JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Penumpukan kendaraan di ruas jalan tol menjadi suguhan selama tiga hari ini. Keluhan soal gagal liburan dan merayakan momen Natal bersama keluarga pun banyak dilontarkan. Pemerintah pun dinilai gagal antisipasi lonjakan arus mudik Natal 2015.
Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyampaikan, pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub) seolah menyepelekan soal lonjakan penumpang. Apalagi sejak awal, Kemenhub beserta operator tol telah menyatakan lonjakan tidak akan sebesar mudik Idul Fitri.
“Pemerintah gagal mengantisipasi lonjakan arus mudik Natal, yang berbarengan dengan arus mudik liburan dan Maulid Nabi,” ujar Tulus di Jakarta, Jumat (25/12).
Akibat kegagalan itu, lanjut dia, pemerintah tidak menyiapkan sumber daya yang cukup, baik petugas Polri, petugas tol, dan petugas lapangan lainnya. Operator jalan tol dan polisi pun tidak menertibkan truk-truk barang yang mengambil jalur tengah, sehingga makin memperparah kemacetan.
“Seharusnya truk-truk barang digiring untuk mengambil lajur kiri. Lalu, yang membandel bisa diberikan tilang oleh kepolisian,” ungkapnya.
Padahal, akhirnya yang harus menanggung kerugian paling banyak adalah konsumen. Bentuk-bentuk kerugian itu meliputi, tarif tol yang sudah dibayarkan. Menurutnya, konsumen yang membayar tol seharusnya mendapat benefid atas kelancaran lalu lintas bukan kemacetan. Seperti namanya, jalan bebas hambatan.
Kerugian lain, konsumen harus mengucurkan puluhan bahan bakar yang terbakar percuma karena macet. Ditambah, biaya lain untuk konsumsi baik makanan maupun minuman saat berada di kemacetan. Belum lagi kerugian imateril, berupa hilangnya waktu libur dan kerugian psikologis lainnya.
“Atas kerugian yang didera, pemerintah dan operator jalan tol bisa dituntut ganti rugi oleh masyarakat,” tegasnya.