BIN dan Polri Identifikasi Keberadaan Bjorka

Nasional | Kamis, 15 September 2022 - 11:59 WIB

BIN dan Polri Identifikasi Keberadaan Bjorka
MAHFUD MD (ISTIMEWA)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pemerintah telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan Data. Rabu (14/9) pagi, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD mengumumkan pembentukan satgas tersebut. Dalam kesempatan itu, dia menyampaikan bahwa pelaku peretasan dengan BIN dan Polri Identifikasi Keberadaan Bjorka nama anonim Bjorka telah teridentifikasi oleh Badan Intelijen Negara (BIN) dan Polri.

Identifikasi dilakukan berdasar penelusuran dan penyelidikan yang tengah berjalan. ''Gambaran siapa dan di mananya (Bjorka) itu sudah kami punya alat untuk melacak itu semua,'' kata Mahfud, Rabu (14/9).


Namun, dia tidak membeberkan secara lebih terperinci. Menurut dia, informasi yang sudah dimiliki oleh BIN dan Polri belum bisa diumumkan kepada publik. Yang jelas, pemerintah bersama aparat penegak hukum tidak tinggal diam.

Sejauh ini, Mahfud menegaskan kembali bahwa Bjorka hanya menyebarluaskan data-data yang bersifat umum, termasuk yang terkait dengan dokumen surat di Istana. ''Perihal surat itu, isinya sampai detik ini belum ada yang dibobol,'' jelas dia.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu pun menyatakan, Bjorka bukan peretas yang benar-benar ulung. ''Yang disebut Bjorka itu sebenarnya tidak punya keahlian atau kemampuan membobol yang sungguh-sungguh,'' terangnya.

Namun demikian, lanjut Mahfud, kehadiran Bjorka menjadi alarm pengingat bagi semua pihak untuk lebih hati-hati. Bahwa siapapun bisa menjadi sasaran ancaman siber.

Selain itu, dia menyampaikan, berdasar hasil identifikasi sejauh ini ada beberapa motif yang diduga mendorong Bjorka beraksi. Mulai motif ekonomi sampai politik. ''Sehingga juga ya motif-motif kayak gitu itu sebenarnya tidak ada yang terlalu membahayakan,'' kata dia.

Keterangan tersebut disampaikan oleh Mahfud setelah melaksanakan rapat bersama Kepala BIN Budi Gunawan, Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate. ''Kami serius menangani dan sudah mulai menangani masalah ini. Tetapi, juga publik atau masyarakat harus tenang,'' pinta dia.

Selain menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang disampaikan Senin lalu (12/9), pembentukan Satgas Perlindungan Data dilakukan untuk meningkatkan kewaspadaan. ''Kami membuat Satgas (Perlindungan Data) untuk lebih berhati-hati karena dua hal,'' ujarnya.

Pertama terkait dengan kebutuhan membangun sistem yang lebih canggih. Kedua berhubungan dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi (PDP).

Menurut Mahfud, dalam sebulan ke depan RUU tersebut bakal disahkan untuk tingkat dua. Sebab pengesahan tingkat satu sudah selesai. ''Tinggal tingkat dua itu pengesahan (RUU PDP) di paripurna,'' ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Menkominfo Johnny G Plate mengingatkan seluruh pengelola sistem elektronik (PSE) di sektor privat atau swasta. Dia berpesan kepada PSE privat betul-betul memastikan keamanan dan sistem datanya masing-masing. ''Karena itu kewajiban mereka,'' katanya.

Johnny meminta pengelola sistem elektronik swasta untuk memastikan teknologinya selalu di-update setiap saat. Kemudian mereka juga diminta untuk menjaga tata kelola sistem manajemen yang terus diperbaiki. Selain itu melibatkan sumber daya manusia (SDM) atau tenaga ahli. ''Kepada penyelenggara sistem elektronik lingkup privat jangan lengah,'' ujarnya.

Dia juga meminta para penyelenggara sistem elektronik privat selalu berkoordinasi dengan pemerintah. Supaya bisa memberikan bantuan-bantuan ketika ada dugaan serangan siber.

Terpisah, Komisi I DPR RI menegaskan bahwa mereka memberikan perhatian serius terhadap kasus kebocoran data yang berulang terjadi. Anggota Komisi I Dave Akbarshah Fikarno mengatakan, komisinya telah membentuk panitia kerja (Panja) tentang kebocoran data. ''Pembentukan panja sudah diputuskan dalam rapat Komisi I,'' terangnya.

Melalui panja itu, kata Dave, Komisi I akan berupaya mengurai berbagai persoalan terkait kebocoran data yang sangat marak. Panja akan melakukan berbagai pertemuan dengan pemerintah, akademisi, pakar, praktisi, tokoh masyarakat, dan pihak terkait lainnya.

Panja juga bakal membahas persoalan kebocoran data yang selama ini terjadi. Apa saja penyebab kebocoran data dan bagaimana mengatasi persoalan tersebut. Jangan sampai pemerintah hanya mengimbau agar para hacker tidak melakukan peretasan, tapi tidak mencari solusi dari masalah tersebut.

Menurut politisi Partai Golkar itu, pembentukan panja kebocoran data menjadi bukti keseriusan Komisi I dalam menyelesaikan kasus yang terus berulang. Kasus kebocoran data harus disikapi secara serius. Pemerintah harus melindungi data pribadi masyarakat. ''Pengamanan data harus betul-betul ditingkatkan,'' tutur Dave.

Komisi I dan pemerintah memang sudah membentuk RUU PDP yang sebentar lagi akan disahkan menjadi Undang-Undang (UU). Namun demikian, lanjut Dave, perangkat hukum itu tidak akan berarti apa-apa kalau tidak ada kebijakan turunan yang bisa dijalankan.

Pemerintah harus membuat sistem pengamanan data yang baik, meningkatkan kualitas SDM, dan meningkatkan tingkat literasi masyarakat. Dave menambahkan, bukan hanya pemerintah yang melakukan pengamanan data pribadi. Masyarakat juga harus membantu upaya yang dilakukan pemerintah.

Salah satunya, masyarakat tidak sembarangan memberikan data pribadi kepada pihak lain. ''Masyarakat tidak boleh cepat tergiur dengan berbagai penawaran di media digital, yang meminta data pribadi,'' tegasnya.

Salah satu amanah dalam RUU PDP adalah pembentukan Lembaga Perlindungan Data Pribadi. Nantinya lembaga tersebut akan bekerja langsung di bawah presiden. Kemarin pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) Lina Miftahul Jannah memberikan pandangan terkait hal itu.

Menurut Lina, membuat lembaga baru bukan berarti menyelesaikan masalah. Dalam konteks perlindungan data pribadi, dia mengatakan sudah ada BSSN serta Kemenkominfo. Dia menilai dua instansi tersebut sudah cukup untuk mengamankan data masyarakat dari serangan peretas. Dia justru mengkhawatirkan ketika terlalu banyak lembaga atau badan, nanti yang terjadi malah saling lempar tanggung jawab.

Lina mengungkapkan, di tengah serangan peretas atas nama Bjorka, publik baru saja disuguhkan saling lempar tanggung jawab di internal pemerintah. Yaitu antara Kemenkominfo dengan BSSN. ''Kejadian seperti itu jangan terulang kembali,'' katanya.

Dia menegaskan publik tidak mau tahu soal perlindungan data mereka jadi tanggung jawab Kemenkominfo atau BSSN. Masyarakat tahunya data mereka harus aman di tangan pemerintah.

Selain itu, Lina menekankan bahwa masyarakat tidak mau tahu soal motif dari peretas. Apakah motif ekonomi, politik, atau sebagainya seperti yang diucapkan oleh Mahfud MD yang menyatakan bahwa motif peretas Bjorka gado-gado. ''Masyarakat tidak peduli motifnya apa,'' ujarnya.

Dia pun kembali menegaskan, masyarakat hanya perlu kepastian data mereka benar-benar aman di tangan pemerintah. ''Yang penting datanya aman,'' ujarnya.(lum/syn/wan/jpg)

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook