JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu tidak mampu membendung air mata saat majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) membacakan vonis untuk dirinya, Rabu (15/2). Satu tahun enam bulan. Jauh lebih rendah ketimbang tuntutan 12 tahun penjara. Oleh majelis hakim, Eliezer ditetapkan sebagai saksi pelaku atau justice collaborator sehingga hukumannya lebih ringan dari terdakwa lain.
Dalam sidang yang berlangsung di ruang sidang utama PN Jaksel, Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso dengan tegas menyatakan bahwa Eliezer terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana. ''Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu dengan pidana penjara selama satu tahun dan enam bulan,'' ungkap dia di muka sidang.
Putusan tersebut disambut baik oleh sebagian besar masyarakat yang hadir di PN Jaksel kemarin. Utamanya para pendukung Eliezer. Apalagi dalam putusan tersebut majelis hakim menerima rekomendasi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). ''Menetapkan terdakwa sebagai saksi yang bekerja sama atau justice collaborator,'' lanjut Wahyu. Hukuman untuk Eliezer, kata hakim, dikurangi masa penahanan.
Putusan untuk mantan anggota Ferdy Sambo itu jauh lebih ringan dari terdakwa lain yang didasarkan dengan beberapa pertimbangan yakni, mulai berperan sebagai justice collaborator, belum pernah dihukum, masih muda dan berjanji tidak mengulangi kesalahan yang sama, hingga dimaafkan oleh keluarga Brigadir Polisi Nofriansyah Yosua Hutabarat. Sementara pemberat bagi Eliezer hanya tidak menghargai hubungan dengan Yosua hingga seniornya itu meninggal dunia.
Melalui putusan kemarin, majelis hakim membeber pertimbangan mereka menetapkan Eliezer sebagai justice collaborator. Rekomendasi LPSK yang menjadikan Eliezer sebagai terlindung sekaligus justice collaborator masuk dalam pertimbangan majelis hakim. Karena itu, meski turut menembak Yosua, mereka menilai Eliezer bukan pelaku utama. Menurut Hakim Anggota Alimin Ribut Sujono, pelaku utama dalam perkara tersebut adalah Sambo.
Alimin menyatakan, Sambo adalah pencetus ide pembunuhan berencana Yosua. Mantan jenderal bintang dua Polri itu juga yang menjadi aktor intelektual, perancang, penembak, dan melibatkan orang lain. Termasuk diantaranya melibatkan Eliezer. ''Sehingga saksi Ferdy Sambo dipandang sebagai pelaku utama,'' ujarnya. Selain rekomendasi LPSK, majelis hakim mempertimbangkan amicus curiae yang disampaikan oleh masyarakat kepada PN Jaksel.
Lebih dari itu, majelis hakim menilai, Eliezer telah membantu membuat terang peristiwa pembunuhan berencana Yosua. Menurut Alimin, Eliezer memberikan keterangan secara jujur, konsisten, logis, dan bersesuaian dengan alat bukti lain. ''Meskipun itu menempatkan terdakwa dalam posisi dan situasi yang membahayakan jiwanya,'' kata dia. Terlebih Yosua dikepung banyak pihak yang mengakibatkan peristiwa tersebut menjadi gelap.
Namun demikian, Eliezer dinyatakan bersalah melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Total ada lima unsur dalam pasal tersebut. Yakni unsur barang siapa, unsur dengan sengaja, unsur dengan rencana, unsur menghilangkan nyawa, dan unsur turut serta melakukan. Menurut majelis hakim unsur-unsur tersebut telah terpenuhi dan Eliezer dinyatakan bersalah melanggar pasal tersebut.
Usai sidang kemarin, Ronny Talapessy sebagai penasihat hukum Eliezer menyatakan bahwa putusan majelis hakim sudah sesuai dengan harapan. Baik harapan tim penasihat hukum maupun harapan Eliezer. Sehingga pihaknya tidak akan melakukan banding. ''Kami akan ikhlas, kami akan terima,'' ujarnya. ''Dia (Eliezer, red) ikhlas, dia terima,'' tambah dia.
Selain itu, Ronny menyampaikan keinginan Richard untuk kembali berdinas di Korps Brimob Polri. Menurut Ronny, keinginan itu sudah tergambar dalam nota pembelaan atau pledoi yang dibacakan oleh Eliezer. ''Bahwa dia bangga menjadi anggota Brimob,'' ujarnya. Terlebih, Eliezer merupakan tulang punggung dan harapan keluarga. ''Kami harapkan adalah Richard kembali menjadi anggota Polri,'' ungkap dia.
Terkait vonis Bharada Richard Eliezer yang ringan, kemarin Polri angkat bicara. Kadivhumas Polri Irjen Dedi Prasetyo menuturkan bahwa semua pihak diharapkan menghormati keputusan hakim. ''Ya, harus dihormati,'' jelasnya.
Memang hingga saat ini Eliezer dan Ricky Rizal Wibowo belum menjalani sidang kode etik. Terkait kapan sidang kode etik keduanya, belum bisa dipastikan. “Itu menunggu informasi dari Divpropam,'' terangnya. Sebelumnya, Dedi menyebut, sidang kode etik untuk keduanya akan digelar setelah putusan pidana mereka inkracht.
Terpisah, ibunda Yosua, Rosti Simanjuntak menyampaikan bahwa pihak keluarga menyerahkan putusan secara penuh kepada majelis hakim. Dia menyatakan, majelis hakim merupakan kepanjangan Tuhan dalam persidangan perkara pembunuhan berencana Yosua. ''Biarlah almarhum Yosua melihat Eliezer dipakai Tuhan,'' ungkap dia seraya meneteskan air mata.
Sepanjang sidang kemarin, Rosti duduk sambil memeluk potret putranya. Bersama suaminya, Samuel Hutabarat, dan penasihat hukum keluarganya, Kamaruddin Simanjuntak, Rosti mendengarkan majelis hakim membacakan putusan untuk Eliezer. ''Tuhan yang melihat bahwa almarhum Yosua tidak bisa saya peluk lagi. Biarlah dia bersama Tuhan di surga,'' kata dia. ''Walaupun Eliezer menghujani anakku dengan peluru, timah panas, saya percaya kepada hakim yang menyampaikan vonis dan keluarga menerima,'' ujarnya.
Berharap Jaksa Tak Ajukan Banding
Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu telah divonis bersalah dalam perkara pembunuhan berencana Brigadir Polisi Nofriansyah Yosua Hutabarat. Dia dihukum satu tahun enam bulan penjara. Putusan tersebut mendapat respons banyak pihak. Mereka menyatakan harapannya agar Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak mengajukan banding meski putusan tersebut jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi termasuk yang menyampaikan harapan itu. ''Kami mengapresiasi putusan majelis hakim dan kami berharap jaksa juga tidak melakukan upaya banding terhadap putusan ini sebagai bentuk penghargaan kepada Eliezer sebagai justice collaborator,'' kata dia.
Menurut Edwin, kejujuran dan kebenaran Eliezer telah membuat terang perkara tersebut. Meski langkah hukum mengajukan banding menjadi hak JPU, Ronny Talapessy sebagai penasihat hukum Eliezer berharap besar supaya JPU tidak melakukan banding atas putusan majelis hakim untuk kliennya.
Menurut dia, putusan itu sesuai dengan harapan banyak pihak. ''Kami harapkan bahwa jaksa penuntut umum melihat rasa keadilan yang ada di dalam masyarakat,'' kata dia. ''Tentunya mengharapkan jaksa untuk tidak melakukan banding,'' tambah dia.
Di sisi lain, Kejagung menyatakan bahwa mereka menghormati putusan majelis hakim. Walau hukuman yang dijatuhkan untuk Eliezer jauh di bawah tuntutan JPU, majelis hakim telah menyatakan bahwa Eliezer bersalah sesuai dakwaan dan tuntutan mereka.
Selanjutnya, mereka akan memelajari putusan itu secara lebih terperinci. ''Untuk menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan lebih lanjut,'' kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana.
Ketut memastikan, instansinya akan mempertimbangkan rasa keadilan yang berkembang di masyarakat secara mendalam. Pun pemberian maaf dari keluarga Yosua kepada Eliezer. ''Sambil menunggu sikap atau upaya hukum yang dilakukan oleh terdakwa atau penasihat hukumnya terhadap putusan yang sudah dijatuhkan,'' beber pejabat yang pernah bertugas sebagai Wakil Ketua Kejaksaan Tinggi Bali tersebut.
Pada Rabu (15/2), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD turut menyaksikan siaran langsung pembacaan vonis tersebut. Menurut dia, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) sangat berani dalam mengambil putusan.
''Suara masyarakat didengarkan, rongrongan yang mungkin ada untuk membuat putusan tertentu tidak berpengaruh kepada hakim,'' kata mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
Majelis hakim, kata Mahfud, menyampaikan seluruh fakta persidangan. Mulai yang memojokan sampai mendukung Eliezer. ''Sehingga saya lihat putusannya menjadi logis,'' ujarnya. Putusan itu dinilai progresif oleh Mahfud. ''Menurut saya berkemanusiaan, ngerti denyut-denyut kehidupan masyarakat,'' tambah dia. Para hakim memutus perkara tersebut tanpa pengaruh opini publik. ''Tapi, dia memerhatikan public common sense,'' ujarnya.
Karena itu, Mahfud menyatakan bahwa dirinya bersama masyarakat berterima kasih kepada para hakim yang dinilai telah bekerja dengan baik tersebut. Ucapan terima kasih juga dia sampaikan kepada jaksa dan penasihat hukum yang sudah menjalani panjangnya proses penanganan perkara hingga sampai pada sidang pembacaan putusan kemarin. ''Itulah peradaban atau peradilan yang berkeadaban,'' ungkap pejabat asal Madura itu.(syn/jpg)