HARDIKNAS

Jangan Lagi Ada Anak Putus Sekolah

Pekanbaru | Selasa, 01 Mei 2018 - 14:57 WIB

KOTA (RIAUPOS.CO) - Dalam menyambut Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tanggal 2 Mei dengan mengangkat tema “Menguatkan Pendidikan dan Memajukan Kebudayan”, Dinas Pendisikan (Disdik) Kota Pekanbaru mengharapkan tidak ada lagi anak putus sekolah di Pekanbaru. Namun berdasarkan data Dinas Pendidikan (Disdik) Pekanbaru ada 33 anak mengalami putus sekolah. Belakangan diakui angka tersebut diakui  tidak valid dengan kondisi dilapangan. Karena masih banyak anak putus sekolah yang tidak terdata oleh Disdik kota Pekanbaru.

“Dalam sambut Hardiknas yang dilaksanakan hari Rabu (besok,red) kami menggelar upacara dan mengimbau setiap sekolah juga menghelar upacara sambut Hardiknas. Dan di Hardiknas kita tidak ada apresiasi khusus untuk para guru,” kata Kepala Disdik Pekanbaru Abdul Jamal kepada Riau Pos.

Baca Juga :PPI Riau Sosialisasi Kepemiluan kepada Anak-Anak Putus Sekolah di 2 Desa di Kabupaten Kampar

Ia berharap peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) jadi momentum untuk perbaiki kualitas dan pemerataan pendidikan di Pekanbaru. “Kami harap ini jadi momentum dan komitmen bersama. Karena masih banyak  pekerjaan rumah (PR) yang harus dibenahi,” ungkapnya.

Satu di antara PR itu, yakni tingginya angka putus sekolah di Pekanbaru. Saat ini, rata-rata lama pendidikan siswa adalah 6-7 tahun atau setara Kelas 6 Sekolah Dasar (SD) dan Kelas 1 Sekolah Menengah Pertama (SMP). “Begitu kenyataannya dan terus diupayakan pembenahan. Ke depan, Disdik akan lakukan pemetaan agar data angka putus sekolah ini bisa valid. Terutama berkaitan dengan angka partisipasi kasar anak-anak ini yang tamat,” katanya.

Persoalan angka putus sekolah ini bukan hanya tugas dan peran Dinas Pendidikan saja. Tapi, perlu partisipasi semua unsur masyarakat dan pemerintah. Terutama kesadaran dari para orangtua dalam memotivasi semangat anaknya untuk melanjutkan sekolah.

Padahal dari segi ekonomi, sebenarnya mereka mampu terlebih biaya sekolah tidak ada. Jika dilihat dari segi fasilitas dan infrastruktur, saat ini sebenarnya tidak jadi penghalang. Pasalnya, banyak SD maupun SMP yang mudah dijangkau oleh masyarakat.

“Sekarang ini tinggal bagaimana peran orangtua beri motivasi anak, terutama pentingnya pendidikan wajib belajar belajar 12 tahun. Tidak ada alasan anak putus sekolah. Biaya pendidikan jenjang SD  SMP hingga SMA ditanggung pemerintah alias gratis,” urainya.

Untuk valid data anak putus sekolah, Jamal meminta berbagai pihak untuk berkolaborasi baik RT, RW, kelurahan hingga Dinas Sosial mendata anak putus sekolah. “Kita mengakui mengambil sumber data dari RT maupun RW untuk anak putus sekolah. Dan kita meminta data tersebut di- update terus. Kami tidak bisa bekerja sendiri untuk pendidikan anak, maka dari itu kita perlu kolaborasi berbagai pihak agar anak tidak putus sekolah,” beber Jamal.

Lebih lanjut lagi, Jamal menyebutkan kolaborasi yang disiapkan misalnya rumah singgah dari Dinas Sosial dan Dinas Pendidikan menyiapkan guru untuk mengajar. Kondisi ini, lanjut Jamal, menjadi pekerjaan rumah bagi semua pihak, bukan hanya pemerintah. Semua lini, katanya, hendaknya ikut terlibat dan terus mengajak serta mendorong anak-anak usia sekolah untuk bersekolah. Salah satunya melalui pendidikan keaksaraan Paket A, B dan C.

“Dan anak putus sekolah juga bisa salurkan selain rumah singgah ada juga PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Mengajar)  yang diselenggarakan masyarakat,” urai Jamal.

Selain itu, Jamal menyebutkan, antisipasi anak putus sekolah dilakukan oleh Dinas Pendidikan adalah dengan adanya sekolah marjinal dan sekolah terbuka. “Sekolah marjinal di Pekanbaru ada dua di antaranya di Kecamatan Tenayan Raya dan Kecamatan Tampan. Sedangkan Sekolah terbuka setara dengan SMP ini bekerja sama sengan SMP Negeri 9 Pekanbaru,” paparnya.

Bahkan, kata Jamal, Disdik juga melakukan MoU dengan Lapas. “MoU dengan Lapas kita lakukan untuk mengajar anak-anak di lapas agar tidak ketinggalan belajar di sana,”

Ia juga membeberkan alasan anak putus sekolah rata-rata bukan karena ekonomi saja. Tetapi juga kemauan dari anak itu sendiri untuk belajar. “Jangan pikir anak-anak di lampu merah tersebut tidak sekolah. Bisa saja mereka jualan dulu baru sekolah,”tuturnya.(tya)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook