JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Temuan jual beli data kependudukan di media sosial akhirnya membuat kementerian dalam negeri mengambil langkah hukum. Melapor ke polisi dan meminta bantuan Kementerian Kominfo. Di luar itu, RUU Perlindungan data pribadi semakin siap untuk menjadi regulasi baru di bidang data.
Dirjendukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh menuturkan, RUU Perlindungan data pribadi pada prinsipnya sudah tuntas. "Akan dibuat seperti omnibus law," terangnya saat ditemui di gedung Ombudsman kemarin (30/7). Artinya, akan ada 32-33 peraturan yang selama ini tersebar dinaikkan atau diabstraksikan menjadi satu UU Perlindungan data pribadi. Namun regulasi yang ada di bawah tetap sinkron.
Dalam RUU tersebut, ada beberapa konsep langkah dalam melindungi data pribadi. Dimulai dari pengumpulan data secara benar, kemudian penyimpanan yang benar, dan pemanfaatan data yang benar. "Dan masyarakat yang datanya sedang digunakan itu mengerti bahwa datanya sedang dipakai," lanjutnya.
Dalam RUU itu akan diatur bahwa lembaga manapun tidak boleh menggunakan data milik pribadi penduduk. Kecuali lembaga tersebut sedang bertransaksi dengan orang yang bersangkutan. "Jadi bank hanya boleh membuka data x bila sedang bertansaksi dengan x," tutur Zudan. RUU itu akan menyempurnakan regulasi UU Adminduk di bidang data.
Di luar itu, Kemarin secara resmi Zudan membuat laporan polsi ke Bareskrim. Salah seorang direktur di Ditjendukcapil sudah memasukkan laporan tersebut. "Walaupun data di Dukcapil itu sebenarnya aman," terang Mendagri Tjahjo Kumolo kemarin.
Dalam hal ini, Dirjendukcapil tidak melaporkan orang perorang. Melainkan melaporkan peristiwa jual beli tersebut. Peristiwanya sendiri merupakan tindak pidana karena mentransaksikan data kependudukan secara ilegal. Kemendagri memiliki aturan tersendiri yang ketat dalam menggunakan data kependudukan sesuai dengan kebutuhan yang legal.
Karena itu, pihak Kemendagri berharap polisi bisa melacak siapa saja orang-orang di balik transaksi ilegal data kependudukan. Zudan sendiri memastikan tidak ada kebocoran data di Ditjendukcapil. "Yang mungkin itu adalah dari berbagai media sosial, karena di sana banyak sekali KK (Kartu keluarga) dan KTP-el," terangnya.
Bisa jadi, tutur Zudan, ada pemulung data yang memang beroperasi di ranah maya. Dia mengumpulkan data kependudukan by image yang ada di media sosial maupun mesin pencari. Jutaan gambar KK dan KTP terpampang jelas di mesin pencari bila mengetik dengan masing-masing kata kunci.(byu/jpg)