KOTA (RIAUPOS.CO) -- Pinjaman online (pinjol) berbasis teknologi memudahkan orang bertransaksi. Layanan pinjam meminjam dapat dengan mudah dilaksanakan. Hanya bermodalkan telepon pintar, para calon nasabah dapat mengajukan pinjaman dengan bukti KTP. Nasabah pun tidak perlu menunggu lama proses pencairan dana ke rekening, namun di balik kemudahan tersebut, terdapat berbagai permasalahan yang dialami oleh nasabah.
Permasalahan kerap muncul saat nasabah telat atau tidak membayar pinjaman. Membayar tagihan pinjaman memanglah kewajiban yang harus dilaksanakan nasabah, namun bermacam cara dilakukan oleh perusahaan pinjol untuk menagih pembayaran kepada nasabah sehingga melanggar HAM dan bertentangan dengan hukum.
Disampaikan Direktur LBH Pekanbaru Aditia Bagus Santoso, sampai saat ini sudah ada sembilan pelapor yang telah mengadukan permasalahannya terkait pelanggaran hukum yang dilakukan oleh perusahaan pinjol. Kesembilan orang ini mewakili puluhan orang yang tergabung dalam beberapa grup whatsapp korban pinjol di Riau.
“Berdasarkan pengaduan tersebut pelanggaran yang mereka rasakan memiliki beberapa persamaan temuan awal yang kami identifikasi seperti tiap nasabah memiliki paling sedikit delapan aplikasi pinjol. Potongan di awal yang besar berkisar 15 persen hingga 40 persen, jangka waktu pengembalian yang singkat berkisar 3-7 hari, bunga pinjaman yang tinggi. Maka hal di atas yang menjadikan nasabah pinjol terjerat masalah selanjutnya dan berputar-putar di pusaran dan lilitan utang pinjol,” jelasnya.
Kemudian, katanya, penagihan dengan berbagai cara yakni mempermalukan, memaki, mengancam, memfitnah dan melakukan pelecehan seksual. Penagihan tanpa kenal waktu seperti penagihan tengah malam atau subuh hari. Penagihan dilakukan kepada seluruh nomor kontak yang ada di ponsel konsumen/peminjam (kepada rekan kerja, keluarga, pacar, mertua, dan orang terdekat lain) yang berarti perusahaan pinjol telah mengakses ke kontak konsumen/peminjam dan menggunakannya tanpa izin nasabah.
Penagihan lainnya antara lain, pengambilan data pribadi (kontak, foto, video dan dokumen lainnya) di smartphone nasabah. Alamat kantor perusahaan pinjol pun tidak jelas. Nomor pengaduan perusahaan pinjol yang tidak selalu tersedia. “Beberapa perusahaan pinjol belum terdaftar dan berizin dari OJK. Aplikasi pinjol yang berganti nama tanpa pemberitahuan kepada konsumen atau peminjam selama berhari-hari, namun bunga pinjaman selama proses perubahan nama tersebut terus berjalan,” jelasnya.
Kejadian tersebut menjadikan LBH Pekanbaru berinisiatif membuka posko pengaduan terkait dengan layanan pinjaman online yang terjadi di Riau. Posko berlokasi di Kantor LBH Pekanbaru. Posko tersebut dibuka atas banyaknya korban pinjol yang datang mengadu ke LBH Pekanbaru.(*3/jrr)
(Laporan MARRIO KISAZ, Kota)