JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Sikap pemerintah yang memutuskan kenaikan cukai rokok 23 persen mulai 2020 diapresiasi para pegiat kesehatan. Kenaikan cukai bisa berdampak pada harga rokok. Diperkirakan harganya bisa naik 35 persen atau sekitar lebih dari Rp 5 ribu per bungkus. Setidaknya, upaya itu bisa menyelamatkan para remaja atau perokok pemula untuk tidak merokok.
Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Prof Hasbullah Thabrany, mengapresiasi kenaikan cukai rokok 30 persen. Meski begitu, pihaknya bersama aktivis Tobacco Control berharap kenaikan cukai bisa mencapai 26 persen.
“Saya kira appreciate lah kenaikan cukai 23 persen. Pertama, untuk menutupi ketidaknaikan cukai tahun lalu. Tahun lalu kan cukai enggak naik karena urusan politik. Betul memang belum akan sempurna seperti yang diharapkan. Tapi ini lebih baik dari yang sebelumnya,” jelasnya kepada JawaPos.com, Senin (16/9).
Menurut Prof Hasbullah, kenaikan cukai rokok perlahan semakin memberatkan anak-anak merokok atau perokok pemula. Dia berharap penurunan itu bisa mulai berdampak hasilnya tahun depan.
“Pemerintah semakin maju menyederhanakan cukai rokok. Yang kita pantau setelah ini, pada generasi muda. Itu yang kita harapkan ada penurunan jumlah perokok remaja,” katanya.
Catatannya, jumlah perokok remaja pada 2018, prevalensinya sebanyak 9,1 persen. Karena itu dengan naiknya cukai rokok, pada 2020 diharapkan perokok pemula bisa turun di bawah 5 persen.
“Tentu inginnya, idealnya sampai tak ada perokok pemula. Tapi kan susah,” ungkapnya.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut, angka kematian akibat rokok sampai 2 tahun lalu yakni mencapai 618 jiwa per hari. Dan dalam setahun ada 200 ribuan jiwa meninggal karena dampak rokok.
Menurut Prof Hasbullah, sebelumnya Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia pada 2016 menghitung harga ideal sebungkus rokok adalah Rp 50 ribu. Namun di tahun ini, seharusnya harga rokok mencapai Rp 60-70 ribu.
“Jadi kalau dulu diketeng bisa Rp 1.200 per batang, sekarang dengan kenaikan cukai rokok paling sebatang kalau diketeng bisa Rp 1.500 lebih. Memang masih mampu untuk remaja membeli rokok, tapi paling tidak bisa mengurangi,” ujarnya.
Dia berharap segala kontroversi yang terjadi di kalangan pengusaha tembakau, petani, atau industri rokok tidak mengeluhkan kenaikan cukai rokok. Sebab hal itu demi menyelamatkan generasi bangsa.
“Tak usah menjadi kontroversi dan ketakutan. Sebab tak ada kenaikan cukai di negara manapun mengurangi jumlah pembelian. Rokok itu price in elastis terhadap harga. Ini tak dipahami industri. Rokok tak sama dengan barang-barang lain. Rokok itu membuat kecanduan, kadi mau harganya naik pun tak akan menurunkan pembelian. Jangan takut,” tegasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor : Edwir