JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengadakan webinar bertema Menakar Masa Depan Papua, Ahad (14/6/2020) siang.
Webinar yang berlangsung sekitar dua jam ini dipandu oleh Teguh Imawan. Webinar mengupas antara lain isu kedaulatan NKRI, pelanggaran HAM dan isu separatisme.
Deputi Kominfo Badan Intelejen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto menjelaskan pemerintah ingin percepatan pembangunan di sektor ekonomi, pendidikan, infrastruktur di Papua agar sejajar dengan provinsi lain atau bahkan lebih maju.
Menurutnya, Papua secara geografis dan kontur wilayah berbeda, namun akses infrastruktur dan komunikasi terus dibangun dengan kekuatan ekonomi lokal. Kemampuan dan kreativitas warga Papua dalam mengembangkan ekonomi sudah sangat berkembang contohnya di Sorong, Teluk Bintuni, dan Raja Ampat.
"Kami sering ke Bappenas untuk memprioritaskan program pembangunan di Papua. Sekarang kan sudah mulai terlihat hasilnya," jelasnya.
Tokoh pemuda Papua Boy Markus Dawir sebagai salah satu tokoh pemuda Papua menyayangkan negara yang kurang hadir untuk Papua. Padahal dirinya sudah menyarankan pemerintah untuk duduk bersama membahas masalah pelanggaran HAM.
Boy berharap pemerintah baik pusat dan daerah memberikan akses untuk pemuda Papua agar bisa menikmati pendidikan dan tidak ada diskriminasi lagi dalam penerimaan di perguruan tinggi/kedinasan, ASN, TNI atau Polri.
“Bagi saya memang negara harus hadir untuk bagaimana bisa merubah maindset pemuda-pemuda Papua. Ini masalah kita bagaimana mengawal NKRI di Papua ke depan,” terangnya.
Menurut Duta Besar Indonesia Imron Cotan dengan mulai banyaknya orang Papua yang menduduki jabatan publik di pemerintahan sesuai kapasitas, diharapkan Papua dan Papua Barat maju.
Tuduhan rasisme, diskriminasi terhadap Papua merupakan salah persepsi karena selama ini suku-suku Papua justru sangat berkembang dan eksistensinya sudah berada di seluruh wilayah di Indonesia. Secara hukum, Undang-Undang Nomor 21/2011 tentang Otsus Papua menyebutkan, seluruh jabatan publik di Papua harus diduduki oleh orang asli Papua.
Menyinggung pelanggaran HAM, menurut Imron, saat ini TNI/Polri sudah cukup displin dalam penanganan isu separatisme di Papua dibandingkan di negara yang lain.
Lain halnya Senior Pamong Papua Michael Menufandu yang berpendapat bahwa pemerintah sudah berperan baik contohnya melalui Program dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua. Pemerintah memberikan program pembangunan di antaranya fasilitas pendidikan dan kesehatan.
Sudah banyak kampus dan sekolah serta rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang dibangun. Banyak pelajar dari Papua mendapat biaya pendidikan baik di dalam negeri maupun ke luar negeri.
Michael mengakui sudah mengikuti perkembangan Papua sejak Orde Baru hingga saat ini dan merasa optimis membangun Papua, karena Papua bagian dari Indonesia.
Sementara itu, akademisi Universitas Indonesia Chusnul Mariyah menyadari bahwa di Papua juga banyak kepentingan internasional. Permasalahan di Papua agar diselesaikan dengan cara dialog dengan pendekatan persuasif, bukan dengan pendekatan kekuasaan.
"Pemimpin harus mempunyai empati dan mempunyai komunikasi politik yang baik guna mengintegrasikan kepentingan nasional," pesan Chusnul.
Menurut Wakil Ketua Ikatan Mahasiswa Papua UI Reno Mayor pemerintah harus memahami kondisi Papua. Sementara pemuda Papua sendiri, menurut Reno, harus optimis dengan mengubah mindset untuk berjuang dan bersaing dengan yang lain.
"Stigma negatif tentang warga Papua harus dihapus, tidak perlu digeneralisasi," terangnya.
Laporan: Eko Faizin (Pekanbaru)
Editor: Eka Gusmadi Putra