JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Presiden Joko Widodo (Jokowi) merespons penetapan tersangka terhadap Hakim Agung Sudrajad Dimyati oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jokowi mengamini perlu adanya reformasi pada bidang hukum.
“Ya, yang paling penting kita tunggu sampai selesai proses hukum yang ada di KPK. Yang pertama itu,” kata Jokowi kepada wartawan di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Senin (26/9/2022).
Kepala Negara menekankan, sangat penting melakukan reformasi pada bidang hukum. Jokowi mengaku telah memerintahkan kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
“Memang saya melihat ada urgensi yang sangat penting untuk mereformasi bidang hukum kita. Itu saya sudah perintahkan kepada Menko Polhukam,” tegas Jokowi.
KPK sebelumnya telah menetapkan hakim agung Sudrajad Dimyati sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA. Diduga, Sudrajad menerima suap senilai Rp800 juta melalui hakim yustisial atau panitera pengganti MA, Elly Tri Pangestu.
Selain Sudrajad, KPK juga turut menetapkan Elly Tri Pangestu dan delapan orang lainnya sebagai tersangka. Ke delapan orang itu di antaranya Desy Yustria (DY) selaku PNS pada Kepaniteraan MA; Muhajir Habibie (MH) selaku PNS pada Kepaniteraan MA; PNS MA, Redi (RD); dan PNS MA, Albasri (AB). Kemudian, Yosep Parera (YP) selaku pengacara; Eko Suparno (ES) selaku pengacara; serta dua Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana, Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
Perkara ini terkait dugaan suap pengurusan perkara perdata berupa kasasi di MA atas putusan pailit Koperasi Simpan Pinjam Intidana. Permohonan kasasi itu bermula dari pada proses persidangan di tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, Heryanto dan Eko belum puas dengan keputusan pada dua lingkup pengadilan tersebut sehingga melanjutkan upaya hukum kasasi pada MA. Pada 2022, dilakukan pengajuan kasasi oleh Heryanto dan Ivan Dwi dengan masih memercayakan Yosep dan Eko sebagai kuasa hukum.
Pegawai MA yang bersedia dan bersepakat dengan Yosep dan Eko yaitu Desy Yustria dengan pemberian sejumlah uang. Desy selanjutnya turut mengajak PNS pada Kepaniteraan MA Muhajir Habibie dan Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu untuk ikut serta menjadi penghubung penyerahan uang ke majelis hakim.
Desy dkk diduga sebagai representasi Sudrajad dan beberapa pihak di MA untuk menerima uang dari pihak-pihak yang mengurus perkara di MA.
Jumlah uang yang diserahkan secara tunai oleh Yosep dan Eko kepada Desy sebesar SGD 202.000 atau senilai Rp2,2 miliar. Kemudian oleh Desy Yustria membagi lagi, dengan pembagian, Desy menerima sekitar Rp250 juta, Muhajir Habibie menerima sekitar Rp850 juta, Elly Tri Pangestu menerima sekitar Rp100 juta dan Sudrajad menerima sekitar Rp800 juta yang penerimaannya melalui Elly Tri.
Dengan penyerahan uang tersebut, putusan yang diharapkan Yosep dan Eko pastinya dikabulkan dengan menguatkan putusan kasasi yang sebelumnya menyatakan koperasi simpan pinjam Intidana pailit.
Sebagai pemberi suap, Heryanto, Yosep, Eko, dan Ivan Dwi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan Sudrajad, Desy, Elly, Muhajir, Redi, dan Albasri sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman