THR Tidak Boleh Dicicil, Pekerja Kontrak hingga Pekerja Harian Lepas Wajib Dapat

Nasional | Rabu, 29 Maret 2023 - 11:58 WIB

THR Tidak Boleh Dicicil, Pekerja Kontrak hingga Pekerja Harian Lepas Wajib Dapat
Ilustrasi. (INTERNET)

JAKARTA dan PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menegaskan, tunjangan hari raya (THR) keagamaan harus diberikan penuh tahun ini. Pembayarannya pun pantang untuk dicicil. Ida mengatakan, pembayaran THR ini merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh.

 


Hal ini secara tegas telah diatur dalam pasal 8 dan 9 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Selain itu, diatur pula dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.

Ketentuan tersebut kemudian ditegaskan kembali dalam Surat Edaran Nomor M/2/HK.04.00/III/2023 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2023 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Di mana, surat edaran tersebut ditujukan kepada para gubernur di seluruh Indonesia.

Dalam aturan tersebut, kata dia, THR wajib dibayarkan secara penuh dan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan. ”THR keagamaan ini harus dibayar penuh, tidak boleh dicicil. Saya minta perusahaan agar taat terhadap ketentuan ini,” tuturnya dalam paparan mengenai pembayaran THR Keagamaan di Jakarta, Selasa (28/3).

Lalu, siapa saja yang berhak mendapat THR? Ida menjelaskan, THR wajib diberikan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus atau lebih, baik yang mempunyai hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) maupun perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Tak terkecuali, para pekerja/buruh harian lepas yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan.

Adapun terkait besarannya berbeda-beda. Bagi pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan THR sebesar 1 bulan upah. Sedangkan, bagi pekerja/buruh dengan masa kerja 1 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan maka THR diberikan secara proporsional, dengan perhitungan masa kerja dibagi 12 bulan yang kemudian dikalikan besarnya upah 1 bulan.

Dia mencontohkan, apabila seorang pekerja memiliki upah  Rp4 juta per bulan dan baru bekerja selama 6 bulan, maka pekerja tersebut berhak mendapatkan THR dengan perhitungan 6 bulan dibagi 12 sama dengan 0,5 lalu dikalikan Rp4 juta. Hasilnya, Rp2 juta.

Sementara, pekerja/buruh dengan perjanjian kerja harian lepas, Ida menyampaikan, ada kekhususan pengaturan untuk perhitungan 1 bulan gaji. Bilamana pekerja mempunyai masa kerja 12 bulan atau lebih, maka upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.

Adapun bagi pekerja harian lepas yang masa kerjanya kurang dari 12 bulan, maka upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja tersebut.”Tapi dimungkinkan juga perusahaan memberikan THR yang lebih baik atau lebih besar dari peraturan perundang-undangan,” ungkapnya.

Hal itu dimungkinkan apabila perusahaan yang dalam perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP), perjanjian kerja bersama (PKB), atau kebiasaan yang berlaku telah mengatur besaran THR yang lebih besar sebelumnya.

Dalam SE ini, turut diatur pula soal ketentuan perhitungan upah 1 bulan bagi pekerja/buruh dengan upah satuan hasil. Untuk pekerja/buruh ini, perhitungan upah 1 bulan didasarkan pada upah rata-rata 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.

Selain itu, Ida turut mewanti-wanti terkait pemberian THR oleh perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang melaksanakan penyesuaian waktu kerja dan upah sebagaimana yang diatur dalam Permenaker 5/2023.

Dia menegaskan, bahwa THR tetap diberikan secara penuh oleh perusahaan. Di mana, upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan THR adalah nilai upah terakhir sebelum dilakukannya penyesuaian upah. ”Ini penting untuk digarisbawahi karena THR dan hak-hak lainnya selain upah tidak termasuk bagian yang boleh disesuaikan oleh Permenaker 5/2023 tersebut,” ungkap Politisi PKB tersebut.

Selanjutnya, dalam rangka memastikan pelaksanaan pembayaran THR Keagamaan 2023, Ida meminta kepada para gubernur dan jajarannya untuk memastikan perusahaan di wilayah provinsi dan kabupaten/kota membayar THR sesuai ketentuan.

