JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Kepala Divisi Surveilans dan Uji Klinik Bio Farma Novilia Sjafri Bachtiar menyampaikan perkembangan riset vaksin impor Sinovac yang mereka lakukan. Dia mengatakan mulai pekan depan vaksin tersebut akan menjalani uji klinik fase III di Indonesia.
Dia berharap proses uji klinis fase III itu berjalan lancar. Dalam paparannya di seminar Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) kemarin, Novilia menyampaikan sejumlah pertimbangan sampai akhirnya memilih Sinovac untuk mencegah Covid-19. "Sudah ada pengalaman sebelumnya (saat, red) SARS dan H1N1," tuturnya.
Kemudian Sinovac sudah mempunyai produk inactivated. Seperti diketahui Sinovac mengembangkan vaksin Covid-19 berbasis inactivated atau virus yang dilemahkan. Pertimbangan lainnya ada produk dari Sinovac yang sudah WHO PQ (prequalification) dan Bio Farma sendiri sudah ada pengalaman kerja sama sebelumnya bersama Sinovac.
Lebih spesifik lagi, dia menyampaikan alasan kenapa Bio Farma memilih vaksin dengan basis virus yang dilemahkan.
"Teknologinya sudah dikenal dan digunakan di dunia cukup lama," jelasnya. Kemudian tidak perlu menggunakan special injection device dan sudah advance di dalam daftar kandidat vaksin untuk Covid-19.
Novilia mengatakan tiga teratas dalam daftar kandidat vaksin Covid-19 yang dirilis WHO berbasis virus yang dilemahkan. Selain dari Sinovac, vaksin Covid-19 yang berbasis virus dilemahkan dibuat oleh Wuhan Institute of Biological Product dan Beijing Institute of Biological Product. Ketiga vaksin Covid-19 berbasis virus yang dilemahkan ini juga sama-sama memasuki uji klinik fase III.
Dia menegaskan Bio Farma memilih bekerja sama dengan pengembang luar negeri untuk mempercepat ketersediaan virus. Apalagi sampai saat ini pandemi Covid-19. Novilia mengakui bahwa di dalam negeri sendiri saat ini dikembangkan vaksin Merah Putih. Namun dia mengatakan vaksin yang digarap oleh konsorsium di antaranya Lembaga Biologi Molekular Eijkman itu masuk dalam jangka menengah dan panjang. Uji coba pertama kepada manusia vaksin Merah Putih baru dilakukan pada triwulan ketiga 2021 nanti.
Novilia juga menegaskan pelaksanaan uji klinik fase III vaksin Sinovac di Indonesia bukan berarti bangsa Indonesia menjadi kelinci percobaan. Upaya itu dilakukan semata untuk kecocokan saat digunakan. Sehingga saat ramuan vaksin impor asal Cina itu lulus uji klinik dan mendapatkan izin edar, cocok dengan masyarakat Indonesia.
Pada bagian lain, Indonesia tengah menjanjaki kerja sama riset dan inovasi dengan Turki termasuk dalam upaya mengatasi pandemi Covid-19. Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro mengatakan, ada tiga bidang kerja sama potensial yang sedang dijajaki guna memperkuat hubungan bilateral kedua negara dalam bidang riset dan inovasi. Yakni, rencana kolaborasi riset dan pengembangan vaksin Covid-19 baik melalui skema mandiri dan skema uji klinis dari vaksin Covid-19. Kemudian, kerja sama pengembangan industri kedirgantaraan, antara lain kerja sama pesawat N-219 dan R-80, serta kerja sama di bidang ruang angkasa.
"Ketiga topik pembahasan kerja sama ini sangat relevan dan signifikan dalam pengembangan hubungan bilateral Indonesia-Turki khususnya dalam bidang penguasaan riset, teknologi dan inovasi," tuturnya.
Selain itu, kata dia, Indonesia diketahui saat ini akan segera memasuki tahapan clinical testing vaksin melalui kolaborasi dengan Lembaga Biologi Molekular (LBM) Eijkman dan PT Bio Farma dengan produk Sinovac dan Sinopharm. Tentunya, ada potensi yang besar untuk melakukan kolaborasi bersama antara Indonesia dan Turki dalam pengembangan vaksin Covid-19 ini.
"Dengan menggandeng LBM Eijkman, PT Bio Farma, dan TUBITAK kedepannya, khususnya terhadap kandidat vaksin yang potensial untuk dilakukan clinical testing," paparnya.(wan/mia/ted)
Laporan: JPG (Jakarta)