Harus Dikembalikan Semua
Menjawab apa konsekuensi kalau tidak dikembalikan, Widhi menyebut, kalau dari sisi BPK harus dikembalikan semua. BPK akan terus memantau hal ini sejauh mana perkembangannya. Karena sebetulnya, ketika LHP sudah BPK serahkan, kewajibannya itu ada di tangan yang bersangkutan untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK.
"Media juga sebenarnya bisa memantau, bagaimana perkembangannya dan sudah seberapa jauh tindak lanjut yang dilakukan, baik pemko maupun Bulog," ujarnya.
BPK, tambahnya belum punya payung hukum untuk mendorong untuk lebih keras lagi. Jadi sebutannya kalau sudah selesai LHP diserahkan, karena bolanya di mereka jadi sebutan pada BPK disebut pemantauan. "Memantau ini kan beda dengan memeriksa," tambahnya.
Apakah dalam pemantauan yang dilakukan, BPK tidak bisa mendesak? Menurut Widhi, tidak bisa. Karena kunci pada BPK itu pada rekomendasi. Ketika direkomendasi membilang memproses dan mengembalikan ke kas daerah, maka sesuai itu saja. "Tolong diperhatikan, nilainya berapa yang harus dikembalikan. Ya itulah yang harus dikembalikan," ujarnya.
Tidak ada batas atau tenggat waktu harus dikembalikan? Nah itu yang belum diatur secara detil, khususnya pengembalian. "Sisi kami (BPK, red) ini curhat, agak gatal juga gitu lho. Tapi undang-undangnya belum sampai ke situ mengatur teknisnya bagaimana," tambahnya lagi.
Bagaimana kalau dibawa ke ranah hukum? Widhi mengatakan no comment, karena itu sudah di luar porsinya BPK. Kalau masyarakat yang melapor? "Bisa saja, monggo saja. Tapi kan melaporkan nanti di aparat penegak hukum akan menganalisis lagi, memenuhi unsur-unsur pidana atau tidak," ujarnya.
Tapi dalam hal ini, pihak Bulog memang sudah menjelaskan mengapa belum selesai pengembaliannya, karena mereka pun masih menunggu pembayarannya. Jadi pembayarannya pun belum lunas. Pemko belum bayar 100 persen. Jadi kalau sudah bayar 100 persen baru dia kembalikan lagi.
"Secara administrasi, transaksi ini belum clear. Bulog kan tak mau menalangi dulu pengembaliannya," sebutnya.
Terus Dipantau
BPK Perwakilan Riau terus melakukan pemantauan terkait pengembalian uang rakyat ini. Terkait pembanding yang dilakukan BPK, dijelaskan Handriyas Haryotomo, bahwa kontrak pengadaan barang itu ada formulasi pembentuk harganya. Baik beras, mi instan, minyak goreng, dan sarden. Harga beras per kilonya itu sudah ada. Tetapi beras itu sampai ke masyarakat ada tambahan-tambahannya lagi, seperti transportasinya, pengepakannya. Tim BPK mengupas dari formulasi pembentuk harganya yang kemudian dilihat ternyata ada kesalahan-kesalahan hitungan. Sehingga harusnya kalau dihitung ulang harganya bisa lebih murah dari Rp1,3 miliar itu.
"Jadi kami melakukan konfirmasi ke Bulog. Kami minta, formulasi pembentuk harganya seperti apa, kemudian kami cek. O, iya benar. Permasalahan ini sebenarnya Inspektorat Pemko juga sudah tahu. Tetapi pada saat kami turun, audit yang dilakukan Inspektorat belum selesai," tambahnya.
Apa harapan BPK terkait hal ini? Widhi menjelaskan, selesaikan segera sesuai degan rekomendasi BPK. Kalau sudah tuntas, masuk dalam pemantauan, tinggal disampaikan, sudah status satu. Ini sudah sesuai dengan yang direkomendasikan BPK.
Sebetulnya semua yang berkaitan dengan pengembalian ke kas daerah BPK dorong segera saja lakukan. Tidak hanya yang ini, termasuk yang lain-lain juga.
"Kami pun sebetulnya, sangat terbuka kepada entitas bagaimana menindaklanjuti rekomendasi BPK, karena kadang-kadang kan bahasanya ini apa ya, menafsirkannya. Nah silakan yang bersangkutan bertanya ke kami. Pak ini maksudnya bagaimana ya? Kami dengan senang hati akan menjelaskannya," tuturnya.
Bulog Kembalikan Kelebihan Bayar
Menyikapi kelebihan bayar ini, Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) Kantor Wilayah Riau-Kepri mengatakan adanya kelebihan bayar tersebut karena kegiatan dilaksanakan sifatnya sangat mendesak.
"Mengapa ada kelebihan bayar? Karena kegiatan ini sifatnya sangat mendesak untuk memenuhi permintaan Pemerintah Kota Pekanbaru. Terutama untuk kegiatan bantuan Covid-19," kata Kepala Bulog Riau-Kepri H Bakhtiar AS melalui Kasi Sekretariat Umum Delly Bayu Putra, Senin (30/8).
Menurut Delly Bayu Putra, sesuai dengan Surat Edaran Kepala LKPP No.3 Tahun 2020 bahwa post-audit dilakukan setelah proses kegiatan dan pembayaran selesai dilaksanakan. Hal ini bisa saja menyebabkan terjadinya perbedaan cara penghitungan, sehingga terjadilah perbedaan harga. Di mana apabila terjadi kelebihan harga dan sesuai perjanjian akan dilakukan pengembalian jika terjadi kelebihan bayar.
Besaran anggaran sesuai dengan penawaran yang diajukan Perum Bulog Kanwil Riau-Kepri untuk kegiatan bantuan sembako untuk masyarakat terdampak pandemi Covid-19 yang juga sudah disetujui oleh Dinas Perindag Kota Pekanbaru kurang lebih Rp7 miliar.
Rp7 miliar itu dengan rincian item pembelian beras, minyak goreng, sarden kaleng, dan mi instan. Delly Bayu Putra tidak menjelaskan secara rinci besaran yang dikembalikan. Tapi berdasarkan temuan BPK kelebihan bayar itu sebesar Rp1,366 miliar.
"Sudah dilakukan pengembalian ke kas daerah melalui BPKAD Kota Pekanbaru, dan juga sudah dilaporkan kepada Pemko melalui Kadis Perindag Kota Pekanbaru," kata Delly Bayu Putra ketika ditanya apakah kelebihan pembayaran itu sudah dikembalikan atau belum.
Dengan kejadian tersebut, pihak Perum Bulog Kanwil Riau-Kepri tetap melakukan evaluasi dari segala lini. Bahkan pihaknya tetap komitmen untuk senantiasa men-support kegiatan pemerintah daerah di Riau-Kepri.
"Terutama men-support kegiatan Pemda, khususnya dalam penanganan pandemi Covid-19," ucapnya.
Delly juga mengatakan, terkait kegiatan-kegiatan mendesak perlu dilakukan sinergi yang baik antara stakeholder. Terutama dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan dengan baik melalui pendampingan yang dilakukan oleh pihak Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) maupun Aparat Penegak Hukum (APH).
"Dengan begitu kita yakin kegiatan dapat berjalan dengan baik. Sebab, ada keterlibatan APIP dan APH. Itu hasil evaluasi kita," tutupnya.