RIAUPOS.CO - Di luar semua espektasi tinggi yang dibuat Liverpool di Liga Champions musim ini, pengalaman barangkali yang membedakannya dengan Real Madrid. Hampir semua pemain inti Madrid yang akan bertarung malam nanti, adalah pemain-pemain yang sudah memberikan tiga trofi Liga Champions sebelumnya. Sebaliknya bagi Liverpool, seluruh skuad yang ada sekarang adalah pemain-pemain yang belum pernah merasakan sekalipun final Liga Champions.
Pemain-pemain yang kini masih ada dalam tim Madrid ketika juara di tahun 2014 di bawah Carlo Ancelotti (Zinedine Zidane jadi asisten) adalah Dani Carvajal, Sergio Ramos, Rapahel Varane, Luka Modric, Karim Benzema, Gareth Bale, Cristiano Ronaldo, dan Marcelo. Sedangkan tim yang juara 2016 dan 2017, nyaris identik. Selain nama-nama di atas, ada tambahan darah baru dari Toni Kroos, Casemiro, Isco, dan Keylor Navas yang menggantikan Iker Casillas.
Dengan pengalaman seperti ini, ada dua kemungkinan yang bisa menjadi kekuatan sekaligus kelemahan yang bisa dilihat dan dianalisa oleh lawan Madrid. Dengan komposisi nyaris sama, pendekatan taktik dan strategi juga nyaris sama, lawan bisa melihat celah di tim Zidane sekarang. Atau justru sebaliknya, dengan komposisi sama dan identik ini, kepercayaan diri terus tumbuh dan semakin kuat yang akan menyulitkan lawan-lawanya.
Pada kenyataannya, musim ini, Madrid memang tetap kuat dan spartan di lini tengah dan depan, meski flop di kompetisi domestik. Nyaris tak ada tim yang bisa mendikte Madrid di tengah dan depan. Kroos-Isco-Casimero-Modric adalah poros yang sudah saling memahami. Ibarat kata, dengan memejamkan mata, mereka sudah tahu di mana si kawan berada untuk diberi umpan. Selain Juventus yang menang 3-1 dan menguasai permainan di semifinal yang dimainkan di Santiago Bernabeu, tak ada lagi tim yang bisa mendikte Madrid.
Yang menjadi persoalan adalah lini belakang yang mudah ditembus dari berbagai sisi penyerangan. Duet Varane-Ramos plus dua bek-sayap Carvajal-Marcelo yang dalam tiga final sejak 2014 selalu bermain bersama, sudah dipahami sisi lemahnya. Namun, hal ini bisa dipahami karena keempat bek ini juga sering membantu serangan. Carvajal-Marcelo adalah mesin cepat di kanan-kiri yang membuat lini tengah dan belakang lawan harus ekstra waspada. Pada saat-saat tertentu keduanya malah mirip pemain sayap murni, dan sering berada di kotak penalti untuk mencetak gol.
Persoalan gampang kebobolan inilah yang harus dipikirkan Zidane menghadapi trio maut Liverpool yang punya determinasi tinggi: Roberto Firmino, Sadio Mane, dan Mohamed Salah. Mestinya Casimero yang bertugas “mencuci piring” sebelum bola masuk ke jantung pertahanan lewat sisi tengah. Namun, Casimero sering keteteran sebagai gelandang bertahan seorang diri. Di masa lalu, Madrid sering menggunakan double pivot (dua gelandang bertahan sejajar) yang membuat nyaman sisi pertahanan. Namun, dengan seorang gelandang bertahan murni, sementara Modric dan Kroos diformulasikan untuk lebih menyerang, keseimbangan di lini belakang menjadi timpang.