Tindakan Anarkis di Papua Tak Dibiarkan

Nasional | Jumat, 30 Agustus 2019 - 11:00 WIB

Tindakan Anarkis di Papua Tak Dibiarkan
ILUSTRASI

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Tindakan masyarakat di Papua sudah pada level anarkistis pada saat kerusuhan di Jayapura, Kamis (29/8). Mereka sudah membakar properti dan sejumlah fasilitas publik.

Meski tindakan mereka sudah pada level itu, pihak Istana masih mengedepankan tindakan dengan pendekatan kemanusiaan. 


“Bukan berarti pendekatan keamanan tidak diperlukan, tapi itu hanya berlaku sebagai the last resort. Upaya terakhir yang boleh dilakukan dengan standar operasional yang terukur dan akuntabel,” ujar Jaleswari Pramodhawardhani‎ selaku deputi V bidang Polhukam dan HAM Kantor Staf Presiden.

Jaleswari mengatakan, Presiden dalam arahannya kepada Menkopolhukam Wiranto agar melakukan langkah-langkah strategis untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat Papua. Termasuk menindak secara tegas siapa pun yang melakukan kekerasan atau anarkistis dan perusakan fasilitas publik.

“Presiden akan mengundang para tokoh Papua untuk berdialog bagi kepentingan tanah Papua yang maju dan damai,” katanya.

Diakui Jaleswari bahwa yang terjadi di Papua saat ini bukan lagi demonstrasi damai. Melainkan sudah tindakan anarkistis yang menjelma pada kerusuhan. Semua tindakan itu harus dihentikan.

“Tugas semua pemangku kepentingan untuk ikut meredam situasi yang panas ini. Papua adalah kita. Kewajiban kita semua untuk menciptakan Papua yang berkeadilan dan menjunjung nilai kemanusiaan,” tuturnya.

Dia menyadadri persoalan Papua sangat kompleks. Bukan hanya persoalan kesejahteraan tapi juga soal keamanan. Tindakan anarkistis yang merusak fasilitas umum dan berpotensi kekerasan atau penghilangan nyawa sesorang tidak dapat dibiarkan. Jika dibiarkan, negara akan dituduh melakukan pembiaran.

“Jadi semua itu harus diletakkan sesuai konteksnya dan diletakkan secara proporsional,” katanya.

Menurutnya, tindakan rasialis itu nyata-nyata harus ditolak. Bukan karena bertentangan dengan nilai kemanusiaan saja, tapi itu diatur dalam UU yang siapapun pelanggarnya akan dihukum. Untuk itu Presiden menyerukan penegakkan hukum yang tegas.

“Dalam kasus Surabaya sudah ada tersangkanya. Dan, dikenai sanksi hukum yang tegas. Harusnya sikap kita semua sama melakukan penolakan thd semua bentuk diskriminasi, intoleransi, rasialisme, tanpa pandang bulu,” ungkapnya.

Jaleswari berpendapat, sikap rasialis beberapa gelintir oknum jangan lantas digeneralisasi seakan itu adalah sikap sebuah komunitas suku atau etnis tertentu. Insiden Malang dan Surabaya merupakan pembelajaran bagi semua pihak. “Hal itu agar mengikis dan menghilangkan sikap rasialis dalam diri kita. Dan memandang manusia setara,” pungkasnya.

Sumber: Jawapos.com

Editor: Edwir 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook