BAKU (RIAUPOS.CO) - Senol Gunes pernah membawa Turki berada di titik tertinggi pada ajang Piala Dunia. Tepatnya di Piala Dunia 2002 Jepang-Korsel, Gunes mengantarkan Hakan Sukur dkk meraih posisi ketiga. Prestasi Gunes di Turki sama harumnya dengan yang dilakukan Vladimir Petkovic di timnas Swiss. Nati –julukan Swiss– selalu lolos ke babak 16 besar di tiga turnamen mayor yang diikutinya. Yakni, Piala Dunia 2014, Euro 2016, dan Piala Dunia 2016. Apa yang dilakukan Petkovic di Brasil, Prancis, dan Rusia menjadi capaian terbaik sepanjang sejarah persepakbolaan Swiss.
Sayangnya di Euro 2020 ini, tanda-tanda kedigdayaan keduanya meluntur. Lihat saja, Turki kalah di dua matchday grup A. Petkovic sedikit lebih baik dengan mendapat satu poin hasil sekali seri dan sekali kalah. Karena itu, duel Swiss dan Turki malam ini (20/6) di Olimpiya Stadionu akan jadi upaya mati-matian, baik bagi Petkovic mupun Gunes, untuk menyelamatkan ’’masa depan’’ sekaligus nama mereka (siaran langsung RCTI/iNews/Mola TV/ON Channel HD/Soccer Channel, pukul 23.00 WIB).
Petkovic bahkan sampai membuat surat terbuka kepada rakyat Swiss. Tujuannya, mereka mendapat dukungan dari semua kalangan agar bisa mereguk poin penuh kontra Turki. Sekaligus meminta maaf atas hasil yang diraih pada dua matchday sebelumnya. ’’Kami akan melakukan segala yang kami bisa untuk memastikan bahwa kami semua bisa bahagia bersama pada Ahad malam (dengan kepastian lolos fase knockout, red). Demi timnas dan demi Swiss!’’ nukilan surat terbuka pelatih 57 tahun itu seperti dilansir Switzerland.in-24.
Jika gagal lolos ke fase knockout, itu bukan sekadar prestasi terburuk Petkovic bersama Swiss. Tetapi, juga berpotensi mengulang aib ketika jadi satu tuan rumah Euro 2008 bersama Austria. Kala itu, mereka finis sebagai juru kunci grup. Bagi Gunes, jika gagal lolos, itu bakal seperti pada edisi 2016. Padahal pada Euro 2008, mereka sempat mengejutkan dengan melaju hingga semifinal.
Nah, dari utak-atik peluang lolos ke 16 besar, jelas Swiss punya potensi lebih besar. Granit Xhaka dkk wajib menang atas Turki dan Wales takluk di tangan Italia. Sementara itu, buat Turki, kemenangan dengan skor di bawah lima gol atas Swiss tak cukup meloloskan mereka.
Muda dan Biasa Saja
Sebelum Euro 2020 digelar, Turki punya catatan membanggakan. Sebab, mereka tercatat sebagai tim dengan rataan usia termuda. Yakni, 24 tahun 9 bulan. Harapan bakal melihat ledakan para darah muda Turki sontak meninggi. Tetapi, yang terjadi justru sebaliknya.
Tim asuhan Senol Gunes tersebut bahkan selalu kalah dalam dua matchday awal. Itu diperburuk dengan kegagalan mereka mencetak gol alias masih nirgol dalam dua matchday. Padahal, keberadaan pemain senior seperti striker sekaligus kapten Burak Yilmaz dan gelandang serang Hakan Calhanoglu diyakini bisa menghasilkan beberapa gol krusial. Lini belakang Turki juga tampil buruk dengan kebobolan lima kali.
Catatan tersebut membuat Turki menjadi tim termuda dengan performa terburuk sejak edisi 2008. Pada edisi 2016, Inggris dengan rataan usia 25 tahun 9 bulan lolos ke fase knockout meski mereka langsung disingkirkan tim kejutan Islandia di 16 besar.
Untuk edisi 2012, Jerman mampu menembus semifinal dengan rata-rata usia 24 tahun 5 bulan. Pada edisi 2008, Spanyol yang memiliki rataan usia 26 tahun 1 bulan berhasil bablas ke tangga juara.
’’Ini adalah tim muda. Mereka belum pernah mengalami turnamen seperti ini sebelumnya (apalagi setelah menjalani musim yang berat karena pandemi Covid-19. Saya tahu ekspektasinya tinggi, tapi tim ini menciptakan ekspektasi itu dengan penampilan bagus mereka (meski hasilnya tidak sesuai harapan, red),’’ papar Gunes kepada UEFA.(io/c6/dra/jpg)