PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Riau tahun ini meningkat. Ini terlihat dari kasus yang terjadi selama periode Januari sampai Agustus tahun 2022, dibandingkan dengan tahun 2021 pada periode yang sama. Pada tahun 2021, kasus DBD di Riau tercatat sebanyak 537 kasus. Sedangkan pada 2022 meningkat menjadi 1.353 kasus.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau, Zainal Arifin melalui Kabid Pencegahan Pengendalian Penyakit Diskes Riau Ridwan mengatakan, pihaknya mencatat terjadi kenaikan jumlah pasien DBD pada setiap bulan, dari Januari sampai Agustus 2022 jika dibandingkan dengan tahun 2021.
"Pada Januari 2022 terdapat 263 kasus, sedangkan di tahun 2021 pada bulan yang sama hanya 65 kasus. Selanjutnya, perbandingan pada Februari 2022 terdapat 184 kasus, sementara di tahun 2021 hanya 61 kasus," katanya, Ahad (18/9).
Sementara itu, pada Maret 2022 terdapat 134 kasus di Riau, sedangkan tahun 2021 hanya 74 kasus. Dan April 2022 terdapat 148 sedangkan tahun sebelumnya 91. Kemudian, perbandingan pada Mei 2022 terdapat 103 kasus, sedangkan tahun lalu 68 kasus. Selanjutnya, pada Juni tahun ini terdapat 189 kasus, sedangkan tahun lalu 79.
"Pada Juli tahun ini terdapat 268 kasus, sedangkan tahun 2021 terdapat 57 kasus. Dan pada Agustus tahun ini terdapat 64 kasus sedangkan tahun lalu pada Agustus terdapat 42 kasus," ujarnya.
Lebih lanjut dikatakannya, bahwa diperkirakan akan terjadi peningkatan kasus DBD yang akan dimulai pada Oktober 2022 mendatang. Namun demikian, jumlah kasus DBD di Provinsi Riau pada Januari sampai Agustus masih berada di bawah garis maksimal kasus DBD. Kemudian, peningkatan kasus DBD hampir di seluruh kabupaten/kota mencapai 75 persen pada tahun 2022 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya tahun 2021.
"Kita tetap ingatkan kepada masyarakat untuk menjaga pola hidup bersih, sehat dan menjaga pola makan dan hidup sehat agar terhindar dari DBD," ajaknya.
Dipaparkan Ridwan, dari data tahun 2022 tersebut, daerah dengan tingkat kasus terjangkit DBD tertinggi adalah Kota Pekanbaru, dengan 560 kasus. Selanjutnya diikuti oleh Kabupaten Kampar dengan 183 kasus. Kemudian, Rokan Hulu dengan 142 kasus. Kemudian Siak dengan 112 kasus.
"Di Pelalawan ada 52 kasus, Indragiri Hulu 25 kasus, dan dan Kuansing 47 kasus. Indragiri Hilir 54 kasus, Bengkalis 51 orang, dan Dumai 73 kasus. Sementara Rohil 41 kasus. Dan yang paling rendah adalah Meranti dengan 23 kasus," paparnya.
Dalam kesempatan tersebut, Ridwan juga menyampaikan bahwa untuk mencegah penyebaran penyakit DBD, menurutnya bisa dilakukan dengan cara kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) mulai dari lingkungan rumah masing-masing. Kegiatan PSN harus difokuskan pada tempat-tempat yang disukai nyamuk aedes aegypti tersebut.
"Kegiatan PSN harus difokuskan pada genangan air yang tidak bersentuhan dengan tanah secara langsung. Seperti misalnya bak kamar mandi, tempat penampungan air, air pembuangan kulkas tempat minum burung, pot bunga, dispenser air minum (wadah limpahan airnya), atau barang bekas di sekitar rumah," katanya.
Pada tempat-tempat tersebut, hendaknya dapat dipastikan tidak terdapat jentik nyamuk. Karena satu jentik nyamuk betina, dalam 12-14 hari akan berubah jadi nyamuk dewasa.
Dan satu nyamuk betina dewasa sekali bertelur bisa mencapai 100-150 butir telur.
"Dalam masa hidup nyamuk betina dewasa berkisar satu bulan, bisa bertelur hingga lebih kurang empat kali. Jadi bisa dibayangkan satu nyamuk betina bisa bertelur hingga 600 telur sebulan. Jadi jika melihat ada jentik berarti kita terancam demam bisa," ujarnya.(sol)