkan kekerasan seperti memukul orang lain, menyakiti diri sendiri, hingga bisa membunuh orang lain.

Menurutnya kekerasan seksual yang terjadi pada anak merupakan suatu kondisi yang membuat anak-anak mendapatkan trauma pada fisik dan psikologis. Akibatnya anak akan merasa ketakutan terus menerus dengan keadaan cemas yang tinggi, hingga tidak percaya diri dan ketakutan pun timbul.

”Perihal sekarang banyak tekanan masyarakat yang terkait kekerasan pada anak, saya menyarankan pemerintah untuk membuat seperti penanganan multisistematik untuk masyarakat tentang cara memiliki mental yang sehat dan kuat,” ujarnya kepada Riau Pos, baru-baru ini.

Ricca menjelaskan, lingkungan pendidikan yang diberikan orang tua kepada anak harus bisa memahami kemampuan anak. Orang tua tidak boleh memaksanya dalam mendapatkan sesuatu yang tidak dapat anak-anak capai.

”Sebagai orang tua boleh memotiviasi anak dan menyarankan dengan baik, tetapi jangan membandingin kestandaran anak dengan anak orang lain, karena itu yang akan membuat mental anak menjadi lemah dan tidak lagi semangat,” jelas Ricca.

Sementara itu, anak-anak yang sudah pernah mendaatkan kekerasan ataupun belum, harus bisa mengendalikan emosi diri sendiri terlebih dahulu. Ini agar tidak menimbulkan sikap agresi yang nanti akan membahayakan orang lain ataupun membahayakan diri sendiri.

Bahkan Ricca berharap, anak-anak harus lebih diperhatikan. Terkhusus remaja saat ini agar bisa mengubah mindset pemikiran untuk mengendalikan diri dari sikap negatif.

”Saya berharap anak-anak lebih realistis memandang hidup dan mampu untuk meningkatkan rasa percaya diri, harga diri, menghargai orang lain, dan juga menjaga diri sendiri,” pungkasnya.(end)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook