JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuka peluang bagi mereka yang berumur di bawah 40 tahun, tetapi pernah atau sedang menjadi kepala daerah dan legislatif menjadi capres dan cawapres, berbuntut. Kemarin (18/10), Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara melaporkan Ketua MK Anwar Usman ke Majelis Kehormatan MK.
Koordinator Perekat Nusantara Petrus Selestinus menuturkan, pihaknya melaporkan Anwar Usman dengan dugaan pelanggaran kode etik. Dia menilai, putusan MK tentang syarat pencalonan presiden itu memiliki sejumlah kejanggalan. "Pertama, ketua MK memiliki hubungan kekeluargaan dengan Gibran Rakabuming Raka (wali kota Solo, Red) yang disebut dalam perkara belasan kali," ujarnya.
Petrus menjelaskan, dalam UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman disebutkan bahwa hakim wajib mundur bila memiliki kepentingan dalam sebuah perkara. "Nah, kepentingannya kan jelas sekali. Paman (Anwar Usman) memberikan peluang ke keponakan (Gibran) untuk bisa menjadi bacawapres. Kok, ketua MK tidak mundur dari perkara?" ungkapnya.
Selain itu, sesuai pernyataan hakim konstitusi Saldi Isra, ada perubahan sikap dari sejumlah hakim MK setelah Anwar Usman ikut dalam rapat permusyawaratan hakim untuk perkara nomor 90 tersebut. "Karena itu, kami melaporkannya," tegas Petrus.
Laporan Perekat Nusantara itu diterima oleh Sekjen MK Heru Setiawan. Dalam kesempatan itu, dia mengatakan bahwa pihaknya hanya berwenang dalam urusan administrasi atau menerima laporan tersebut. "Nanti, laporan ini akan ditindaklanjuti Majelis Kehormatan MK," jelasnya.
Yang pasti, Heru menegaskan, surat laporan itu telah diterima. Selanjutnya, pelapor akan mendapat pemberitahuan perkembangan atas laporan tersebut. "Prosesnya seperti apa, itu Majelis Kehormatan yang berwenang," pungkasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi