Tiga bulan menjelang berakhir tahun 2022 adalah saat di mana para pelaku bisnis, pelaku usaha, pengamat hingga pemerhati usaha terlebih di bidang jasa mulai melakukan reevaluasi untuk mengoreksi terhadap operasional usaha, agar bisa mengejar ketertinggalan ataupun mempersiapkan strategi tahun depan dengan konstruksi bisnis baru, sebagai semangat bukan hanya mempertahankan produktivitas untuk membantu terpenuhinya kebutuhan masyarakat, tetapi lebih kepada kemampuan mensejahterakan.
Pariwisata di tahun 2022, khususnya pada semester pertama cukup mengalami gairah. Hal ini karena keberhasilan vaksinasi sehingga epidemi Covid-19 bergeser menjadi pandemi sebagai tanda akan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan yang membaik. Dengan dibarengi membaiknya kegiatan perekonomian tak terkecuali, maka keperluan orang berwisata juga meningkat sehingga perekonomian masyarakat juga menggeliat. Terbukti pada kedua triwulan pertama dirasakan pascatahun baru dan triwulan kedua di semester pertama pascalebaran telah mendongkrak kunjungan hingga mencapai 70 persen dibandingkan pencapaian tahun 2019.
Sedangkan pada semester kedua perkembangan pariwisata cenderung stagnan, sedikit mengalami pluktuasi khususnya mulai di bulan Agustus atau triwulan ketiga. Hal ini adanya keterkejutan masyarakat karena kenaikan BBM, sehingga masyarakat perlu penyelesaian secara psikologis, sosial dan ekonomi.
Tentunya sebagai pelaku usaha, situasi seperti ini adalah suatu PR yang harus dicarikan solusi mengingat beberapa saat lagi, dua dari tiga bulan terakhir ini Oktober, November dan Desember adalah penentu akhir pertumbuhan, meski hanya berharap di iven akhir tahun, dua bulan ini akan menjadi penting, di mana semua elemen berkonsentrasi menunjukkan kinerjanya. Oleh karena itu menjalani waktu sudah seharusnya dibarengi dengan kiat kita yang mampu mencari celah guna menemukan energi baru untuk ke depannya.
Sektor pariwisata sangat berharap banyak kepada penyelenggaraan iven-iven, tentunya hal ini akan mampu mendongkrak pertumbuhan pariwisata di bulan terakhir, dikarenakan iven tahun baru yang merupakan kontes sosial yang akan menjadi harapan banyak bagi para pelaku pariwisata. Pada posisi seperti ini para pimpinan perusahaan, para pelaku bisnis, pelaku usaha pada banyak level akan banyak melakukan kajian-kajian di tengah hiruk pikuk berbagai kecemasan terhadap kemampuan masyarakat. Apakah tetap akan beraktivitas seperti biasa.
Dalam sejumlah teori dikatakan ketika berwisata sudah keperluan hidup, maka segala aktivitas sosial akan menjadikan pariwisata sebagai psikocentris, yang artinya semakin banyak aktivitas dan tekanan sosial, maka pada akhirnya juga meningkatkan kegiatan berpariwisata. Bagi para pelaku usaha, teori ini menjadi penting diperhatikan. Catatan pinggir kepariwisataan kali ini penulis melakukan ajakan renungan dan beberapa materi yang bisa menjadi bahan renungan bagi perkembangan kepariwisataan. Pertama, kita melakukan yang namanya rejuvinasi. Artinya kita harus menemukan “model” semangat baru atau peremajaan nilai berwisata agar wisatawan selalu menyukai, memilih, mendatangi dan menyarankan agar ke tempat kita menikmatinya. Merejuvinasi. Inilah pekerjaan kita yang dengannya berharap akan ada pandangan baru orang terhadap” produk’’ yang kita tawarkan atau produk yang kita miliki sehingga kita mampu membentuk mood baru dalam berwisata. Dalam konsep ini mendelivery produk adalah bagian dari menciptakan kedekatan, baik dalam arti materil seperti kemudahan maupun emosional yang serba mencukupi.
Kemudian yang kedua adalah melakukan reposioning. Artinya kita harus membangun suatu strategi komunikasi berikutnya dengan menciptakan kesan tersendiri dari penikmatan wisata produk kita, dari bisnis kita.
Repositioning artinya kita harus mampu menciptakan “kesan” yang positif terhadap produk pelayanan ketika orang berwisata ketempat kita, apapun bentuk, apakah itu kuliner, apakah itu hiburan, apakah itu taman rekreasi, memilihkan cara agar menjadi ingatan baru terhadap kita adalah poin penting dalam positioning, hal ini menjadikan cara keberkesanan, sebagai hal baru bagi terbentuknya market baru dari pariwisata. Yah karena sejatinya positioning baru akan mampu menciptakan pasar baru bagi pariwisata. Produknya itu-itu saja tapi banyak cara menikmatinya, bagaimana?
Selanjutnya, yang ketiga adalah, melakukan repriceing artinya menentukan harga baru. Apakah kita perlu menaikkan harga ketika semua barang naik, kompetitor naik, mengapa, ini menjadi bahan pertimbangan utama dan menjadi rahasia mengelola bisnis, karena keberdayaan bahan baku dan daya tahan dapat menjadi karakter tersendiri sebagai poin rejuvinasi dan repositioning. Mengapa, karena kalau kita mempunyai kelebihan pada karakter maka kita akan mampu menciptakan “penyegaran” dengan standar tersendiri. Artinya kita mempunyai kelebihan dalam rangka mengelola proses produksi sehingga biaya operasional yang kita miliki itu lebih baik dari pada yang lain.
Dari tiga konsep ini, pertimbangan penulis mengharapkan pelaku bisnis pada triwulan yang terakhir dapat mulai mengkaji apa yang harus kita persiapkan dalam menghadapi tahun 2023. Hanya mencari “celah”. Mengapa, ini penting karena kita selalu berharap mampu memenuhi peran sosial kita sebagai semangat pelayanan yang baik kepada masyarakat, dan ternyata kemanfaatan itu berawal dari kesederhanaan.(nto/c)