JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Indonesia Coruption Watch (ICW) mengungkapkan, pemerintah telah menghabiskan Rp90,45 miliar untuk aktivitas digital yang melibatkan jasa influencer. Hal ini diketahui berdasarkan hasil penelusuran ICW pada situs Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) sejumlah kementerian dan lembaga pada periode 2014-2018.
"Total anggaran belanja pemerintah pusat untuk aktivitas yang melibatkan influencer mencapai Rp90,45 miliar," kata peneliti ICW Egi Primayogha dalam diskusi daring, Kamis (20/8).
Egi menyampaikan, terdapat 34 kementerian, 5 lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK), serta dua institusi penegak hukum yakni kepolisian dan Kejaksaan Agung yang ditelusuri. Menurutnya, pengadaan untuk aktivitas yang melibatkan influencer baru muncul pada 2017 dan terus berkembang hingga 2020 dengan total paket pengadaan sebanyak 40 sejak 2017-2020.
"Di tahun 2014, 2015 dan 2016 kami tidak menemukan kata kunci itu. Mulai ada penggunaannya di tahun 2017, hingga akhirnya meningkat di tahun berikutnya," ucap Egi.
Menurut Egi, instansi dengan anggaran pengadaan jasa influencer yakni Kementerian Pariwisata senilai Rp77,6 miliar untuk 22 paket pengadaan jasa influencer. Selain itu, penggunaan jasa influencer ada pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan senilai Rp1,6 miliar untuk 12 paket. Kemudian, Kementerian Komunikasi dan Informatika Rp10,83 milair untuk empat paket.
Selanjutnya, Kementerian Perhubungan Rp195,8 juta untuk satu paket dan Kementerian Pemuda dan Olahraga Rp150 juta untuk satu paket. Menurut Egi, Kemendikbud menggunakan jasa influencer untuk menyosialisasikan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
"Kemendikbud mengucurkan dana Rp114,4 juta untuk membayar artis Gritte Agatha dan Ayushita WN serta Rp114,4 juta untuk Ahmad Jalaluddin Rumi dan Ali Syakieb," bebernya.
Sementara, Kementerian Pariwisata menghabiskan Rp5 miliar untuk pengadaan berjudul Publikasi Branding Pariwisata Melalui International Online Influencers Trip Paket IV. Oleh karena itu, pemerintah diminta transparan dalam segi penggunaan anggaran serta penentuan nama-nama influencer yang akan ditunjuk.
"Apabila penggunaan jasa influencer semakin marak seperti apa gitu, kan jadi tidak berguna peran institusi kehumasan yang dimiliki oleh pemerintah,” pungkas Egi.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi