(RIAUPOS.CO) - Pendistribusian paket bantuan sosial oleh Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru saat penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), tengah menuai sorotan. Pasalnya, disinyalir ada kebocoran anggaran bansos senilai Rp2,3 miliar. Untuk itu, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau bakal menjerat oknum terkait dengan hukuman mati, jika ditemukan adanya penyimpangan.
Temuan kebocoran anggaran itu diketahui, setelah anggota Komisi I DPRD Kota Pekanbaru melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke gudang PT SPM di Jalan Pattimura, dan Gudang Badan Urusan Logistik (Bulog) Provinsi Riau. Bansos tahap I terdapat 45.625 paket, dan dikerjakan oleh PT. SPM sebanyak 15.625 paket dengan menggunakan beras CBP 100 ton.
Sebanyak 30.000 paket dikerjakan oleh Bulog. Tiap-tiap paket berisikan beras 5 kg, mie instan 1 dus, sarden 6 kaleng minyak goreng 2 liter serta gula. Harga per paket sudah termasuk pengepakan dan pendistribusian sampai ke kelurahan sebesar Rp248.068.
Lalu, bansos tahap II sebanyak 60 ribu paket yang akan disalurkan dengan isian yang tidak jauh berbeda, hanya saja sarden lebih besar. Namun, paket ini hanya dibanderol senilai Rp170.000. Terhadap selisih harga antara paket bansos tahap I dan II diduga menimbulkan kebocoran anggaran Rp2,3 miliar.
Kajati Riau Mia Amiati menyampaikan, persoalan pendistribusian sembako di Pekanbaru dikarenakan adanya ketidaksesuaian data antara yang diajukan RT/RW dengan yang dimiliki Dinas Sosial (Dinsos) setempat. Saat ini, kata, informasi tersebut yang didapati Korps Adhykasa Riau.
“Keluhan dari masyarakat adanya disclaimer data yang tidak sesuai antara yang diajukan masyarakat dengan yang ada di Dinsos,” ungkap Mia Amiati, Senin (1/6) kemaren.
Terkait dugaan kebocoran dana paket bansos itu, Mia mengakui, belum melakukan pengusutan. Karena disampaikan dia, pihaknya yang melakukan pendampingan tetap mewaspadai akan terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan tersebut.
“Kalau mengenai itu (dugaan kebocoran bansos, red) belum kami teliti. Tapi kami juga harus punya kewaspadaan, karena bagaimanapun kami melakukan pendampingan itu mencari kebenaran, bukan kesalahan. Menerapkan apa yang paling benar yang digunakan teman-teman di Dinas Sosial pada saat melakukan pendistribusian tersebut sehingga mereka punya semangat yang sama untuk bisa menyampaikan. Tidak ada lagi yang berusaha mengurangi nilainya, jumlahnya atau melipatgandakan tidak pada tempatnya,” imbuh Kajati.
Mengenai penegakan hukum terhadap oknum yang melakukan penyimpangan bansos, terutama saat pandemi Covid-19, Mia menegaskan, pihaknya akan menindak tegas. Bahkan, oknum terkait yang diduga melakukan penyimpangan tak segan-segan dihukum pidana mati “Bisa (dilakukan penegakan hukum). Dalam keadaan khusus sesuai ketentuan dalam undang-undang tindak pidana korupsi, kalau dianggap sudah memenuhi unsur tindak pidana korupsi, ancaman pidananya, pidana mati. Karena ada kekhususan,” paparnya.
Dia memberikan contoh dugaan penyimpangan anggaran saat bencana seperti BLT disalurkan kepada yang sudah ditentukan dari dinas sosial. Akan tetapi, ada salah satu oknum tak bertanggung jawab yang mengambil alih sendiri. “Jika terbukti. Meskipun nilainya tak seberapa, itu ada indikasi ada perbuatan, dia ada niat jahatnya. Kalau betul-betul ada unsur melawan hukum, kerugian negaranya ada, itu bisa diancam pidana mati,” jelas Kajati.
Untuk Pekanbaru, Kejari dimintai melakukan pendampingan dan pengamanan anggaran penanganan Covid-19.(gem)
Laporan RIRI RADAM, Pekanbaru