Beberapa pelanggan ritel juga ada yang protes dengan kebijakan ini. ‘’Ada juga yang protes kepada kami. Mereka menyampaikan, repot kalau diberlakukan kantong plastik berbayar ini. Masa kami beli minuman, harus beli plastiknya juga,’’ ucap Siti, karyawan salah satu gerai ritel.
Linda, karyawan ritel lainnya juga mengungkapkan hal serupa. ”Kemarin ada yang bilang, loh kok plastiknya sekarang bayar? Lalu saya jelaskan kalau sistem ini bukan dari perusahaan, tetapi sudah dari pemerintah,” ujarnya.
Di lingkungan pasar tradisional, kebijakan ini malah dinilai membingungkan. Lili, pedagang di Pasar Panam mengatakan, kebijakan ini akan susah diterapkan di pasar tradisional. Bahkan mungkin bisa menimbulkan protes. ‘’Iya, masa plastik kecil saja suruh bayar, padahal pembungkuskan juga satu bagian dari barang yang dibeli,” ujarnya.
Sedangkan Umar, pedagang lainnya di Pasar Panam mengaku belum mengatahui adanya kebijakan tersebut. ”Selama ini saya menerapkan hanya plastik ukuran besar saja yang bayar, karena memang harganya mahal. Tapi kalau ukuran kecil, tidak tega rasanya kalau disuruh bayar,” ungkapnya.
Ia menggunakan kantong plastik untuk membungkus dagangannya yang berupa sayuran seperti cabai, mentimun, dan bawang putih.
Tentang pembungkus alternatif seperti kertas bekas, ia mengaku akan kerepotan. Selain itu, ia akan sulit mencari kertas bekas yang bisa digunakan untuk dijadikan pembungkus. “Bungkus kertas bekas kurang praktis dan mudah terbuka lagi. Lagi pula, tidak selalu tersedia. Jadi ya lebih mudah pakai kantong plastik,” ujarnya.(t/lim)