TOKYO (RIAUPOS.CO) - "Lifter senior saja susah dan perlu waktu panjang (untuk menembus Olimpiade), apalagi saya. Rasa takut itu pasti ada. Tapi, kata pelatih jalani saja dulu. Mengalir saja dan jalani dengan enjoy." Begitu kata Windy Cantika Aisah saat wawancara dengan Jawa Pos (JPG), medio Juli 2019.
Sabtu (24/7), di Tokyo International Forum, Windy memetik hasilnya. Tidak sekadar lolos kualifikasi Olimpiade, dia sukses membuat bendera Merah Putih berkibar dan membawa pulang medali perunggu dalam debutnya di ajang multievent empat tahunan itu.
Windy juga meneruskan tradisi medali dari lifter putri Indonesia. Mulai Raema Lisa Rumbewas (2000, 2004, 2008), Sri Indriyani dan Winarni (2000), Citra Febriyanti (2012), hingga Sri Wahyuni (2016).
"Ini kejutan banget dan nggak menyangka. Dari awal merintis karier, saya sudah dikasih tahu untuk percaya dengan kekuatan sendiri. Seperti air, mengalir saja. Apa yang pelatih kasih, saya kerjakan," tutur Windy dalam jumpa pers virtual, Sabtu (24/3).
Februari 2019 Windy kali pertama menapakkan kaki di pelatnas angkat besi di Kwini, Jakarta. Dia masuk menggantikan Sri Wahyuni yang mundur dari pelatnas karena sedang hamil.
Beban Windy berat. Dia harus mengejar waktu kurang lebih setahun untuk bisa lolos kualifikasi Olimpiade Tokyo 2020. Padahal, pengalaman berkompetisi dalam ajang internasional masih nol. Saat itu batas akhir kualifikasi adalah April 2020, sebelum Olimpiade Tokyo diundur ke 2021.
Pada Kejuaraan Asia 2019 yang menjadi debut pertamanya, Windy langsung meraih hasil fantastis. Dia memecahkan youth world record untuk kelas 49 kg. Saat itu, dia yang masih 16 tahun dan menjadi peserta termuda mencatat raihan snatch 80 kg, clean and jerk 97, serta total angkatan 177 kg.
Prestasi Windy kian menanjak. Pada SEA Games 2019 dia menyabet emas. Kemudian, mempertajam rekor pribadi pada Kejuaraan Asia Junior 2021. Dan kemarin, dia berhasil menyumbangkan medali pertama Indonesia pada Olimpiade Tokyo 2020.
Windy menempati urutan ketiga dengan hasil snatch 84 kg, clean and jerk 110 kg, serta total angkatan 194 kg. Hasil itu mempertajam catatan personal best-nya. Sebelumnya, Windy memiliki angkatan terbaik 191 kg saat Kejuaraan Asia Junior 2021 Mei lalu. Yakni, snatch 86 kg serta clean and jerk 105 kg.
"Rasanya nervous karena angkatannya beda-beda sedikit dengan rival lainnya. Terutama saat angkatan snatch. Tetapi, saya berusaha tetap tenang karena saat di panggung itu kan sebenarnya cuma ada atlet dan barbel saja," lanjut perempuan 19 tahun itu.
Dalam perlombaan kemarin, Windy hanya berhasil sekali dalam tiga kali kesempatan angkatan snatch. Namun, dia berhasil memanfaatkan momentum terbaiknya dalam clean and jerk. Di sisi lain, pesaing terdekatnya, lifter AS Jourdan Elizabeth Delacruz, gagal total dalam clean and jerk.
Setelah berhasil dengan kesempatan pertama 103 kg, Windy bertaruh dengan menaikkan 5 kg angkatan clean and jerk yang kedua. Kemudian, mempertajam rekornya dengan hasil clean and jerk 110 kg.
Pelatih Dirdja Wihardja mengatakan, keberanian menambah 5 kg dalam angkatan kedua clean and jerk itu bukan tanpa alasan. Secara kemampuan, Windy sudah bisa melakukannya. Itu merupakan hasil evaluasi setelah Kejuaraan Asia Junior 2021.(gir/fik/c17/jpg)
"Sejak Juni sudah kami evaluasi parameter basic power-nya dan latihan intens memperbaiki itu. Waktu datang ke sini (Tokyo, red), dia belum pernah dapat (clean and jerk) 110 kg. Tapi, dalam persiapan kemarin, dia bisa dua kali. Malah bisa lebih sebenarnya. Dari situ kami yakin dia bisa," jelas Dirdja.
Sementara itu, Hou Zhihui berhasil memecahkan rekor dunia dan rekor Olimpiade. Lifter Cina itu menyabet emas dengan catatan snatch 94 kg, clean and jerk 116 kg, serta total 210 kg.
Dari Kabupaten Bandung, ibunda Windy, Siti Aisah, menyaksikan perjuangan putrinya dari layar kaca. Bersama ayah dan kakak-kakak Windy, mereka sempat dibikin tegang. Bahkan, Siti Aisah ingin menangis. "Awalnya kami enggak yakin dia dapat ketiga karena angkatan pertama dia gagal, angkatan ketiga dia gagal. Cuma, dia bisa mengontrol emosi, jadi enggak grogi. Alhamdulillah dia bisa dapat medali,” kata Aisah kepada Radar Bandung (JPG).
Dia menuturkan, putrinya tidak menargetkan medali. Bisa lolos saja sudah sangat disyukuri. Alasannya, usia Windy yang baru menginjak 19 tahun. Persaingan juga ketat. Aisah mengingat perjuangan putri bungsunya itu tidak mudah. Apalagi, Windy sempat terpapar Covid-19 Desember lalu dan menjalani isolasi selama satu bulan.
Aisah dulu seorang atlet angkat besi. Saat kecil, Windy kerap bertanya foto-foto yang menampilkan sang ibunda mengikuti kejuaraan dunia. Hingga dia akhirnya mau mengikuti latihan angkat besi. "Dia akhirnya latihan, di depan televisi, pakai paralon, pakai semen. Saat angkatannya sudah bagus, baru saya antar jemput latihannya ke Pengurus Cabang (Pengcab) Kabupaten Bandung,” paparnya.
Sang ayah, Asep Hidayat, berharap putri bungsunya itu bisa menjaga prestasinya. "Perjalanan masih jauh. Dia ditargetkan untuk Olimpiade Paris 2024. Mudah-mudahan dia dapat menjaga prestasinya sendiri,” ucap Asep.(gil/fik/c17/fal/jpg)