JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Irjen Ferdy Sambo resmi disanksi berupa pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH), Senin (19/9). Sidang banding yang dipimpin Komjen Agung Budi Maryoto memperkuat hasil sidang komisi kode etik Polri (KKEP) terhadap Sambo. Dalam sidang tersebut Sambo dinilai melakukan perbuatan tercela.
Namun, PTDH terhadap Irjen Sambo tersebut bisa jadi bukan akhir dari nasib mantan Kadivpropam ersebut. Pasalnya, dinilai ada peluang untuk Irjen Sambo kembali menjadi anggota Polri melalui Peraturan Polri nomor 7/2020 tentang KKEP, khususnya dalam pasal 83 yang berpotensi untuk dilakukan peninjauan kembali dalam masa tiga tahun.
Sidang banding, Senin (19/9) tersebut dimulai sekitar pukul 10.00 WIB dan digelar selama tiga jam, dengan keputusan sidang yang dibacakan oleh Irwasum Komjen Agung Budi Maryoto. Dalam pembacaan putusan banding tersebut, Agung menuturkan bahwa menolak permohonan banding pemohon. "Menguatkan putusan sidang komisi kode etik," tegasnya.
Dengan begitu, komisi banding menjatuhkan sanksi etik bahwa Irjen Sambo melakukan perbuatan tercela serta memberikan sanksi administratif berupa pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). "Tetap dijatuhi PTDH," paparnya, Senin (19/9).
Sementara Kadivhumas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, setelah putusan dari sidang banding tersebut, maka proses administratif berupa PTDH akan dilakukan selama tiga hari kerja setelah diputuskan. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 81 Peraturan Polri nomor 7/2022 tentang KKEP yang menyebutkan bahwa putusan sidang banding dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama tiga hari. "Sesuai peraturan," jelasnya.
Penyerahan tersebut sudah termasuk seremonial. Namun, kemungkinan besar tidak akan ada seremonial seperti PTDH anggota Polri biasanya, yang dilaksanakan dengan upacara dan pencopotan seragam. "Penyerahan putusan sudah seremonial itu," paparnya.
Yang pasti, keputusan sidang banding tersebut bersifat final dan mengikat. Sehingga, putusan PTDH tersebut tidak akan berubah. "Nanti proses selanjutnya, saya informasikan," ujarnya di lobi gedung TNCC Senin (19/9).
Putusan sidang banding tersebut setelah Irjen Sambo mengajukan banding atas perbuatannya berupa memerintahkan penembakan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, ajudan dari istrinya Putri Candrawathi. Berkas perkara Irjen Sambo untuk pembunuhan terhadap Brigadir Yosua, kini sedang diteliti oleh Kejaksaan Agung. Belum ada putusan bahwa berkas perkara dinyatakan lengkap atau P21.
Terkait PTDH dari Irjen Sambo, Pengamat Kepolisian Bambang Rukminto mengapresiasi keputusan sidang banding tersebut. Namun, bukan berarti Sambo kehabisan peluang untuk bisa kembali ke Korps Bhayangkara. "Sebab, dalam Pasal 83 Perpol 7/2022 tentang KKEP diatur adanya peninjauan kembali," paparnya.
Dalam pasal tersebut ayat 1 menyebutkan bahwa Kapolri berwenang untuk melakukan peninjauan kembali (PK) atas putusan KKEP atau KKEP Banding yang telah final dan mengikat. Lalu, pada ayat 2 disebutkan bahwa PK dalam dilakukan apabila putusan KKEP atau banding terdapat kekeliruan. "Dan ditemukan alat bukti yang belum diperiksa dalam sidang KKEP atau banding," jelasnya.
Lalu, dalam ayat 3 juga tertulis bahwa PK sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat dilakukan paling lama tiga tahun sejak putusan KKEP atau banding. "Dari Pasal 83 ini artinya kewenangan PK hanya dimiliki Kapolri. Terhukum tidak memiliki kewenangan mengajukan PK," urainya.
Menurutnya, bila kewenangan PK itu dilakukan tanpa ada bukti baru atau terjadi kekeliruan, maka pimpinan sedang menghancurkan kewibawaannya sendiri. "Itu yang akan terjadi bila PK ditempuh," paparnya.
Apakah dengan Pasal 83 tersebut dapat diartikan bahwa sebenarnya putusan banding tidak final dan mengikat? Dia mengatakan bahwa semua tergantung Kapolri. Putusan sidang KKEP dan banding itu bersifat rekomendasi.(idr/jpg)