JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Perkembangan sepakbola Tanah Air ibarat berjalan di tempat. Pemerintah pun merasa perlu turun tangan. Yang terbaru, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Persepakbolaan Nasional.
Dalam inpres tersebut, Jokowi menginstruksi instansi terkait untuk membantu perkembangan sepakbola. Mulai Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama; serta Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Kemudian, Kementerian BUMN, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kementerian Keuangan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Kesehatan, Kementerian Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hingga pemerintah daerah.
Secara umum, kementerian/lembaga tersebut diminta berkontribusi dalam pengembangan bakat, peningkatan jumlah/kompetensi wasit dan pelatih sepakbola, serta pengembangan sistem kompetisi yang berjenjang dan berkelanjutan. Kemudian, pembenahan sistem dan tata kelola sepakbola, penyediaan prasarana dan sarana stadion sepakbola sesuai dengan standar internasional, serta mobilisasi pendanaan. Semua ditujukan untuk pengembangan sepak bola nasional.
Semua tugas tersebut disesuaikan dengan kapasitas dan sektor yang dibidangi kementerian/lembaga masing-masing. Misalnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang bertugas menyediakan sarana sepak bola, Kementerian BUMN yang berfokus pada penyediaan sponsorship, serta Kemendikbud dan Kemenag yang diminta menyelenggarakan kompetisi berjenjang di lembaga pendidikan yang dikelola masing-masing.
Juru Bicara Kepresidenan Johan Budi Sapto Pribowo menjelaskan, Inpres No 3 Tahun 2019 merupakan respons atas keluhan PSSI kepada pemerintah tahun lalu. PSSI menilai, pemerintah perlu memberikan dukungan konkret terhadap pengembangan sepakbola nasional.
’’Waktu itu kan sempat ramai prestasi sepak bola jelek banget. PSSI minta pemerintah untuk lebih memperhatikan,’’ ujarnya kepada Jawa Pos (JPG), Kamis (14/2).
Dia menambahkan, keluhan tersebut kemudian dibahas dalam rapat terbatas tingkat menteri yang dipimpin presiden mulai pertengahan sampai akhir tahun lalu.
’’Atas dasar itu, Pak Jokowi menerbitkan inpres. Intinya, stakeholder terkait agar membantu persepakbolaan,’’ imbuhnya.
Kondisi sepakbola Indonesia memang sangat memprihatinkan. Sudah 28 tahun sepak bola Indonesia kering prestasi atau sejak kali terakhir timnas meraih medali emas dalam SEA Games 1991. Kondisi itu tidak terlepas dari abainya sepak bola Indonesia terhadap pembinaan. Kompetisi usia muda digelar seadanya dan tidak kontinu. Kadang dijalankan, kadang tidak. Sudah begitu, tidak berjenjang.
Pendanaan untuk sepakbola usia muda juga tak diperhatikan. Sedikit sekali pihak yang mau ’’membuang uang’’ untuk sepakbola usia muda. Keberlangsungan sekolah sepakbola (SSB) lebih dominan dibiayai dari iuran yang tak seberapa dari para wali murid.
Lapangan latihan yang berkualitas juga minim. Bahkan, banyak klub profesional yang tidak memiliki lapangan latihan sendiri. Apalagi lapangan latihan untuk anak-anak SSB. Padahal, animo masyarakat untuk bermain sepakbola begitu tinggi. Begitu pula antusiasme para orang tua untuk menyekolahkan anak-anak mereka di SSB.
Di tempat terpisah, Staf Khusus Presiden Adita Irawati menambahkan, selain merespons PSSI, inpres tersebut merupakan komitmen pemerintah untuk meningkatkan kualitas sepakbola. Sebab, sebagaimana harapan masyarakat, pemerintah ingin sepak bola Indonesia berprestasi di tingkat internasional. Karena itu, dibutuhkan penanganan dari hulu ke hilir yang terintegrasi di beberapa kementerian. Adita menambahkan, isi inpres itu juga mempertimbangkan berbagai masukan para pemangku kepentingan sepak bola. Disinggung soal kemungkinan adanya perhatian terhadap cabang olahraga lain, Adita menilai hal tersebut bisa saja dilakukan, tapi harus melalui kajian lebih dahulu.(far/rid/fim/c5/git/jpg)