CATATAN: HARY B KORIUN

Messi Layak Dapat Trofi, Prancis Unggul Kolektivitas

Olahraga | Minggu, 18 Desember 2022 - 17:36 WIB

Messi Layak Dapat Trofi, Prancis Unggul Kolektivitas
Hary B Koriun (ISTIMEWA)

Catatan Hary B Koriun

FINAL Piala Dunia 2022 antara Argentina vs Prancis, dianggap banyak orang sebagai final ideal. Keduanya sama-sama pernah meraih dua gelar, punya pemain-pemain bintang dan hampir setara, dan punya kans yang sama besar sehingga sulit bagi peramal untuk berani menebak siapa yang akan menjadi juara.


Namun, bagi saya, yang menarik dari final ini adalah bagaimana keduanya memainkan sepakbola pragmatis di semifinal. Argentina memainkan hal itu saat menang 3-0 atas Kroasia yang menggagalkan ulangan final empat tahun lalu di Rusia. Sedangkan Prancis juga memilih sepakbola "yang penting menang" saat menghentikan langkah kuda hitam Maroko yang didukung lebih separuh pecinta sepakbola dunia, terutama negara-negara Arab di Afrika dan Asia, juga negara-negara sepakbola ketiga yang merasa terwakili.

Saat menghentikan Kroasia, pelatih Argentina, Lionel Scaloni, tahu bahwa akan menjadi marabahaya jika mereka mengambil inisiatif serangan dari awal. Dengan menempatkan empat gelandang bertipe menyerang dan bertahan yang setara: Mac Allister, Enzo Fernandez, Lucas Paredes,  dan Rodrigo De Paul, Argentina membiarkan Luka Modric, Marcelo Brozovi, dan Matteo Kovacic melakukan ball position hingga ke seperempat awal wilayahnya. Tetapi ketika para pemain Kroasia mulai masuk ke setengah wilayah permainan Argentina, para gelandang itu seperti “tim buru sergap" yang akan mengejar bola dan berusaha memutusnya.

Statistik ini menjadi pendukungnya: Kroasia unggul 60,8 persen berbanding 39,2 persen dalam penguasaan bola. Kroasia juga unggul 56,8 persen berbanding 43,2 persen dalam pertarungan perebutan bola. Saat duel udara, Kroasia juga unggul 53,8 persen dibanding 46,2 persen. Ini memperlihatkan bagaimana pasifnya Argentina, dan memilih serangan balik sebagai cara untuk mematikan kreativitas lawan. Sebab, Scaloni sadar, dia tak punya gelandang kreatif seperti Modric dan Kovacic. Para gelandang yang dimilikinya lebih banyak mengandalkan tenaga. Kreativitas seperti hanya dimiliki oleh Lionel Messi, meski diplot sebagai penyerang berduet dan Julian Alvarez yang menggeser peran Lautaro Martinez.

Strategi ini berhasil. Dalam sebuah serangan balik, Alvarez harus dijatuhkan kiper Dominik Livakovic. Terjadilah gol yang dieksekusi Messi dari titik penalti. Proses gol kedua yang dibuat oleh Alvarez juga demikian, lewat serangan balik cepat setelah serangan Kroasia dihentikan oleh "tim buru sergap" Argentina. Lalu gol ketiga merupakan sebuah kerja pribadi Messi yang berhasil membuat bek muda potensial Kroasia, Josko Gvardiol, seperti orang bodoh karena diputar-putar oleh Messi hingga berjarak satu-dua meter dari gawang dan menyodorkan cut-back yang pas buat Alvarez.

Artinya, dengan penguasaan bola yang lebih banyak dimiliki oleh Kroasia, Argentina menjadi sebuat tim yang kurang kreatif, tetapi sangat mematikan saat mendapatkan kesempatan menyerang --terutama saat serangan balik. Di sini peran De Paul yang nyaris selalu berada di belakang Messi, sangat baik. Dia akan berjibaku menghentikan laju lawan saat memasuki wilayah Argentina, dan selalu ada untuk Messi di saat pemain Paris SG itu kesulitan dalam kepungan lawan.

Bagaimana dengan Prancis? Hampir sama dengan Argentina di semifinal, saya juga hanya akan melihatnya di pertandingan saat melawan Maroko, tim yang sebenarnya secara kualitas di bawah mereka. Prancis kalah jauh dalam penguasaan bola, yakni 38,6 persen berbanding 61,4 persen. Namun dalam perebutan bola, Prancis unggul 57,6 dibanding 42,4. Dalam perebutan bola udara, Prancis unggul 62,5 dibanding 37,5. Ini memungkinkan karena Maroko kesulitan dalam menembus pertahanan Prancis, dan lebih sering mengirim bola lewat udara, baik dari Hakim Ziyech, Aschraf Hakimi, maupun dari Sofiane Boufal.

Prancis melakukan 14 kali percobaan tendangan ke gawang, sementara Maroko 13. Ini berimbang. Shots on target juga berimbang, yakni sama-sama tiga. Bedanya, dua dari tiga shots on target Prancis itu jadi gol lewat Theo Hernandez dan Randal Kolo Muani. Prancis berhasil tampil efektif meski kalah dalam penguasaan bola. Mereka juga menunggu dan kemudian melakukan serangan balik. Gol Theo dan Muani tercipta juga melalui skema itu. Persis dengan Argentina.

Nah, bagaimana dua tim yang terlihat sama-sama defensif di semifinal ini akan saling berhadapan di final? Tentu akan ada tim yang berusaha lebih dominan di final ini. Prancis nampaknya yang akan mengambil peran ini. Selain memiliki skema yang lebih plastis (4-2-3-1), Prancis juga memiliki pemain-pemain kreatif --yang anehnya kurang muncul saat melawan Maroko-- seperti Mbappe dan Ousmane Dembele di dua sayap dan Antoine Griezmann sebagai pengatur serangan di belakang striker tunggal Olivier Giroud. Dengan daya jelajah mereka, para pemain Prancis akan membuat permainan lebih lebar ke dua sektor sayap dari dua pemain cepat yang dimiliki Les Bleus itu.

Sebaliknya, seperti saya uraikan di atas tadi, empat pemain Argentina yang berdiri sejajar di tengah, tak ada yang bertipe sayap. Ini berbeda jika misalnya Scaloni menurunkan Angel Di Maria atau Paulo Dybala. Sektor kanan pertahanan Argentina yang kemungkinan besar akan dijaga Nahuel Molina dan De Paul di depannya, akan menjadi tempat favorit yang bakal dieksplor oleh Prancis. Mbappe dan Theo Hernandez yang sangat aktif menyerang, bisa membuat Molina dan De Paul kerepotan.

Di lini tengah, Griezmann yang melakoni peran berbeda di tangan Didier Deschamps, yakni sebagai pengatur serangan, bisa jadi akan terus memperlihatkan kelihaiannya dengan umpan, olah bola, termasuk kemampuan bertahan yang baik. Peran ini berbeda dengan yang dilakukannya di Atletico Madrid maupun Barcelona ketika dia dijadikan penyerang utama atau sayap. Mantan pemain Real Sociedad ini telah membuktikan, di hampir semua pertandingan Prancis sejak babak penyisihan, dia memperlihatkan kepiawaiannya sebagai seorang dirigen serangan.

Nah, dari semua sisi yang menurut saya Prancis unggul, ada satu sisi yang akan membuat Prancis gagal juara back to back jika Messi mendapat ruang. Messi adalah pemain paling kreatif Argentina, dan jika mendapatkan ruang --seperti gol ketiga yang dicetak Alvarez ke jala Kroasia, atau golnya sendiri saat mengalahkan Australia-- maka dia akan menjadi pembeda. Meski terlihat sering jalan-jalan saja di lapangan dalam usianya yang kini sudah masuk 35 tahun, Messi tetap berbahaya jika sudah menguasai bola di seperempat akhir pertahanan lawan. Jika tidak hati-hati, Raphael Varane-Ibrahima Konate atau Dayot Upamecano plus Jules Kounde, akan dibuat repot. Jika pun tak mencetak gol, Messi bisa mengirimkan bola kepada Alvarez atau yang lain. Para pemain Argentina juga siap mendukung Messi karena mereka sadar, tanpa Messi, Argentina akan sejajar dengan tim medioker lainnya. Seluruh permain Argentina seolah bermain untuk Messi.

Jadi, baik Prancis atau Argentina memiliki kemampuan seimbang namun dengan pola permainan berbeda. Secara pribadi, saya ingin Messi yang memegang trofi sebagai penghormatan atas apa yang telah dia berikan dalam sepakbola selama ini. Tetapi Prancis juga tetap layak mendapatkannya dengan permainan kolektif yang mereka peragakan selama ini. Jadi, Anda mendukung Prancis atau Argentina?***

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook