Pekanbaru Tertinggi, Perlu Langkah Cepat dan Kesadaran Masyarakat

Pekanbaru | Sabtu, 17 Juni 2023 - 11:20 WIB

Pekanbaru Tertinggi, Perlu Langkah Cepat dan Kesadaran Masyarakat
GRAFIS (DOK RIAUPOS.CO)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Penyakit Tuberculosis (TBC) sudah lama ada. Meski sudah ada pengobatan khusus untuk pasien TBC, namun hingga saat ini kasus TBC masih tinggi di Kota Pekanbaru. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Riau 2022, Pekanbaru menempati posisi teratas dari 12 kabupaten/kota di Riau, dengan 3.887 kasus.

Rekor buruk ini bisa saja bertambah jika Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru terlambat melakukan langkah antisipasi dan kurangnya kesadaran masyarakat Pekanbaru terhadap bahaya TBC. Hal ini bisa terlihat dari jumlah kasus TBC masih tinggi tahun ini. Bahkan, hingga Juni tahun ini tercatat sudah 1.595 kasus muncul di Kota Bertuah.


Secara rinci, pasien baru dengan penyakit TB paru terkonfirmasi. baik anak-anak hingga dewasa berkisar 1.207 orang, pasien kambuh ada 29 orang, pasien riwayat pengobatan 17 orang, dan  pasien yang tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya berkisar 342 orang.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru dr Zaini Siragih melalui Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dr David mengatakan dari 3.887 kasus TBC yang terdata di tahun 2022, kasus kematian akibat TBC di Pekanbaru tercatat 130 pasien. "Biasanya yang meninggal tersebut disertai penyakit penyerta yang memperparah penyakit TBC," ujarnya.

Untuk kesembuhan dan keberhasilan pengobatan pasien TBC tahun 2022, tercatat mencapai 91,12 persen. Persentase ini melampaui dari target dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yakni 90 persen. Sedangkan di tahun 2021, dari 2.870 kasus yang terjadi, dan keberhasilan pengobatan mencapai 2.614 orang.

David menjelaskan langkah pengobatan yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru adalah melakukan penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat. Hal ini dilakukan bersama pihak promkes dan puskesmas.

Namun, jika ada masyarakat yang memiliki gejala TBC maka dilakukan pemeriksaan tes cepat molekuler (TCM) yang diperiksa melalui dahak. Jika posisif, maka akan dilakukan pengobatan di puskesmas dan rumah sakit yang kini sudah melakukan kerja sama dengan pemerintah.

"Ada 29 rumah sakit yang sudah memiliki layanan untuk penanganan TBC. Bahkan ada sembilan alat pemeriksaan kesehatan untuk TBC yang tersebar di puskesmas dan rumah sakit daerah di Kota Pekanbaru," katanya.

Namun, diakui David, ada kendala yang terjadi di lapangan sehingga menyebabkan kasus TBC di Kota Pekanbaru meningkat, yakni adanya masyarakat yang merasa malu dengan penyakit TBC yang dideritanya. Bahkan keluarga yang sudah terkontaminasi bakteri tersebut juga enggan melakukan pemeriksaan kesehatan.

‘‘Kami sering menemukan masyarakat yang sudah terkontaminasi dengan pasien TBC enggan melakukan pemeriksaan kesehatan. Kami sudah lakukan pendekatan secara hati-hati tapi tetap saja mereka masih merasa malu," ujarnya.

Selain itu tidak konsistennya pasien TBC untuk mengonsumsi obat-obatan yang diberikan juga menyebabkan penyakit menular ini sulit untuk dilakukan pengobatan. "Bahkan pasien TBC sendiri yang seharusnya rutin mengonsumsi obat-obatan selama 6 bulan hingga 1 tahun juga banyak yang merasa sudah sembuh setelah minum beberapa obat saja. Padahal pengobatannya harus dilakukan dengan berjangka dan konsisten," ucapnya.

Pihaknya juga mengimbau kepada masyarakat agar jangan takut jika memiliki penyakit TBC dan segeralah melakukan pengecekan kesehatan di fasilitas yang tersedia. Pasalnya, baik puskesmas maupun rumah sakit di Pekanbaru semua pelayanan kesehatan sudah lengkap. Hal ini dapat membantu proses penyembuhan dengan cepat.

"Nggak usah malu jika merasa ada gejala. Lakukan pemeriksaan kesehatan karena pemerintah akan selalu ada untuk mendampingi masyarakat. Saat ini fasilitas kesehatan dan pemeriksaan TBC di puskesmas sudah lengkap dan tidak dipungut biaya," tegasnya

Dikatakan David, setiap rumah sakit dan puskesmas di Kota Pekanbaru secara rutin melakukan pelaporan terhadap kasus TBC tersebut yang dilakukan secara online sehingga dapat terkoneksi dari provinsi hingga ke kementerian kesehatan.

Sementara itu, Direktur Utama (Dirut) RSD Madani Pekanbaru, dr Arnaldo Eka Putra mengatakan, TBC adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Sifat bakteri ini bertumbuh cepat kalau di ruangan tertutup. "Jadi, di rumah sakit, tuberkulosis paru tentu kita saring dulu dengan pemeriksaan dahak pada pagi, siang, dan sore. Dilakukan pemeriksaan itu sebanyak tiga kali," ujar dr Arnaldo Eka Putra, Ahad (11/6).

Selanjutnya,  dilakukan pemeriksaan apakah di dahak tersebut ada kuman dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiologi (ronsen). Kemudian pada pemeriksaan fisiknya, orang yang menderita TBC cenderung sering batuk yang tidak sembuh-sembuh disertai batuk darah, berkeringat pada malam hari, dan penurunan berat badan yang jauh drastis.


Ketika diagnosanya sudah tegak atau positif maka mulai dilakukan terapi. Tapi ini tergantung juga apakah tuberculosis paru atau tuberculosis ekstra paru. Karena ada juga tuberculosis ekstra paru seperti tuberculosis tulang. Untuk penanganannya berbeda. Kalau tuberculosis paru itu biasanya 6 bulan pengobatannya dan tidak boleh terputus. Tapi kalau di luar tuberculosis paru, pengobatannya bisa satu 1 tahun.

"Setelah mendapatkan data apakah itu tuberculosis paru atau tuberculosis ekstra paru, maka nanti bisa kita kirim ke puskesmas untuk melanjutkan penanganannya atau pengobatannya. Karena di puskesmas ada program tuberculosis," terangnya. "Jika ditemukan ada pasien yang mengalami penyakit tuberculosis itu langsung ditangani atau dikonsultasikan ke spesialisnya," tambahnya.

Sementara itu, Kepala Puskesmas Sapta Taruna, Kelurahan Tangkerang Utara, Kecamatan Bukit Raya, Yuhendri mengatakan, pihaknya melayani pengobatan tuberculosis karena merupakan program nasional.

"Untuk di Puskesmas Sapta Taruna, penemuan dan pengobatan pasien TBC untuk tahun 2022 berjumlah 34 kasus, sementara untuk tahun 2023 per bulan Juni ini ditemukan 14 orang pasien terkonfirmasi TBC," ujar Yuhendri.

Dijelaskannya, puskesmas melayani setiap pasien dari sebagai terduga (diantaranya pernah kontak orang TB+, batuk > 2 pekan, BB turun) di poli rawat jalan, sampai dilakukan pemeriksaan diagnostik dengan melakukan TCM ( tes cepat molekuler). Dan apabila hasil diagnostik positif maka dilakukan pengobatan pada pasien TBC yang terkonfirmasi bakteriologis, ataupun yang dirujuk oleh rumah sakit.

Lebih lanjut dijelaskannya, pengobatan yang diberikan sesuai dengan standar pengobatan yang sudah disediakan pemerintah, berupa FDC kategori 1, FDC anak, Lupin dan obat-obatan khusus pasien TB MDR.

"Untuk menekan angka TB, puskesmas gencar melakukan penyuluhan ke masyarakat serta penjaringan ke masyarakat, terutama di tempat yang menjadi kantong-kantong TBC dan tempat-tempat yang memang mempunyai indeks kasus di tempat tersebut," jelasnya.

Agar terhindar dari penyakit TBC,  Yuhendri mengimbau masyarakat untuk menjaga pola hidup sehat, jaga sanitasi lingkungan, dan ventilasi udara di setiap rumah-rumah warga diperhatikan. Jika batuk wajib menggunakan masker dan jika batuk lebih dari 2 pekan segera lakukan pemeriksaan serta pengobatan ke puskesmas," ujarnya.

"Untuk anggota keluarga yang berkontak dengan pasien TBC segera memeriksakan dahaknya agar di ketahui tertular TBC atau tidak. Jangan malu bila sudah terdiagnosa TBC dan melakukan pengobatan karena TBC bisa diobati sampai sembuh dan di puskesmas tersedia obat-obat TBC secara cuma-cuma," tambah.

Dorong Pemko Gencar Sosialisasi Pencegahan

Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Kota Pekanbaru Aidil Amri menyoroti kasus TBC yang tinggi di Pekanbaru. Politikus Partai Demokrat ini pun meminta Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru untuk bersikap dan melibatkan masyarakat melawan bahaya TBC ini.

"Kami belum tahu persis terbanyak dalam segi apa kasus TBC Pekanbaru. Namun apapun itu, kita mendorong Pemko Pekanabru untuk gencar melakukan sosialisai pencegahan supaya kasus ini dan penyebarannya dapat dieliminasi dari Pekanbaru, maupun Riau," ujar Aidil Amri, Ahad (11/6). "Yang saya tahu untuk penyakit TB ini pengobatannya harus benar-benar tepat," tambahnya.

Menurut Amri, hal penting yang harus disosialisasikan itu ialah menerapkan pola hidup sehat, seperti yang sudah dilakukan saat menangkal Covid-19, seperti olahraga, sering-sering cuci tangan, bila alami kondisi lemah atau drop sebaiknya tidak keluar rumah.

Disampaikannya lagi, dari informasi didapatnya, pemerintah sudah menegaskan untuk menuju eliminasi tuberculosis di Indonesia pada tahun 2030 seperti yang telah diamanatkan dalam RPJMN 2020-2024 dan Strategi Pembangunan Kesehatan Nasional 2020-2024. Hal ini dapat dicapai dengan saling menguatkan pusat hingga daerah.

"Kami dari Komisi III tentu sangat mendukung penguatan komitmen itu dari pusat hingga daerah. Optimalisasi upaya promosi dan pencegahan, pemberian pengobatan pencegahan tuberculosis dan pengendalian infeksi. Ini harus betul-betul dijalankan," paparnya.

Tentu untuk mengatasi masalah TBC ini Pemko Pekanbaru tidak bisa sendiri. Harus dibantu juga oleh kelompok-kelompok komunitas, mitra dan multisektor lainnya. "Ini sangat penting, mencegah lebih baik dari mengobati itu paling hebat, dan kita tidak boleh lengah, harus punya komitmen bersama-sama," tutur Aidil Amri.(ayi/dof/gus/das)

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook