JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Pemerintah akhirnya mengambil keputusan ekstrem untuk mengatasi persebaran Covid-19. Bukan opsi lockdown yang diambil, melainkan rapid test (tes cepat) secara meluas. Diharapkan, rapid test masal itu bisa membuat proses deteksi pasien lebih cepat. Dengan begitu, langkah-langkah berikutnya bisa langsung ditentukan.
Instruksi rapid test itu disampaikan Presiden Joko Widodo saat rapat kabinet terbatas yang membahas perkembangan Covid-19, kemarin (19/3). Ratas dilangsungkan lewat media video conference. Presiden berada di Istana Merdeka Jakarta, sedangkan para menteri mengikutinya dari kantor atau rumah dinas masing-masing.
"Segera lakukan rapid test dengan cakupan yang lebih besar agar deteksi dini Covid-19 bisa kita lakukan," ujar Presiden.
Alatnya pun harus segera diperbanyak. Begitu pula lokasi-lokasi untuk tes. Lokasinya harus disebar agar warga tidak menumpuk di tempat-tempat tertentu. Lokasi utama adalah RS-RS milik pemerintah, BUMN, pemda, TNI-Polri, hingga swasta. Juga, lembaga-lembaga riset perguruan tinggi yang mendapat rekomendasi Kemenkes. Kemenkes juga diminta segera menyiapkan protokolnya. Sebab, hasil rapid test akan menentukan langkah selanjutnya. Apakah isolasi mandiri di rumah atau perlu perawatan di RS.
Pemerintah juga akan memanfaatkan Wisma Atlet di Kemayoran untuk menampung pasien bila RS tidak mencukupi. Sebab, kapasitas Wisma Atlet cukup besar. Bisa menampung 15 ribu pasien. Presiden juga meminta hotel-hotel milik BUMN disiapkan untuk menampung pasien terkait dengan rapid test tersebut. Hal serupa diminta disiapkan di daerah. Dengan demikian, bila sewaktu-waktu terjadi lonjakan kasus positif setelah rapid test, lokasi isolasi sudah siap. Pasien tidak perlu dibawa ke Jakarta karena di daerah sudah ada fasilitasnya.
Persiapan rapid test memang memerlukan waktu. Sebab, alatnya belum tersedia di Tanah Air. "Harus didatangkan dari beberapa negara," terang Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo seusai ratas.
Dia akan berkoordinasi dengan bea dan cukai, Kementerian Perdagangan, dan BPOM agar mendapat kemudahan akses impor. Selain itu, pihaknya menyiapkan RS sesuai perintah Presiden, ditambah beberapa RS swasta. Saat ini sudah ada lima RS swasta yang bersedia menampung pasien Covid-19. Wisma Atlet juga segera disiapkan.
"Sudah ada dua tower, dalam waktu dekat, Senin (23/3) bisa menampung 2.000 tempat tidur," lanjut kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana itu.
Sejauh ini, sudah tersedia 12 laboratorium yang bisa digunakan untuk uji virus. Namun, ke depan, bila memang kurang, pihaknya meminta penambahan. Indonesia memiliki 40 laboratorium yang pernah digunakan untuk menangani wabah SARS. Hanya, kesiapannya masih harus dicek ulang.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menjelaskan, pada dasarnya ada beberapa metode untuk mendeteksi virus SARS-CoV-2. Yang paling sensitif adalah menggunakan metode molekuler yang diistilahkan sebagai PCR (polymerase chain reaction). Metode lain adalah pemeriksaan immunoglobulin (imun).
Pemeriksaan itu adalah upaya skrining awal dan bisa dilaksanakan secara masal. "Beberapa negara sudah melakukan hal ini dan kita akan melaksanakannya," terang Yuri.
Tujuannya, secepatnya mengetahui kasus positif yang berada di masyarakat sehingga bisa segera dilakukan isolasi. Yang perlu diketahui masyarakat, tes immunoglobulin akan membuat temuan kasus positif menjadi banyak. Hanya, tidak semuanya harus diartikan diisolasi di RS.
"Pada kasus positif tanpa gejala atau dengan gejala ringan, tentu pasien akan diedukasi untuk melaksanakan self-isolation (isolasi mandiri, red)," lanjutnya.
Isolasi mandiri bisa dilakukan di rumah masing-masing. Namun, bila temuannya disertai gejala moderat atau sakit kategori sedang, penderita tetap harus dikonfirmasi menggunakan PCR. Sebab, PCR memiliki sensitivitas yang jauh lebih tinggi daripada rapid test. "Rapid test ini untuk meyakinkan masyarakat apakah dia tertular atau tidak," tuturnya.
Setelah mendapat kepastian, tinggal melihat protokol selanjutnya. Apakah perlu diisolasi di RS atau cukup di rumah. Tes immunoglobulin merupakan pemeriksaan antibodi atau bagian dari sistem kekebalan tubuh. Ada berbagai jenis antibodi yang dimiliki tubuh. Misalnya, immunoglobulin A (IgA) yang bisa menunjukkan alergi pada tubuh. Tes imunitas tersebut biasanya dilakukan untuk mendiagnosis infeksi organ dan gangguan kekebalan tubuh. Cara pemeriksaannya, antara lain, dengan menggunakan metode imunokromatografi.
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinis dan Kedokteran Laboratorium Indonesia Prof dr Aryati MS SpPK(K) mengatakan, mengenai deteksi antibodi terhadap SARS-CoV-2 dengan metode imunokromatografi atau rapid test, belum ada penjelasannya. SARS CoV-2 merupakan nama virus yang menyebabkan Covid-19.
"Antibodi baru terbentuk beberapa waktu setelah masuknya virus ke dalam tubuh," katanya. "Namun, waktu terbentuknya antibodi belum disebutkan secara jelas pada beberapa referensi," lanjutnya. Deteksi SARS-CoV-2 direkomendasikan dengan PCR yang dilanjutkan sequencing untuk mengonfirmasinya. Hal itulah yang selama ini dilakukan di Indonesia.
82 Kasus Baru, 25 Meninggal
Kasus positif Covid-19 di Indonesia terus mengalami lonjakan. Hingga kemarin, tercatat ada 82 kasus baru yang membuat jumlah total kasus positif menjadi 309. Dari jumlah tersebut, 25 di antaranya meninggal dunia. Sementara itu, ada 15 kasus yang dinyatakan sembuh lantaran setelah dua kali tes virus hasilnya negatif.
Jumlah kematian itu menjadikan Indonesia sebagai negara di urutan keempat dengan persentase kematian terbesar terkait Covid-19. Urutan pertama dipegang Aljazair. Di negeri tersebut, meski jumlah kasus positif ada 82, sebanyak 9 di antaranya meninggal. Itu setara 10,97 persen. Sedangkan persentase kematian di Indonesia mencapai 8,09 persen.
Di Indonesia, kasus positif Covid-19 tersebar di 16 provinsi. Jakarta menjadi lokasi penularan terbanyak dengan kasus positif mencapai 210 orang. Sementara itu, kasus kematian terkait Covid-19 tersebar di tujuh provinsi. Yakni, DKI Jakarta (17), Jateng (3), Bali (1), Banten (1), Jabar (1), Jatim (1), dan Sumut (1).
Juru Bicara Pemerintah untuk Covid-19 Achmad Yurianto mengakui, angka tersebut memang tergolong tinggi. Namun, dia mengatakan bahwa angka tersebut bersifat dinamis.
"Setiap saat jumlah kasus baru akan bisa meningkat dengan cepat dan mudah-mudahan tidak ada lagi kasus yang meninggal," tuturnya.
Prediksi itu, salah satunya, didasari pada rencana pemerintah menerapkan rapid test masal kepada masyarakat. Ketika jumlah yang dites semakin banyak, peluang temuan kasus baru semakin besar. (byu/lyn/syn/c7/oni/jpg)