JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Dua wajah inspirasi sepak bola Denmark itu datang dari momen genting serupa. Ketika kematian begitu dekat dan yang tersisa hanya setitik harapan bagaimana bisa bertahan sampai esok hari.
Dan, selebihnya adalah dongeng. Seperti karya-karya pendongeng masyhur negeri Skandinavia itu, HC Andersen: tentang mereka yang jatuh tapi tak tenggelam, yang lalu mencoba bangkit dari kekelaman.
Yang jatuh pada malam 13 Juni lalu itu Christian Eriksen. Gelandang Denmark tersebut bahkan sudah sempat sesaat "hilang" ketika itu.
Berkat pertolongan medis yang profesional dan cekatan, Eriksen bisa melewati detik-detik darurat di laga melawan Finlandia tersebut. Kesadarannya berangsur balik, kemudian sukses menjalani operasi di rumah sakit.
Memang gelandang Inter Milan itu mungkin tak akan pernah bisa membela Denmark lagi. Bahkan mungkin tak akan bisa bermain sepak bola kembali. Tapi, kepulihannya telah menularkan inspirasi.
Simon Kjaer dkk secara dramatis lolos ke 16 besar meski kalah dalam dua laga pertama dengan menghajar Rusia 4-1 dalam duel terakhir grup. Betapa Denmark dan dongeng memang demikian lekat. Dan, bukankah hampir tiga dekade silam dongeng yang jauh lebih besar telah mereka torehkan saat menjuarai Piala Eropa 1992 dengan status pengganti?
Lebih dari dua dekade sebelum Eriksen, detik-detik antara hidup dan mati itu juga dihadapi Nadia Nadim. Ayahnya, seorang jenderal Afghanistan, dibunuh Taliban saat usianya baru 12 tahun.
"Yang ada di pikiran saya ketika itu hanya bagaimana bisa bertahan hidup sampai besok. Dan, besoknya juga sama, bagaimana bisa bertahan hidup sampai esok hari," katanya dalam sebuah wawancara dengan CNN.
Nadia beruntung Denmark membuka pintu untuk dirinya dan keluarga. Ini era ketika Denmark belum dibanjiri pengungsi –puncaknya mencapai 21 ribu orang pada 2015– dan memaksa mereka menerapkan legislasi menempatkan peminta suaka di negara ketiga selama permintaan mereka ditinjau.
Nadia beruntung, demikian pula Denmark. Gadis kecil kelahiran Herat, Afghanistan, pada 1988 itu tumbuh menjadi sosok hebat di dalam dan luar lapangan.
Dia sudah 98 kali membela timnas putri Denmark, mengantarkannya menjadi runner-up Euro Women 2017. Musim lalu dia juga memenangi Liga Prancis bersama Paris Saint-Germain dan di Euro 2020 ini dia tergabung sebagai salah satu pandit di ITV.
Nadia juga tengah menyelesaikan pendidikan menjadi ahli bedah. Perempuan yang sekarang membela Racing Louisville FC, klub National Women Soccer League, Amerika Serikat, itu juga tercatat menguasai 11 bahasa dan menjadi duta Dewan Pengungsi Denmark, salah satu lembaga swadaya masyarakat terkait pengungsi terbesar di dunia. Latar yang membuat Forbes menahbiskan dia di posisi ke-20 dalam daftar Wanita Paling Berpengaruh 2018.
Tidakkah Nadia seperti Little Mermaid dalam dongeng terkenal Andersen itu? Denmark memberinya kesempatan kedua dan berbuat kebaikan kepada sesama dan dia memanfaatkan itu benar dengan menjadi inspirasi bagi begitu banyak orang.
Eriksen telah pula mendapatkan kesempatan serupa. Inspirasinya telah membakar semangat rekan-rekannya untuk lolos dari lubang jarum. Dan, dongeng itu bisa berlanjut di 16 besar, 8 besar, dan siapa tahu bisa sejauh 1992.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi