JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Usulan untuk menempatkan perwira aktif TNI di kementerian/lembaga sipil terus mendapat penolakan. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai rencana tersebut bukan hanya mengancam demokrasi yang dicita-citakan reformasi, namun bisa menimbulkan sejumlah benturan ketentuan.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan, perwira aktif secara status masih di bawah komando angkatan bersenjata. Oleh karenanya, pengaruh ataupun pengendalian komando dari institusi militer sangat mungkin dilakukan. Imbasnya, bisa saja, kebijakan yang kelak diambil bukan merujuk pada sikap menteri di kementerian, melainkan kepentingan TNI.
Jika hal itu terjadi, maka sama saja dengan pengendalian institusi sipil oleh militer. Padahal, kondisi itu menjadi semangat perubahan saat reformasi. “Itu berbahaya, itulah cikal bakal lahirnya orde baru. Kalau semua dimasuki dan dikendalikan tentara, mau jadi apa negara kita. Cita-cita demokratis makin jauh,” ujarnya kepada Jawa Pos (JPG), kemarin (25/2).
Selain benturan kepemimpinan, benturan ketentuan juga bisa terjadi di peradilan. Anam mencontohkan, jika perwira tersebut melakukan penyelewenangan dalam kebijakan kementerian, maka akan terjadi kekosongan hukum. Sebab, perbuatannya ada di institusi sipil. “Pengadilan umum nggak mengatur (TNI, red), diadili di mana kan tambah rumit,” imbuhnya.
Belum lagi potensi lahirnya gejolak dari birokrat asli juga sangat mungkin terjadi. Dia mencontohkan, karir PNS seseorang yang sudah dibangun lama bisa buyar dengan kebijakan tersebut. “Yang benar-benar jagoan, pintar, mentok kariernya karena slotnya diisi oleh tentara,” tuturnya.
Bagi TNI sendiri, kata Anam, ada kerugian yang bisa dialami. Yang paling terlihat profesionalisme TNI sebagai pertanahan negara terganggu. Sebab, banyak perwiranya yang sibuk mengurusi hal-hal di luar pertahanan. Padahal, berdasarkan buku putih yang dibuat TNI, skema ancaman di tingkat regional dan internasional meningkat.
“Kalau ancaman meningkat, TNI urus lain namanya kontradiksi dengan apa yang mereka baca sendiri di buku putih,” terangnya.
Oleh karenanya, Anam mendesak agar usulan tersebut tidak diteruskan. Dia mengingatkan Presiden Joko Widodo untuk tidak menyetujui usulan tersebut. Jangan sampai Jokowi dianggap sebagai pemerintahan yang memberi legitimasi kembalinya dwifungsi TNI.
Anam menambahkan, rencananya dalam waktu dekat lembaganya akan menyampaikan pernyataan resmi kelembagaan untuk menolak usulan tersebut. “Kami sejak awal sudah menolak. Jumat ini kami mau siapkan posisi komnas secara resmi,” pungkasnya.(far/jpg)