JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Program Kartu Prakerja baru saja diresmikan pemerintah pada Jumat (20/3). Hal ini disebutkan untuk membantu para calon pekerja dan karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) agar dapat meningkatkan kualitasnya.
Namun, menurut Peneliti di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra Talattov, anggaran yang dialokasikan sebesar Rp10 triliun itu harusnya bisa ditunda terlebih dahulu.
"Kartu Prakerja ini pemerintah masih memaksakan jalan, ini miris juga karena kan sifatnya pelatihan dan meningkatkan skil," kata dia dalam Telekonferensi Pers, Selasa (24/3).
Menurutnya, sangat tidak memungkinkan menjalankan program tersebut di tengah ancaman wabah Covid-19. Sebab, perusahaan mana yang akan melakukan penyerapan tenaga kerja ketika kondisi seperti ini.
"Aktivitas ekonomi sedang menurun, seluruh sektor pada menahan laju operasi dan tak mungkin terserap karena kita nggak tau kapan selesai," katanya.
Bagi Abra, dibandingkan menjalankan program yang masih berbentuk pilot project ini, lebih baik anggarannya dialokasikan untuk masyarakat atau pekerja yang kemungkinan akan di PHK.
"Anggaran prakerja itu mending diberikan secara langsung kepada para pekerja yang kemungkinan di layoff (pemangkasan)," tutupnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi