PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Riau tahun ini mengalami peningkatan tajam dibanding tahun lalu. Bahkan kasus DBD di Riau telah menelan korban jiwa. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau, Zainal Arifin mengatakan, pihaknya menanggapi serius persoalan ini dan sudah menyurati Dinas Kesehatan kabupaten/kota untuk antisipasi DBD.
"Kami sudah surati Dinas Kesehatan di kabupaten/kota untuk menindaklanjuti persoalan ini disiapkan daerah. Tidak boleh dilalaikan, karena ini cukup berbahaya,"kata Zainal Arifin kepada Riau Pos, Senin (19/9).
Menurut Zainal, kasus DBD diprediksi akan ada peningkatan dalam beberapa bulan ke depan, terutama Oktober dan November 2022 mendatang. Pasalnya periode ini masih dalam musim hujan di Provinsi Riau.
"Kami sudah melakukan koordinasi dengan kabupaten/kota untuk antisipasi kenaikan tersebut dengan memberikan penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat tentang gerakan 3M, yakni menguras bak mandi, menimbun barang bekas, dan menutup tempat penampungan air yang berpotensi menjadi tempat bersarang nyamuk demam berdarah,"ujarnya.
Oleh karena itu, dikatakannya, pihak puskesmas juga harus konsisten untuk rutin lakukan pencegahan sebagai pihak yang terdekat dengan masyarakat. "Selain itu, fogging atau pengasapan itu sangat efektif. Yang penting jangan sampai ada telur dan jentik nyamuk karena mereka akan terus berkembang biak ketika ada potensi,"imbaunya.
Jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Riau tahun ini meningkat. Ini terlihat dari kasus yang terjadi selama periode Januari sampai Agustus tahun 2022, dibandingan dengan tahun 2021 pada periode yang sama. Pada tahun 2021, kasus DBD di Riau tercatat sebanyak 537 kasus. Sedangkan pada 2022 meningkat menjadi 1.353 kasus.
Pihaknya mencatat terjadi kenaikan jumlah pasien DBD pada setiap bulan, dari Januari sampai Agustus 2022 jika dibandingkan dengan tahun 2021. Pada Januari 2022 terdapat 263 kasus, sedangkan di tahun 2021 pada bulan yang sama hanya 65 kasus. Selanjutnya, perbandingan pada Februari 2022 terdapat 184 kasus, sementara di tahun 2021 hanya 61 kasus.
Sementara itu, pada Maret 2022 terdapat 134 kasus di Riau, sedangkan tahun 2021 hanya 74 kasus. Dan April 2022 terdapat 148 sedangkan tahun sebelumnya 91. Kemudian, perbandingan pada Mei 2022 terdapat 103 kasus, sedangkan tahun lalu 68 kasus. Selanjutnya, pada Juni tahun ini terdapat 189 kasus, sedangkan tahun lalu 79.
Pada Juli tahun ini terdapat 268 kasus, sedangkan tahun 2021 terdapat 57 kasus. Dan pada Agustus tahun ini terdapat 64 kasus sedangkan tahun lalu pada Agustus terdapat 42 kasus.
Peningkatan kasus DBD hampir di seluruh kabupaten/kota mencapai 75 persen pada tahun 2022 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya tahun 2021. Dari data tahun 2022 tersebut, daerah dengan tingkat kasus terjangkit DBD tertinggi adalah Kota Pekanbaru, dengan 560 kasus.
Selanjutnya diikuti Kampar 183 kasus, Siak 112 kasus, Dumai 73 kasus, Indragiri Hilir 54 kasus, Pelalawan 52 kasus, Bengkalis 51 kasus, Kuantan Singingi 47 kasus, Rokan Hulu 42 kasus, Rokan Hilir 41 kasus, Indragiri Hulu 25 kasus, dan Kepulauan Meranti 23 kasus.
Melihat tingginya kasus DBD di Pekanbaru, maka DPRD Pekanbaru meminta Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru untuk segera bersikap. Anggota Komisi III DPRD Kota Pekanbaru, H Ervan menegaskan supaya masalah DBD ini tidak dianggap sepele.
