‘‘Sebab kami ingin ada generasi muda yang betul-betul memiliki skill di perajin. Sebenarnya ada banyak yang ingin melamar pekerjaan di sini. Namun, keahliannya belum ada. Jadi jika pemerintah membuat pelatihan jangan hanya formalitas namun juga harus bermitra,” pintanya.
Terpisah, perajin rotan lainnya, Edi, sudah mendirikan usaha sejak 2007. Ia memilih usah rotan karena sesuai keahliannya. “Rotan itu unik. Selain itu juga bisa memanfaatkan hasil alam,” ucap pemilik usaha rotan Kirana.
Di tempat Edi pun turut serta menyediakan jasa servis. Servis tergantung dari kerusakan. Biasanya Rp1,5 juta untuk satu set kursi tamu. Namun tidak menutup kemungkinan harga tersebut bisa lebih tinggi atau lebih rendah.
Edi menjelaskan untuk yang paling banyak diminati pembeli itu kursi kuda, kursi teras (meja satu, kursi dua) , kursi goyang dan tudung saji. “Kursi tamu baru pas lebaran, paling tidak satu minggu sekali,” jelasnya.
Sementara yang sering dipesan dari dalam maupun luar kota, tempat buah untuk hantaran. Kalau puasa parsel paling banyak. Untuk omset per bulan, Edi bisa mendapatkan uang sebesar Rp25 juta. Sementara saat Idul Fitri atau puasa bisa mencapai Rp50 juta. Kalau per hari Rp2 juta.
Di tempat Edi berjualan pemesanan bisa disesuaikan. Misalnya untuk kursi kuda atau kuda-kudaan bisa disesuaikan dengan postur badan si anak. Di tempat perajin ini terdapat 10 pekerja di antaranya bagian penganyaman, perakitan dan pengecatan. Dalam sehari pekerja bisa menganyam dan merakit 50 tempat buah. Kemudian untuk kursi satu set bisa 7-10 hari. (lin/*3)