RIAUPOS.CO - Puluhan masyarakat yang terdiri dari gabungan organisasi masyarakat (ormas) Askar Melayu Riau dan simpatisan putra daerah tampak sibuk berdiri di depan gapura setengah jadi yang berada tepat di depan Jalan Karet atau Jalan Leimena. Dengan wajah marah, mereka menyegel gapura tersebut untuk sementara waktu, Kamis (15/10). Mereka menutup akses agar pengerjaan gapura tak dilanjutkan.
Kemarahan ormas ini didasari dari desain pembangunan gapura yang dinilai tidak memiliki unsur Melayu Riau. Seperti dilihat, gapura dibangun dengan nuansa etnis Tionghoa yang begitu kental dengan berbagai ukiran dan ornamennya. Hal tersebut dinilai ormas dan simpatisan putra daerah melayu tidak menjunjung marwah Melayu sebagai tempat gapura didirikan.
Dikatakan Ketua Ormas Askar Melayu Riau, Zul Alis yang ikut menyegel gapura, mereka menolak adanya pembangunan gapura dengan etnis Tionghoa di tanah Melayu. Hal tersebut sebelumnya juga sudah dibacarakan dengan ketua himpunan masyarakat Tionghoa yang bermukim di Jalan Karet.
”Beberapa waktu lalu, kami sempat duduk bersama dengan ketua masyarakat Tionghoa membicarakan masalah desain gapura. Tokoh budayawan Melayu, alm Tennas Effendi pun turut memberikan masukan tentang desain yang harus ada unsur Melayu. Saat itu, pihak Tionghoa mengaku akan mengikuti keputusan dengan mengganti ornamen gapura dengan ornamen khas Melayu. Namun, hingga hari ini tak kunjung diindahkan,” ujarnya kepada Riau Pos.
Mereka juga sudah melaporkan peristiwa tersebut kepada Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau. Menurut Zul Alis, LAM Riau hanya memberi janji untuk merombak gapura tersebut. Namun, tak kunjung ada tindakan nyata. Ia menilai upaya penyelesaian masalah tersebut diulur-ulur oleh pihak LAM Riau sendiri.
Berangkat dari kekecewaan tersebut, ia dan ormas serta masyarakat berinisiatif untuk menyegel gapura. Mereka tak ingin marwah melayu luntur dan tergerus oleh etnis lain.
”Jika kita biarkan gapura dengan ornamen Tionghoa ini tetap berdiri, lambat laun bukan tidak mungkin etnis lain diluar melayu ikut-ikutan melakukan hal yang sama. Jika sudah begitu, tidak ada lagi yang namanya sentuhan melayu dinegeri sendiri. Tidak ada lagi pepatah dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung,” tegas Zul Alis kepada Riau Pos, Kamis (15/10).
Ia dan masyarakat Melayu lainnya yang tergabung dalam aksi penyegelan mengaku kecewa dengan tindakan oknum pengurus LAM Riau yang tidak tegas menanggapi hal yang dinilai melunturkan marwah melayu tersebut. Pasalnya, polemik ini sudah mencual sekitar dua tahun lalu. Namun, masih belum ada titik terang hingga hari ini.(cr3/yls)