"Tentu ini harus menjadi perhatian bersama. Pemko harus segera mengambil sikap dan langkah-langkah penanggulangan, " kata Ervan kepada wartawan, Senin (19/9). ‘’Diharapkan dari jumlah kasus yang dilaporkan ini ada action ke tengah masyarakat. Lakukan pemetaan, analisa, dan action, " katanya lagi.
Disampaikannya, ketika sudah dipetakan daerah mana saja yang kasusnya tinggi maka perlu dilakukan koordinasi hingga ke puskesmas dan puskesmas pembantu dengan melibatkan perangkat RT/RW untuk dilakukan fogging.
"Langkah cepat bisa dilakukan fogging ke daerah yang tinggi kasus DBD- nya. Bertahap hingga ke daerah yang sedikit. Harapannya kasus ini bisa diatasi bersama-sama karena dampak DBD ini juga berbahaya bagi masyarakat,"tuturnya.
Tidak hanya itu, politisi Gerindra ini juga mengatakan, langkah selanjutnya ialah bagaimana cara pemerintah mengajak masyarakat untuk menggalakkan kebiasaan untuk bergotong royong. "Hal yang paling perlu digalakkan itu di tengah masyarakat kita adalah bagaimana bisa kembali menghidupkan budaya gotong royong, dan cinta terhadap lingkungan bersih,"tambah Ervan.
Gotong royong dengan melakukan 3 M, menguras, mengubur dan menutup sarang-sarang nyamuk. Cara ini dinilai masih ampuh untuk mengatasi DBD. Ditambah lagi, membersihkan lingkungan dari tumpukan sampah, mengaliri air yang tersumbat di drainase .
"Ini harus bersama-sama, apalagi saat ini merupakan musim penghujan pertumbuhan DBD sangat cepat bila kepedulian kita terhadap kebersihan lingkungan kurang baik, " sebutnya.
Untuk mengatasi DBD ini, Ervan menegaskan akan sangat hebat jika antara Pemko Pekanbaru dan masyarakat sama-sama bersinergi dan mempunyai keinginan yang sama. Misalkan membuang sampah pada tempatnya, dengan tetap peduli dengan penerapan 3M.
"Kalau hanya pemko saja, tentu tidak bisa. Begitu juga kalau hanya masyarakat saja, juga tidak bisa. Makanya harus terus bersinergi menjaga kebersihan dengan gotong royong ini, " tegasnya.
Paling tidak, diungkapkan Ervan, peduli dengan kebersihan lingkungan sendiri, setelah itu baru lingkungan dengan skala yang besar. "Jika masing-masing kita sudah peduli dengan lingkungan sendiri saja dulu, maka semua akan lebih mudah,"katanya.
Sementara itu, Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru bakal mengoptimalkan program pencegahan DBD yaitu, dengan mengoptimalkan kader jumantik. "Kita sudah memberi pelatihan kepada kader jumantik rumah tangga dan di sekolah,"papar Kepala Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, Zaini Rizaldy.
Zaini menyebut bahwa kader jumantik sudah tersebar di 15 kecamatan. Pihaknya juga rutin menyasar lingkungan yang terdapat kasus DBD dengan program fogging atau pengasapan. Untuk fogging, dinilainya bukan cara utama mencegah DBD.
Ia menyebutkan bahwa fogging hanya untuk membunuh nyamuk dewasa. "Bisa juga gunakan bubuk abate, nanti disebar di tempat penampungan air sesuai dosis. Ini bisa mencegah jentik nyamuk, masyarakat bisa mendapatkannya di puskesmas,"ujarnya.
Sementara itu, untuk mengantisipasi berkembangnya wabah penyakit DBD, Pemerintah Kabupaten Rokan Hulu Dinas Kesehatan Rohul meminta proaktif masyarakat di 16 kecamatan se-Kabupaten Rohul untuk melakukan upaya pencegahan dengan menjaga dan membersihkan lingkungan serta sarang nyamuk.
‘’Kita imbau kepada seluruh masyarakat di 16 kecamatan di Rohul untuk tetap waspada terhadap penyebaran dan gigitan nyamuk aedes aegypti yang dapat menyebabkan penyakit DBD di lingkungan tempat tinggalnya,’’ ungkap Kepala Dinas Kesehatan Rohul dr Bambang Triono melalui Sekretarisnya drg Septin Asmarwiati MKes kepada Riau Pos, Senin (19/9).
Menurutnya, Dinas Kesehatan Rohul menginstruksikan seluruh kepala puskesmas se-Kabupaten Rohul untuk dapat melakukan pemantauan, penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat terhadap antisipasi dini penyebaran wabah DBD di wilayah kerjanya masing-masing dengan bergerak cepat melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN).
Dia juga mengimbau kepada masyarakat harus waspada dan antisipasi dini dengan melakukan gotong royong membersihkan perkarangan di lingkungan rumah, drainase. Karena lingkungan yang bersih, dapat terhindar dari berbagai penyakit, dengan selalu menerapkan pola hidup bersih dah sehat (PHBS).
’’Kita imbau kepala desa, lurah se-Rohul untuk menggalakan kegiatan gotong royong massal di daerahnya dalam rangka membersihkan lingkungan, antisipasi agar tidak berkembang sarang nyamuk aedes aegypti dan melakukan gerakan 3 M plus. Bila prinsip itu dilaksanakan, maka dapat terhindar dari penyakit DBD,’’ tuturnya.
Dijelaskannya, masyarakat tetap waspada dini mengantisipasi penyebaran nyamuk aedes aegypti di daerahnya, yakni dengan melaksanakan gerakan 3 M plus yakni menguras (bak mandi), mengubur (barang-barang bekas) dan menutup serta menaburkan bubuk abate sekaligus memasang kasa nyamuk di rumah.
’’Jadi antisipasi agar tidak berkembangnya wabah DBD, tak hanya bisa dengan fogging (pengasapan) . Di sini perlu kerja sama dan peran aktif masyarakat untuk bersama-sama memberantas sarang nyamuk yang menyebarkan virus DBD di lingkungannya dengan selalu menjaga kebersihan lingkungan di tempat tinggalnya’’ katanya.
Ditegaskannya, jika ada anak atau balita yang mengalami demam tinggi yang berlangsung 3-5 hari maka segera diperiksa ke puskesmas terdekat. Jika nantinya dari hasil diagnosa ternyata positif terkena DBD, bisa ditolong lebih cepat. Berdasarkan data Dinas kesehatan Rohul, terhitung Januari hingga Agustus 2022, terdapat 151 kasus DBD. Dari jumlah kasus tersebut 6 orang meninggal dunia.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kapaten Kepulauan Meranti M Fahri melalui Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Zulham mengatakan terjadi sedikit perbedaan dari data yang dilansir oleh Pemprov Riau terkait kasus DBD di Meranti. "Itu yang saya tidak tahu.D ata kami itu 19 kasus bukan 23 kasus. Tapi saya akan cek kembali ke jajaran,"ungkapnya.
Dikatannya, 19 kasus hingga Agustus 2022 ini tersebar di sembilan kecamatan di Kepulauan Meranti sehingga belum tergolong kejadian luar biasa (KLB). "Setiap penderita tidak terjadi di suatu titik tertentu, melainkan tersebar di beberapa kelurahan yang dinilai endemis. Menyebar, tidak di satu titik,"ujarnya.
Untuk pencegahan DBD yang terpenting adalah perubahan perilaku dari masyarakat, terutama patuh akan PHBS atau perilaku hidup bersih dan sehat. "Tentunya kami terus mengimbau untuk menjaga kebersihan lingkungannya. Jangan sampai ada jentik nyamuk dan dicek berkala. Terapkan juga 3M plus, mulai dari menguras, menutup dan mendaur ulang,"pesannya.(sol/gus/epp/wir)