JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Menguapnya aroma keanehan dalam kasus penembakan polisi di kediaman kadivpropam tak kunjung padam. Polri serta satgas khusus yang awaban berdasarkan scientific crime investigation atas serangkaian kejanggalan kasus yang menewaskan Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat.
Malahan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menolak bergabung dengan satgasus dan memutuskan melakukan penyelidikan independen tersendiri.
Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Ahmad Ramadan menuturkan, setelah dibentuk satgas khusus pada Selasa (12/7), selanjutnya Rabu (13/7) satgas khusus telah melakukan olah tempat kejadian perkara (olah TKP). Namun, hasil dari olah tempat kejadian perkara (TKP) tersebut belum bisa diumumkan. "Olah TKP yang didatangi kabareskrim itu akan diumumkan secara periodik. Tidak dilakukan secara parsial," ujarnya.
Nantinya, semua hasil penyelidikan yang dilakukan Bareskrim akan dikombinasikan dengan berbagai hasil dari Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes) Polri. Seperti, hasil otopsi dari jenazah. "Semua hasil itu akan merekomendasikan untuk ditindaklanjuti penyidik," terangnya.
Bagaimana dengan berbagai kejanggalan yang terjadi dalam kasus? Dia mengatakan bahwa justru dibentukan satgasus tersebut untuk menjawab keraguan tersebut. "Menghilangkan keraguan itu," paparnya.
Seperti, mengapa kejadian itu baru diungkap setelah dua hari. Dia mengatakan bahwa kasus diungkap setelah dua hari karena memang Polri fokus untuk menanganinya, seperti mendatangi dan olah TKP. "Kami mengutamakan penanganan kasus," ungkapnya.
Yang juga menjadi tanda tanya adalah istri kadivpropam memiliki sopir dari anggota polisi. Padahal, mantan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti saat masih menjabat wakapolri telah mengeluarkan telegram larangan ajudan untuk setingkat kapolres. Istri dari kadivpropam bahkan bukanlah anggota Polri.
Menjawab hal tersebut, Ramadan menuturkan bahwa Brigadir Yosua bukan ajudan, melainkan sopir. "Tapi, untuk dasar aturan ibu bhayangkari memiliki sopir anggota polisi masih dicari," jelasnya menjawab pertanyaan Jawa Pos (JPG). Setelah karopenmas memberikan update perkembangan kasus Brigadir Yosua, malam harinya pukul 19.00 WIB satgasus kembali memberikan informasi perkembangan kasus. Sayangnya, berbagai kejanggalan tersebut tak satu pun yang terjawab. Kendati Satgasus itu menekankan penggunaan scientific crime investigation dalam menangani kasus.
Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Komjen Agung Budi Maryoto mengatakan, langkah pertama yang dilakukan satgasus adalah melakukan olah TKP. Dilakukan pendalaman di tempat kejadian tersebut. Selanjutnya, melakukan otopsi terhadap jenazah Brigadir Yosua dan menambah pemeriksaan saksi-saksi untuk melengkapi semuanya. "Semua langkah sesuai dengan koridor hukum," urainya. Dalam kasus itu satgasus menekankan penggunaan scientific crime investigation. Serta, menangani kasus secara obyektif transparan dan akuntabel. "Kita terbuka, fair, dan hasil bisa dipertanggungjawabkan," tegasnya.
Sayangnya, dalam konferensi pers tersebut justru tidak membolehkan wartawan untuk bertanya. Kadivhumas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan bahwa tidak ada sesi tanya jawab dalam update kasus tersebut. "Tidak ada tanya jawab ya," ujarnya.
Sementara Komisioner Kompolnas Irjen (Purn) Benny Mamoto justru memberikan pernyataan yang bertolak belakang dengan Ketua Kompolnas sekaligus Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD. Dalam keterangan resminya menyebut ada banyak kejanggalan dalam proses penanganan dan penjelasan Polri sendiri.
Benny malah menyebut bahwa Kompolnas memberikan apresiasi yang tinggi atas langkah membentuk tim gabungan. Melibatkan unsur eksternal sebagai wujud dari transparansi. Walau begitu, memang perlu untuk mengklirkan satu per satu isu yang terkait dengan fakta di lapangan. "Hingga hasilnya akurat dan dapat dipertanggungjawabkan," paparnya.
Bagian lain, Komnas HAM memberikan respons yang mengejutkan dengan menolak bergabung dengan satgasus. Bahkan, akan membuat penyelidikan independen atau terpisah dari satgasus bentukan Polri.
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menjelaskan, Komnas HAM bekerja sendiri sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) dan mekanisme internal. Artinya, Komnas HAM tidak menjadi anggota dari satgasus bentukan Korps Bhayangkara. "Kami bukan bagian dari tim khusus ini," tegasnya.
Komnas HAM dengan pengalaman dan mekanisme internal akan berupaya menjawab berbagai pertanyaan masyarakat. Sehingga, bisa memenuhi harapan dari masyarakat."Terutama harapan dari keluarga korban," jelasnya.
Komisioner Komnas HAM Chairul Anam menambahkan walau penyelidikan dilakukan terpisah, Komnas HAM tetap memerlukan koordinasi dan aksesibilitas dalam kasus tersebut. Dalam pertemuan dengan irwasum, sudah dipastikan bahwa Polri membuka lebar-lebar pertukaran informasi dan akses dalam kasus tersebut. "Komitmen membuka akses ini penting membuat semakin terang perkara," jelasnya.
Bagian lain, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD memang masih berada di Madinah, Arab Saudi. Namun, sebagai Ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Mahfud tidak luput memberi atensi terhadap peristiwa saling tembak yang terjadi di kediaman Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
Lewat keterangan resmi siang kemarin, Mahfud menyampaikan bahwa penanganan kasus tersebut harus dikawal. Tidak boleh dibiarkan mengalir begitu saja. "Karena banyak kejanggalan yang muncul dari proses penanganan maupun penjelasan Polri sendiri," terang dia.
Menurut pejabat asal Madura itu, penjelasan dari Polri belum cukup mengungkap hubungan sebab dan akibat di setiap rantai peristiwa yang terjadi Jumat pekan lalu. Mahfud menilai, penanganan kasus tersebut menjadi pertaruhan kredibilitas Polri dan pemerintah.
Mengingat selama satu tahun belakangan penilaian publik terhadap kerja-kerja Polri selalu baik. "Kinerja positif pemerintah dikontribusi secara signifikan oleh bidang politik dan keamanan serta penegakan hukum," beber mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
Kepada sekretaris Kompolnas Benny J Mamoto, Mahfud sudah meminta supaya Kompolnas menelisik kasus tersebut. Juga membantu Polri untuk membuat perkara yang memakan satu korban jiwa itu menjadi terang-benderang. Dia pun mendukung langkah-langkah yang telah dilakukan oleh Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo.
Menurut Mahfud, pembentukan Tim Investigasi oleh Kapolri sudah tepat. Apalagi tim itu dipimpin langsung oleh Wakapolri Komjen Gatot Eddy. "Itu sudah mewakili sikap dan langkah pemerintah. Sehingga Kemenko Polhukam akan mengawalnya," terangnya. Dia pun sepakat dengan keputusan Jenderal Polisi Listyo Sigit yang melibatkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk mengungkap kasus tersebut.
Orang-orang yang dipilih oleh kapolri, lanjut Mahfud, sangat kredibel. Dia optimistis mereka dapat mengungkap kasus yang menyeret-nyeret Irjen Sambo yang notabene adalah salah seorang petinggi Polri.
Berkaitan dengan status jenderal bintang dua itu, Mahfud menyebutkan bahwa Kapolri pasti akan mengambil keputusan bila sudah ada temuan awal. "Kapolri pasti menunggu (temuan pendahuluan) itu untuk menonaktifkan atau tidak menonaktifkan Ferdy Sambo," ungkapnya.
Sementara Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendukung Kapolri yang telah membentuk tim khusus untuk membuat terang kasus itu. Dia yakin Polri akan bekerja dengan profesional, objektif, transparan dengan mengedepankan metode scientific crime investigation. "Yang sejalan dengan slogan Polri saat ini, Polri Presisi," kata Bamsoet, Bambang Soesatyo.
Mantan Ketua Komisi III DPR RI itu, Polri akan menuntaskan kasus penembakan yang terjadi antar anggota Polisi. "Saya prihatin atas peristiwa yang menjadi atensi dari banyak pihak," ungkapnya. Bahkan, Presiden Joko Widodo ymemberikan atensi dan secara tegas meminta proses hukum dilakukan terkait kasus penembakan antar-anggota polisi yang terjadi di rumah dinas Kadiv Propam Polri di Jakarta.
Perintah dan arahan presiden harus segera ditindaklanjuti untuk menjamin kepastian dalam penegakan hukum. Selain menjamin kepastian hukum bagi pihak keluarga dan masyarakat, tentu juga harus tetap menjaga kaidah-kaidah yang mempertimbangkan kaum rentan, khususnya secara psikologis, seperti Putri Ferdy Sambo.
Begitu juga anak-anak Irjen Sambo yang pasti merasakan dampak dari kejadian itu. Termasuk dampak dari pemberitaan di media sosial. "Sebaiknya langsung diadakan konseling dan pendampingan untuk menghindari traumaistis," ungkapnya.
Bamsoet mengajak masyarakat untuk mengedepankan azas praduga tak bersalah dan tidak menjustifikasi secara berlebihan. Dia juga mengajak publik memberi dukungan kepada Polri yang telah membentuk tim khusus dengan melibatkan Kompolnas dan Komnas HAM.
Sementara Pengamat Kepolisian Bambang Rukminto mengatakan, dalam kasus penembakan Brigadir Yosua itu terasa adanya juwa korsa yang keliru. Seharusnya, Polri yang profesional itu bukan kepada pimpinan atau petingginya, namun kepada visi dan misi pimpinan dan negara. "Kalau ada tindak pidana melibatkan petinggi ya tetap harus dipidana," tegasnya.
Menurutnya, Divpropam itu polisinya polisi yang seharusnya memberikan teladan. Namun, justru terjadi masalah di Divpropam yang memperkuat bahwa conflict of interest kasus yang dilakukan oknum polisi sangat tinggi. "Karena itu perlu untuk menengok kembali usulan Gubernur Lemhanas untuk pembentukan Dewan Keamanan Nasional," ujarnya.(idr/syn/lum/jpg)