Diharapkan, perusahaan membayar THR lebih awal sebelum jatuh tempo. ”Bapak/Ibu Gubernur beserta seluruh jajarannya juga saya minta membentuk Posko Satgas Ketenagakerjaan Pelayanan Konsultasi dan Penegakan Hukum Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2023,” ujarnya.

Ida memastikan, pemerintah tak segan-segan menjatuhkan sanksi bagi perusahaan yang lalai dalam pembayaran THR keagamaan ini. Sanksi yang diberikan pun beragam, mulai dari sanksi teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, hingga pembekuan kegiatan usaha.

Desakan pembayaran THR sebelum jatuh tempo juga disampaikan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh Said Iqbal. Ia meminta agar pimpinan perusahaan membayar THR lebih cepat. ”Pemerintah sudah mengumumkan libur bersama pada tanggal 19 April 2023. Oleh karena itu, sebaiknya THR dibayar sebelum tanggal 19 April,” tegasnya.

Selain itu, Iqbal juga mengingatkan kepada perusahaan untuk tidak membayar THR dengan dicicil. Termasuk, tidak memangkas THR dengan dalih Permenaker No 5 Tahun 2023. ”Bilamana THR dipotong 25 persen, maka hukumannya adalah pidana,” ungkapnya.

Tak hanya itu, dia turut meminta pemerintah untuk mengawasi perusahaan agar tidak melakukan PHK terhadap karyawan kontrak dalam waktu ramadhan ini. Modus ini biasa dilakukan untuk menghindari pembayaran THR.

Buka Posko Pengaduan H-14
Sementara itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Riau akan membuka Posko Pengaduan THR. Posko tersebut rencananya akan dibuka H-14 atau dua pekan sebelum Hari Raya Idulfitri 1444 Hijriah.

Kepala Disnakertrans Riau, Imron Rosyadi mengatakan, posko pengaduan THR dibuka di Kantor Disnakertrans Riau, Jalan Pepaya Pekanbaru. Bagi karyawan yang tidak mendapatkan hak THR, bisa menyampaikan pengaduan secara langsung maupun melalui nomor pengaduan Disnakertrans Riau. “Posko pengaduan THR akan kita buka dua pekan sebelum hari H (Idulfitri),” kata Imron.

Lebih lanjut dikatakannya, posko pengaduan THR tidak hanya bisa disampaikan di Disnakertrans Riau, tapi para karyawan yang tidak mendapatkan haknya bisa menyampaikan ke Disnaker Kabupaten/Kota se-Riau. “Kami berharap pekerja yang merasa berhak menerima THR, namun tidak dibayarkan oleh pihak perusahaan, agar melapor H-7 Idulfitri,” ujarnya.

Lebih lanjut Imron menyampaikan, prosedur pengaduan THR bisa dilakukan melalui surat disampaikan ke kantor Disnakertrans Riau atau via WhatsApp ke nomor pengaduan. “Prosedur pengaduan THR bisa pakai surat atau via WhatsApp, nanti nomor hotline pengaduan kami sebarkan saat posko pengaduan dibuka,” sebutnya.

Imron menyatakan, setiap laporan pengaduan yang masuk akan ditindak pihaknya agar perusahaan dapat membayar hak pekerja. “Kami hubungi dulu melalui pihak perusahaan agar segera memenuhi hak THR pekerja, jika tidak ditindaklanjuti, baru kami buat panggilan. Kalau juga dipenuhi hak pekerja, maka perusahaan bisa kena sanksi administratif berupa teguran sampai pembatasan kegiatan usaha dan pencabutan izin perusahaan,” ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, pemerintah menjanjikan H-7 THR sudah cair khusus untuk buruh. Sementara untuk aparatur sipil negara (ASN) baru dicairkan H-5. Men PAN-RB Azwar Anas menyebutkan, Perpres THR untuk ASN masih digodog. Azwar memberi bocoran, setidaknya H-5 sebelum Idulfitri THR akan cair.

Sementara itu, terkait cuti bersama yang dimajukan menjadi tanggal 19 April juga masih dirembug. ”Ini agar tidak menumpuk di tanggal 21 (April). Tapi ASN ada hak mengurus cuti. Bisa di depan atau di akhir,” katanya.(mia/das)

Laporan JPG dan SOLEH SAPUTRA, Jakarta dan Pekanbaru









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook