JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Isu reshuffle Kabinet Indonesia Maju masih sebatas wacana. Di sisi lain, dengan mempertimbangkan kinerja menteri, Presiden Joko Widodo saat ini memiliki waktu yang tepat untuk melakukan evaluasi. Analis politik Exposit Strategic Arif Susanto mengatakan, secara prinsip, presiden bisa mengganti menterinya kapan saja. Namun dalam pengambilan keputusan, aspek waktu harus dipertimbangkan agar target akselerasi program pemerintah berjalan efektif.
Nah, jika melihat situasi sekarang, Arif menilai saat ini adalah momentum terbaik untuk reshuffle. Secara substansi, rakyat sudah melihat kinerja sejumlah menteri, khususnya di sektor konsumsi yang terbukti memunculkan polemik.
Kemudian dari sisi momentum, Arif memandang reshuffle harus dilakukan sebelum tahun politik. "Saya pikir paling lambat Juni untuk melakukan reshuffle," ujarnya dalam diskusi kemarin (27/3).
Jika melewati pertengahan tahun, lanjut dia, waktunya tidak ideal. Sebab saat itu tahapan pemilu akan dimulai. Secara iklim, tahun politik kurang efektif untuk memaksimalkan kinerja. Sebab, fokus masing-masing elit sudah berorientasi pemilu. "Seandainya orientasi (reshuffle) untuk pemerintah harus sekarang," tuturnya.
Manajer Riset Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi (Seknas Fitra) Badiul Hadi sepakat dengan hal itu. Dengan berbagai carut marut yang terjadi sebulan belakangan, presiden harus mengevaluasi para pembantunya.
Dari berbagai sektor yang ada, Baidul menilai menteri yang bertanggung jawab disektor pangan perlu dievaluasi. "Harus dievaluasi secara total. Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Perindustrian, Kementerian UMKM dan lain-lain," ujarnya.
Dalam beberapa pekan terakhir, Baidul menilai menteri di sektor tersebut sudah terbukti gagal memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Bahkan, mengesankan negara gagal dalam menghadapi mafia pangan.
"Kalau perlu diganti, diganti saja gak usah takut," imbuhnya. Dia meyakini, reshuffle itu akan memiliki dukungan politik kuat dari publik. Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti menyarankan presiden untuk memilih sosok yang memiliki visi yang sama. Sehingga apa yang jadi keinginan Presiden bisa diimplementasikan para pembantunya.
Dia mencontohkan, jangan sampai presiden menginginkan kebijakan minim impor, namun para pembantunya justru punya misi sebaliknya. "Harus menemukan orang yang mengimani apa yang menjadi visi misi Jokowi," ujarnya.(far/bay)
Laporan JPG, Jakarta