JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Meski datang ke Istana berbarengan, sikap pimpinan honorer K2 (kategori dua) soal PPPK atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja, berbeda.
Pengurus Pusat Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) Nurbaiti, boleh memandang PPPK sebagai solusi jangka pendek untuk penyelesaian masalah mereka. Namun, Koordinator Daerah FHK2I Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara, Suwandi Fayakun, konsisten. "Kami menolak PPPK dan PNS harga mati," tegas guru yang akrab disapa dengan panggilan Wandi ini, saat berbincang dengan Riau Pos, Rabu (30/1).
Kemarin, dia juga datang ke Kantor Staf Presiden (KSP) bersama Nur Baitih dan pengurus FHK2I daerah lainnya, seperti Korwil Maluku Tengah, Maluku Utara, Halmahera Tengah, Sulawesi Selatan, hingga Jawa Barat.
"Yang jelas PPPK bukan solusi honerer K2, tapi kalau dipaksakan, saya atas nama korda harus berkeadilan karena yang telah mengabdi sejak 2005 sampai saat ini harus dihargai juga oleh pemerintah," tutur Wandi.
Saat ditanya penghargaan apa yang diinginkan FHK2I Halmahera Utara, Wandi menyatakan, bila dipaksakan, maka harus ada keistimewaan untuk honorer K2 diangkat secara otomatis sebagai PPPK. Tanpa tes. "Makanya kami datang ke Istana mempertanyakan kejelasan juknis PPPK itu. Kami minta harus berkeadilan dalam arti diproyeksikan dalam skema PPPK ini," jelas pengajar di salah satu SD di Halmahera Timur.
Namun setelah mendapat penjelasan dari KSP, pihaknya justru bingung karema skema PPPK menurutnya dijadikan solusi oleh pemerintah untuk honorer K2 karena faktor anggaran.
Logika sederhananya menurut Wandi, bila yang membedakan hak-hak PPPK dengan PNS hanya soal pensiun, kenapa tidak sekalian diangkat menjadi PNS. "Jadi PPPK ini bukan solusi honorer K2, tapi kesannya pemerintah mau lari dari tanggung jawab saja. Makanya tetap tidak merubah sikap kami, tetap menolak PPPK," tandasnya.(fat)