Sekolah Jangan Paksa Murid Bayar Sumbangan

Pekanbaru | Kamis, 14 Maret 2019 - 13:04 WIB

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Komisi V DPRD Riau menyesalkan masih adanya sekolah yang memaksakan wali murid untuk membayar sumbangan. Padahal, jika ingin melakukan pembangunan, pihak sekolah bisa menggunakan dana bantuan operasional sekolah (BOS) maupun BOS daerah. Sehingga yang dibebankan ke wali murid betul-betul bersifat wajib. Seperti kebutuhan guru honorer.

Hal itu disampaikan Ketua Komisi V DPRD Riau Aherson, Rabu (13/3). Kata dia, masyarakat sampai saat ini masih khawatir dengan sumbangan sekolah yang diwajibkan. Padahal sesuai dengan Permendikbud No.75, Sumbangan Sekolah Tidak Bersifat Wajib.

“Kalau ditanya boleh, boleh. Tapi yang namanya sumbangan tentu tidak wajib. Tidak mengikat dan tidak ditentukan berapa jumlahnya,” sebut Aherson.
Baca Juga :Pengadaan Mebel Dua Sekolah Dilanjutkan Tahun Depan

Ia merincikan ada dua bentuk biaya yang boleh dibebankan kepada wali murid. Pertama iuran. Di mana iuran tersebut bisa bersifat mengikat. Bila dimintakan tidak boleh digunakan untuk hal-hal yang bersifat membangun. Seperti penambahan keramik, pembangunan musala, toilet atau bahkan air conditioner (AC). Iuran yang dibebankan oleh sekolah boleh digunakan untuk membayar gaji guru honorer.

 “Misalnya guru matematika cuma 1. Kemudian ditambah menjadi 2. Biaya atau gaji guru honorer itu boleh digunakan dari iuran. Sedangkan untuk pembangunan itu boleh dipungut dengan metode sumbangan. Yang namanya sumbangan jelas tidak mengikat. Baik dari segi jumlah atau rutinitas sumbangan,” jelas Aherson 

Sejauh ini, lanjut Politisi Demokrat itu, yang terjadi sumbangan dan iuran oleh pihak sekolah dicampuradukkan. Bahkan ada wali murid yang mengadu bahwa sekolah mewajibkan pembayaran sumbangan Rp300 per bulan. Ia pun mempertanyakan sumbangan seperti itu. Karena bisa berpotensi permasalahan dengan hukum.

  “Ada sekolah yang muridnya 3 ribu orang mewajibkan sumbangan Rp300 ribu per bulan. Bisa mencapai Rp900 juta sumbangan tiap bulan. Itu buat apa sebanyak itu?” tanyanya heran.

Selain ketidaktahuan pihak sekolah, pihaknya juga menyayangkan Dinas Pendidikan (Disdik) yang selama ini tidak membuat perencanaan kebutuhan sekolah. Harusnya perencanaan tersebut dibuat oleh Disdik. Namun yang terjadi selama ini, yang membuat perencanaan kebutuhan sekolah adalah pihak sekolah sendiri. Sehingga terkadang kebutuhan yang seharusnya tidak patut dimasukan, tetap ada. 

“Makanya kami dewan tidak menyalahkan siapa-siapa. Tapi kami tetap harus menjalankan peran dan fungsi kami sebagai pengawas. Maka nanti akan kita lakukan evaluasi secara maraton dan lebih komprehensif untuk mencari solusi atas masalah ini,” tuntasnya.(nda)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook