JAKARTA (RIAUPOS.CO) - KPK menahan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta (MH), Jumat (13/10) malam. SYL disangka melakukan upaya pemerasan dan gratifikasi selama menjabat. Sedangkan MH turut serta membantunya.
SYL yang dijemput paksa pada Kamis (12/10) malam juga disangka melakukan tindak pidana pencucian uang. Sementara itu, MH baru diperiksa, Jumat (13/10) sore sebagai tersangka.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, dalam kasus dugaan korupsi, SYL memerintahkan KS (Sekjen Kementan Kasdi Subagyono yang juga menjadi tersangka dan telah ditahan) serta MH untuk melakukan pungutan dan setoran kepada ASN di lingkungan Kementan selama 2020–2023.
Pungutan itu dilakukan setiap bulan. Dan, ada paksaan dari SYL kepada ASN tersebut. ’’Di antaranya dimutasi ke unit kerja lain hingga difungsionalkan status jabatannya,’’ paparnya.
Sementara untuk uang hasil dugaan korupsi itu, KPK menemukan, SYL, KS, MH, serta sejumlah pejabat di lingkungan Kementan menggunakannya untuk umrah dengan nominal miliaran rupiah. ’’Khusus SYL juga ditemukan aliran uang untuk kepentingan Partai Nasdem hingga miliaran rupiah,’’ paparnya.
Uang tersebut juga diduga digunakan untuk kepentingan pribadi seperti cicilan kartu kredit, cicilan mobil Alphard, perbaikan rumah, tiket pesawat, hingga perawatan wajah bagi keluarga. Nilainya mencapai miliaran rupiah.
Dalam kasus itu, SYL, MH, dan KS dijerat Pasal 12 Huruf e dan 12 B UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Khusus SYL juga dikenai tambahan Pasal 2 dan 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Setelah diumumkan penahanannya ke publik oleh KPK, SYL meminta agar dirinya tidak dihakimi lebih dahulu. ’’Saya memiliki hak untuk membuktikan apa yang ada dan saya miliki,’’ paparnya.
Polemik Dua Surat KPK
Digelandangnya SYL ke Gedung Merah Putih KPK pada Kamis (12/10) malam sempat memicu polemik. Khususnya mengenai surat pemeriksaan dan penangkapan yang diteken dua orang berbeda.
Surat pemanggilan kedua yang menyebut SYL diperiksa pada Jumat lalu ditandatangani Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi Asep Guntur Rahayu. Sementara itu, surat perintah penangkapan ditandatangani Ketua KPK Firli Bahuri, yang dalam keterangan di surat tersebut merangkap sebagai penyidik.
Mantan penyidik KPK Novel Baswedan menyoroti keluarnya dua surat itu. Biasanya surat penangkapan tersebut tidak harus diteken pimpinan KPK, kecuali jika terkait penahanan. Sebab, di UU KPK yang baru, status pimpinan bukan lagi penyidik. ’’Ini kan kalau saya melihat ada abuse of power,’’ katanya.
Novel menduga ada upaya Firli untuk menutup atau membungkam kasus dugaan pemerasan yang sedang bergulir di Polda Metro Jaya. Tapi, Alexander Marwata menegaskan, ditangkapnya SYL bukan merupakan ajang perlombaan antara KPK dan Polda Metro Jaya yang sedang menangani dugaan kasus pemerasan yang diduga melibatkan Firli. ’’Tidak ada gesekan di sini,’’ katanya.
Dia juga mempersilakan jika nanti Polda ingin memeriksa para tersangka yang kini ditahan di rutan KPK selama 20 hari. ’’Kami akan fasilitasi. Kami persilakan,’’ paparnya.
Mengenai Firli yang tidak tampak muncul ke publik dan konferensi pers, dia menegaskan bahwa mantan Kapolda Sumatera Selatan itu ada di ruangannya selama dua hari terakhir. ’’Nggak ke mana-mana. Jangan khawatir,’’ jelasnya.
Pada saat SYL ditahan KPK, Polda Metro Jaya juga berencana memeriksa Ketua KPK Firli Bahuri dalam kasus dugaan pemerasan terhadap SYL. Tapi, Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi Karyoto belum menyebut kapan persisnya pemeriksaan itu akan dilakukan.
Karyoto menambahkan, penyidiklah yang akan menentukan harinya. ’’Itu penyidik, nanti saya tanya penyidik. Nanti penyidik akan menjelaskan kalau ada jadwal-jadwal, saya enggak tahu secara detail,’’ katanya.
Menurut Irjen Karyoto, pemanggilan pimpinan KPK itu akan dilihat dari perkembangan penyidikan. ’’Kalau memang sudah layak untuk diperiksa, dimintai keterangan sebagai saksi, ya kita panggil. Nanti kita panggil,’’ ujarnya.
Jumat (13/10) Kevin Egananta, ajudan atau aide-de-camp (ADC) Firli, yang lebih dulu diperiksa Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya. ’’Enggak ada arahan apa-apa. Saya jawab saja,’’ kata Kevin ketika tiba di Gedung Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.
Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombespol Ade Safri Simanjuntak menyebut pemanggilan Kevin merupakan kali kedua. Pemeriksaan seharusnya telah dilakukan pada Rabu (11/10), tapi yang bersangkutan mangkir dan mengajukan penundaan pemeriksaan.
Ade menambahkan, sementara ini total saksi yang telah diperiksa dalam kasus tersebut berjumlah 12 orang pada tahap penyidikan. Sebelumnya, penyidik memeriksa mantan Mentan SYL, sopir SYL, ajudan SYL, dan Kapolrestabes Semarang Kombespol Irwan Anwar.(ygi/elo/c7/ttg/das)
Laporan JPG, Jakarta