VAKSIN COVID-19

Tak Perlu Ragu Divaksin

Nasional | Senin, 15 Februari 2021 - 08:26 WIB

Tak Perlu Ragu Divaksin
Pandu Riono (Ahli Epidemiologi Universitas Indonesia)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Pemerintah akhir pekan lalu mengeluarkan dua kebijakan terkain vaksinasi Covid-10. Peraturan Presiden No 14/2021 keluar untuk mengubah Prepres No 99/2020 tentang pengadaan vaksin dan pelaksanaan vaksinasi dalam penanggulangan Covid-19. Selain itu, muncul Surat Edaran Nomor HK.02.02/I/368/2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 pada Kelompok Sasaran Lansia, Komorbid, dan Penyintas Covid-19.

Pada Perpres 14/2021 ada beberapa pasal dan ayat yang diubah atau dihilangkan. Ada beberapa hal yang disoroti. Salah satunya terkait dengan adanya kewajiban vaksinasi. Menurut pasal 13A ayat 2, disebutkan setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima Vaksin Covid-19 erdasarkan pendataan oleh Kemenkes wajib mengikuti vaksinasi. Kecuali penerima vaksin tidak memenuhi kriteria peneriman vaksin Covid-19 sesuai dengan indikasi vaksin yang tersedia.


Jika tidak mengikuti vaksinasi Covid-19, pemerintah menetapkan adanya sanksi administratif. Ada tiga sanksi yang ditetapkan. Pertama, adalah penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial. Kedua, pendundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan. Selain itu berupa denda. Tidak disebutkan denda yang dikenakan. Sanksi ini diberikan oleh kementerian atau lembaga yang berwenang.

Ahli Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengaku tak setuju dengan ancaman denda yang bakal dikenakan bagi orang yang menolak vaksinasi. Menurutnya, langkah tersebut tidak elok. Selain pesan yang ingin diberikan tak sampai, dikhawatirkan pula ada kejadian yang tidak diinginkan.

"Saya tidak setuju kalau dipaksa. Nanti kalau dipaksa, bisa saja yang nggak ada apa-apa dibuat ada sesuatu," katanya.

Hal ini merujuk pada risiko adanya KIPI. "Pura-pura kesurupan. Orang Indonesia kan paling banyak kesurupan," guyonnya.

Menurutnya, paksaan ini tidak perlu dilakukan pada mereka yang enggan. Namun bukan berarti mereka ditinggalkan. Mereka tetap harus diedukasi atas apa yang jadi upaya bersama melawan pandemi ini. Selain itu, tak perlu khawatir bila target herd immunity tak tercapai. Karena pada prinsipnya, untuk bisa mendapatkan ketahanan kelompok ini, cukup 70 persen dari jumlah populasi yang divaksin. Kesempatan mencapai target itu pun jauh lebih banyak.


"Kalau yang 70 persen ini benar-benar divaksin 2 kali, bisa melindungi 30 persen yang tidak divaksin," ungkapnya.  

Kendati demikian, Pandu menganjurkan agar masyarakat tak perlu ragu untuk divaksinasi Covid-19. Sebab, manfaatnya jauh lebih banyak dari keraguan itu sendiri.

"Kalau kena (Covid-19, red) rugi sendiri, nyesel seumur hidup," tegasnya.

Dalam kesempatan lain, Juru Bicara Kementerian Kesehatan terkait vaksin Covid-19 Siti Nadia Tarmizi menuturkan sanksi tersebut sebagai upaya mitigasi seandainya ada penolakan. Dia tidak menjawab secara gambling apakah adanya sanksi ini sebagai upaya mempersuasi masyarakat agar mau divaksin Covid-19.

Lebih lanjut Nadia juga menegaskan bahwa adanya Perpres 14/2021 ini tidak mengubah rencana Kemenkes dalam vaksinasi.

"Akan dikaitkan dengan  Permenkes terkait, seperti Permenkes 84/2020. Tidak ada perubahan rencana roadmap vaksinasi yang akan diberikan," ungkapnya.

Di sisi lain, Kemenkes sudah menerbitkan Surat Edaran no HK.02.02/I/368/2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 pada kelompok sasaran lansia, komorbid dan penyintas Covid-19, serta sasaran tunda. Dalam surat itu dijelaskan skrining vaksinasi bagi kelompok komorbid  dan penyakit kronik lainnya dengan ketentuan yang harus dipenuhi. Kepala dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota seluruh Indonesia diharapkan segera melakukan tindakan korektif.

Nadia menjelaskan bahwa surat edaran tersebut didasari pada kajian Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional serta Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam (PAPDI)  dan Perhimpunan Kardiologi Indonesia (Perki).

"Hasil kajian menyebutkan vaksinasi Covid-19 dapat diberikan pada kelompok usia 60 tahun ke atas,Ibu menyusui, penyintas Covid-19 setelah tiga bulan, dan komorbid," ujarnya.

Lebih lanjut dia menyatakan bahwa pelaksanaan pemberian vaksin harus tetap mengikuti petunjuk teknis pelaksanaan vaksinasi Covid-19. Sejauh ini untuk jenis vaksin akan menggunakan jenis yang sama dengan yang selama ini disuntikan, yakni CoronaVac dari Sinovac.

Yang diberi catatan, bagi kelompok usia 60 tahun ke atas, tambahnya, pemberian vaksinasi diberikan dua dosis dengan interval 28 hari. Selain itu terdapat skrining tambahan bagi sasaran usia lebih dari 60 tahun. Skrining itu misalnya adakah kesulitan  untuk naik 10 anak tangga.

"Sementara untuk kelompok komorbid, dalam hal ini hipertensi, dapat disuntik vaksin kecuali jika tekanan darahnya di atas 180/110 MmHg," ucap Nadia.

Bagi kelompok komorbid dengan diabetes dapat divaksinasi sepanjang tidak ada kondisi akut, masih bisa mendapatkan vaksin. Bahkan seorang penyandang kanker dan penyandang penyakit autoimun sekalipun. Namun tindakan ini harus atas konsultasi dengan dokter yang biasa menangani. Sementara itu, untuk kelompok sasaran tunda akan diberikan informasi agar datang kembali ke fasilitas pelayanan kesehatan setelah penyakitnya dapat terkendali.

Untuk mendukung proses vaksinasi, seluruh pos pelayanan vaksinasi dilengkapi kit anafilaksis dan berada di bawah tanggung jawab puskemas atau rumah sakit.

"Kesiapan pos pelayanan vaksinasi akan sangat berperan dalam meningkatkan kelancaran pelaksanaan vaksinasi dan percepatan peningkatan cakupan vaksinasi Covid-19," kata Nadia.

Laporan: JPG (Jakarta)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook