JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kebijakan pemerintah yang membatasi kesempatan honorer untuk ikut tes CPNS 2018, berbuntut panjang.
Ini setelah 48 guru honorer Kabupaten Kebumen menggugat Presiden Joko Widodo. Selain itu juga menggugat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Syafruddin ke PN Jakarta Pusat.
Sidang pertama sudah dilaksanakan, Kamis (22/11). Sayangnya, presiden dan Menteri Syafruddin tidak hadir atau pun mengirim kuasa hukumnya ke sidang. Alhasil para penggugat merasa kecewa karena telah gagal menemui presiden maupun MenPAN-RB.
"Guru-guru honorer ini sudah melakukan demo tiga hari. Namun tidak diterima presiden maupun MenPAN-RB. Mereka berharap hari ini bisa bertemu dengan salah satu pejabat negara tersebut, tapi akhirnya harus kecewa lagi," kata Dr Andi Asrun SH MH, pengacara guru honorer Kebumen, Kamis (22/11).
Dosen Fakultas Hukum Universitas Pakuan ini mengungkapkan, para honorer sudah bekerja antara sepuluh sampai 25 tahun mulai tingkat SD, SMP, dan SMA. Mereka dibayar dengan honor sangat murah Rp 250 ribu sampai Rp 300 ribu per bulan.
Besaran honor ini, lanjutnya, sangat tidak manusiawi. Sudah menerima honor sangat kecil masih dihambat ikut seleksi akibat syarat 35 tahun. "Syarat usia ini seharusnya diterapkan para fresh graduate. Bukan diterapkan kepada guru-guru yang telah bekerja lebih dari 10 tahun," terang Andi.
Guru honorer menuntut janji Jokowi untuk memerhatikan nasib guru honorer saat menghadiri HUT PGRI dan Hari Guru Nasional di Stadion Bekasi pada November 2017. Sudah setahun, janji tinggal janji.
Selain menggugat ke PN Jakarta Pusat, guru honorer juga mengajukan uji materi Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 36 Tahun 2018 tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan PNS dan Pelaksanaan CPNS 2018. Mereka menilai syarat usia 35 tahun bertentangan dengan jiwa dan roh UU No. 5 tahun 2014 tentang ASN.
"Majelis Hakim memerintahkan panitera agar presiden dan Menteri PAN-RB dipanggil kembali untuk hadir sidang 13 Desember 2018," pungkasnya. (esy/jpnn)
Sumber: JPNN