Sembil menunggu proses sertifikasi halal, Asrorun mengatakan, Kemenkes sepakat melakukan penundaan imunisasi MR tersebut. Khususnya untuk masyarakat yang memiliki perhatian terhadap isu sertifikat halal.
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Anung Sugihantono mengatakan, terkait penundaan sebagian itu tidak dalam konteks daerah atau wilayah. ’’Karena ada daerah yang sudah menerima (vaksin MR, red) dan tidak mempermasalahkan isu halal,’’ tuturnya.
Menindaklanjuti hasil rapat dengan MUI, tenaga kesehatan tetap akan memberikan pelayanan vaksinasi MR bagi masyarakat yang tidak mempermasalahkan kehalalan vaksin. ’’(Vaksinasi MR, red) Bukannya tidak wajib, tetapi ditunda sebagian,’’ terangnya.
Kemenkes masih menunggu fatwa atau sertifikat halal MUI untuk vaksin MR tersebut. Direktur Utama Bio Farma Mas Rahman Roestan menceritakan sudah sejak tahun lalu minta dokumen halan kepada SII. ’’Tetapi memerlukan waktu karena (dokumen halal, red) itu kompleks. Ini berjalan terus, tidak setop,’’ jelasnya.
Dia mengatakan, pemahaman isu halal di India tidak sebesar di Indonesia, maka proses permintaan dokumen halal berjalan lambat. Rahman menuturkan, di dunia produksi vaksin MR dengan skala besar ada di Cina dan India. Namun vaksin MR dari India yang sudah diakui oleh WHO. Bahkan vaksin MR dari India tersebut juga sudah digunakan di 141 negara, termasuk di negara-negara Islam seperti Arab Saudi. ’’Ini jadi dasar kita minta India bantu kita,’’ jelasnya.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang kesehatan dan napza Sitti Hikmawatty menegaskan, bahwa vaksin MR harus diberikan kepada anak-anak. Menurutnya, ada sekitar 6.000 kasus rubella yang sudah dilaporkan. ”Itu yang lapor. Nah kalau ditambah yang belum lebih banyak. Bahkan rubella juga terjadi pada keluarga dokter juga,” katanya kemarin saat dihubungi Jawa Pos (JPG). Sitti menegaskan, jika ada yang tidak melakukan vaksin MR, maka risikonya kekebalan komunitas tidak bisa terjadi.
KPAI, menurut Sitti, menerima 40 surat yang menyatakan anaknya meninggal karena imunisasi MR. KPAI pun melakukan penelusuran. ”Kami belum bisa membuktikan hasilnya kepada umum, namun dalam waktu dekat akan mengundang pihak terkait,” ujarnya.
Namun Sitti optimis jika imunisasi MR ini akan sukses. Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) pada pemberian vaksin MR tahun lalu di Jawa-Bali hanya 191 anak dari 32 juta yang mendapatkan imunisasi. Dari 191 anak tersebut, hanya dua yang betul-betul sakit karena vaksin MR. ”Itu pun sudah diobati oleh Kemenkes. Dari kejadian yang hanya sebagian kecil ini dapat dibilang jika efektifitas program ini bisa dikatakan berhasil,” tutur Sitti.
Menjawab adanya klaim vaksin MR tidak boleh digunkan karena tidak halal, Sitti menyarankan agar MUI dan Kemenkes untuk duduk bersama. Dia tidak melihat ada niat buruk dari salah satu pihak. Hanya saja belum ketemu titik tengahnya.