APBD Riau 2019 Tak "Sehat"

Pekanbaru | Senin, 15 April 2019 - 10:00 WIB

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau, menyebut bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Riau tahun 2019 tidak ”sehat”. Pasalnya, sekitar 55 persen atau Rp5,07 triliun dari APBD Riau 2019 yang berjumlah Rp9,17 triliun dialokasikan untuk belanja tidak langsung yang tidak berkaitan langsung dengan kesejahteraan masyarakat.

Deputi Fitra Riau, Tarmizi mengatakan, APBD Provinsi Riau 2019 dikatakan tidak ”sehat” karena lebih dari separuh APBD tersebut, digunakan untuk pembiayaan gaji pegawai, hibah, bantuan sosial, bagi hasil, dan bantuan keuangan kepada kabupaten/kota dan desa, serta belanja tidak terduga atau yang masuk pada kategori belanja tidak langsung.

Baca Juga :Dirikan Tenda Tanggap Darurat di Wilayah Banjir

‘’Melihat postur anggaaran yang seperti itu, bisa kita katakan tidak ”sehat”. Karena idealnya, belanja langsung lah yang mendapatkan porsi lebih besar. Sedangkan, faktanya di belanja tidak langsung yang lebih besar. Dan yang paling banyak itu untuk belanja pegawai atau gaji pegawai,” katanya.

Lebih lanjut dikatakannya, jika melihat postur anggaaran 2019, pihaknya menilai Pemerintah Provinsi Riau belum memprioritaskan anggaran untuk perbaikan-perbaikan yang berkaitan dengan kepentingan publik. Salah satu contohnya yakni untuk pendidikan.

‘’Kalau berbicara pendidikan, memang secara porsi sudah sesuai aturan yakni 20 persen dari APBD. Namun dengan anggaran sebesar itu belum mencakup semua keperluan sekolah, termasuk juga kesejahteraan guru-guru honorer provinsi yang ada di kabupaten/kota di Riau,” sebutnya.

Untuk di bidang kesehatan, menurut Tarmizi juga masih jauh dari kata layak, pasalnya para pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan di Riau juga masih banyak antre untuk ditangani. Selain itu, obat yang diberikan juga belum mencukupi.

‘’Harusnya upaya-upaya belanja pemerintah itu diarahkan untuk kepentingan publik seperti itu yang masuk dalam belanja langsung, bukan pada belanja tidak langsung yang didalamnya banyak untuk belanja pegawai,” ujarnya.

Khusus untuk belanja pegawai tersebut, Tarmizi mempertanyakan apakah kebijakan single sallary sudah diterapkan sepenuhnya oleh pemerintah provinsi Riau. Karena kalau sudah diterapkan, seharusnya tidak memperbesar gaji pokok atau tambahan penghasilan pegawai.

‘’Kami melihatnya di tambahan penghasilan ini yang diperbesar. Seolah-olah menjalankan single sallary tapi ditambahan penghasilannya yang diperbesar,” katanya.

Dari catatan Fitra, besaran belanja pegawai pada APBD 2019 sebesar Rp2 triliun lebih atau setara dengan biaya pendidikan. Karena itu, pihaknya menilai tambahan penghasilan pegawai di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau cukup besar, bahkan untuk sekelas sekretaris daerah bisa mendapatkan tambahan penghasilan hampir Rp70 juta.

‘’Yang membuat para PNS semakin banyak penghasilannya yakni pada belanja tidak langsung, selain mendapatkan gaji pokok dan tunjangan, mereka juga dapat tambahan penghasilan. Pada APBD 2019 ini gaji dan tunjangan dianggarkan Rp1,5 triliun, tambahan penghasilan pegawai Rp 732,7 miliar,” paparnya.

Sementara itu, Gubernur Riau Syamuar saat dikonfirmasi perihal ketimpangan anggaran tersebut mengatakan, ia tidak memahami postur APBD tahun 2019. Pasalnya, ia tidak ikut bekerja menyusun APBD 2019 tersebut.

‘’Kami belum memahami itu, karena memang kami belum bekerja. Tahun depan lah baru kami tahu, karena APBD 2019 inikan produk yang lama (pemerintah sebelumnya, red),” sebutnya.(izl)

(Laporan SOLEH SAPUTRA, Pekanbaru)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook